Pajaki Gas Rusia, Petinggi Bulgaria Berniat Gembosi Mesin Perang Putin
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemimpin Bulgaria menuding Hungaria dan Serbia membantu memberi makan "mesin perang" Kremlin, usai gagal mencari pasokan energi alternatif. Hal itu disampaikan di tengah perbedaan pendapat mengenai peningkatan pajak impor gas.
Perdana Menteri Bulgaria, Nikolai Denkov memberikan sinyal, bahwa pemerintahannya tidak memiliki rencana untuk mundur dari retribusi gas Rusia yang transit di Bulgaria. Diterangkan olehnya, retribusi tersebut sebagai upaya menekan keuntungan yang didapatkan oleh eksportir Rusia yakni Gazprom .
Dimana keuntungan eksportir yang dikendalikan negara itu diyakini dipakai untuk mendanai perang melawan Ukraina. Di sisi lain Hungaria menyebut, rencana retribusi yang diumumkan bulan ini sebagai "tindakan bermusuhan," sementara Serbia mengatakan pajak mengancam bisa menghentikan pasokan bahan bakar ke wilayahnya.
"Ada cukup waktu untuk mencari alternatif, untuk melihat bahwa keuntungan ini memberi makan mesin perang Putin," kata Denkov, (61 tahun) dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels.
"Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sebenarnya, ini seharusnya terjadi lebih awal," sambungnya.
Kebuntuan itu mengungkap invasi Presiden Rusia, Vladimir Putin telah membentuk kembali pasokan energi di wilayah tersebut, di mana gangguan tersebut memicu krisis biaya hidup paling parah bagi konsumen dalam beberapa dekade.
Pipa Turkstream Gazprom, yang membentang di bawah Laut Hitam ke Turki sebelum melintasi Bulgaria, menyediakan pasokan bahan bakar utama untuk beberapa negara Balkan Barat yang lebih kecil.
Denkov, yang bersikeras bahwa peraturan itu sejalan dengan aturan Uni Eropa, mengatakan dia terbuka untuk pembicaraan dengan Budapest dan Beograd. Dia menuduh pemerintah di bawah Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic memicu ketakutan tak berdasar akan kenaikan harga daripada terlibat dalam pembicaraan.
Secara historis, Bulgaria adalah sebuah negara dengan ikatan kuat dengan Rusia, namun Bulgaria telah berjanji untuk mengurangi ketergantungannya pada Moskow setelah bertahun-tahun hampir sepenuhnya bergantung pada gas Rusia, minyak dan bahan bakar nuklir.
Bulgaria merupakan salah satu negara anggota Uni Eropa pertama yang terputus dari pasokan Rusia setelah Ukraina diinvasi mulai tahun lalu. Demi melepas diri dari energi Rusia, mereka mendorong percepatan proyek yang telah lama tertunda untuk mengamankan impor dari Azerbaijan dan terminal gas cair regional di Yunani dan Turki.
Denkov juga berjanji untuk meningkatkan dukungan militer kepada Ukraina setelah beberapa kabinet sementara masih ragu-ragu. Sebagai produsen utama amunisi gaya Soviet, Bulgaria sekarang ingin memperluas kapasitas produksinya, kata perdana menteri.
Bulgaria juga bagian dari inisiatif bersama negara-negara anggota NATO di kawasan Laut Hitam, bersama dengan Rumania dan Turki, untuk mendirikan misi pembersihan ranjau, yang diharapkan Denkov akan "segera" dikerahkan.
"Ya, saya prihatin" tentang agresi Rusia di Eropa timur, katanya. Kremlin "mencari pemulihan kekuatan Uni Soviet, Kekaisaran Rusia. Dan dalam dua entitas ini, Bulgaria selalu menjadi perhatian utama."
Perdana Menteri Bulgaria, Nikolai Denkov memberikan sinyal, bahwa pemerintahannya tidak memiliki rencana untuk mundur dari retribusi gas Rusia yang transit di Bulgaria. Diterangkan olehnya, retribusi tersebut sebagai upaya menekan keuntungan yang didapatkan oleh eksportir Rusia yakni Gazprom .
Dimana keuntungan eksportir yang dikendalikan negara itu diyakini dipakai untuk mendanai perang melawan Ukraina. Di sisi lain Hungaria menyebut, rencana retribusi yang diumumkan bulan ini sebagai "tindakan bermusuhan," sementara Serbia mengatakan pajak mengancam bisa menghentikan pasokan bahan bakar ke wilayahnya.
"Ada cukup waktu untuk mencari alternatif, untuk melihat bahwa keuntungan ini memberi makan mesin perang Putin," kata Denkov, (61 tahun) dalam sebuah wawancara di sela-sela pertemuan puncak Uni Eropa di Brussels.
"Kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sebenarnya, ini seharusnya terjadi lebih awal," sambungnya.
Kebuntuan itu mengungkap invasi Presiden Rusia, Vladimir Putin telah membentuk kembali pasokan energi di wilayah tersebut, di mana gangguan tersebut memicu krisis biaya hidup paling parah bagi konsumen dalam beberapa dekade.
Pipa Turkstream Gazprom, yang membentang di bawah Laut Hitam ke Turki sebelum melintasi Bulgaria, menyediakan pasokan bahan bakar utama untuk beberapa negara Balkan Barat yang lebih kecil.
Denkov, yang bersikeras bahwa peraturan itu sejalan dengan aturan Uni Eropa, mengatakan dia terbuka untuk pembicaraan dengan Budapest dan Beograd. Dia menuduh pemerintah di bawah Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic memicu ketakutan tak berdasar akan kenaikan harga daripada terlibat dalam pembicaraan.
Secara historis, Bulgaria adalah sebuah negara dengan ikatan kuat dengan Rusia, namun Bulgaria telah berjanji untuk mengurangi ketergantungannya pada Moskow setelah bertahun-tahun hampir sepenuhnya bergantung pada gas Rusia, minyak dan bahan bakar nuklir.
Bulgaria merupakan salah satu negara anggota Uni Eropa pertama yang terputus dari pasokan Rusia setelah Ukraina diinvasi mulai tahun lalu. Demi melepas diri dari energi Rusia, mereka mendorong percepatan proyek yang telah lama tertunda untuk mengamankan impor dari Azerbaijan dan terminal gas cair regional di Yunani dan Turki.
Denkov juga berjanji untuk meningkatkan dukungan militer kepada Ukraina setelah beberapa kabinet sementara masih ragu-ragu. Sebagai produsen utama amunisi gaya Soviet, Bulgaria sekarang ingin memperluas kapasitas produksinya, kata perdana menteri.
Bulgaria juga bagian dari inisiatif bersama negara-negara anggota NATO di kawasan Laut Hitam, bersama dengan Rumania dan Turki, untuk mendirikan misi pembersihan ranjau, yang diharapkan Denkov akan "segera" dikerahkan.
"Ya, saya prihatin" tentang agresi Rusia di Eropa timur, katanya. Kremlin "mencari pemulihan kekuatan Uni Soviet, Kekaisaran Rusia. Dan dalam dua entitas ini, Bulgaria selalu menjadi perhatian utama."
(akr)