Kenaikan Cukai Rokok Diminta Pertimbangkan Efek Domino

Minggu, 15 Oktober 2017 - 10:13 WIB
Kenaikan Cukai Rokok Diminta Pertimbangkan Efek Domino
Kenaikan Cukai Rokok Diminta Pertimbangkan Efek Domino
A A A
JAKARTA - Rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok secara eksesif sebesar 8,9% pada tahun 2018 mendatang dinilai asosiasi akan berdampak domino. Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyatakan, hendaknya kebijakan cukai harus rasional dengan mempertimbangkan kelangsungan bisnis industri hasil tembakau.

"Kami sangat menolak kenaikan cukai yang eksesif, mengingat industri tembakau merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir, disamping juga sebagai sumber utama penerimaan cukai negara," kata Budi dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (15/10/2017).

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sambung dia, harus mempertimbangkan kemampuan industri, dimana saat ini industri terus turun volumenya dalam empat tahun terakhir. Dimana pada 2016 mencapai 342 miliar batang, turun dari 348 miliar batang di tahun 2015. Tahun ini per Juli 2017 volume turun 8 miliar batang dibanding tahun 2016.

"Industri rokok jangan terus menerus dibebani dengan kenaikan cukai yang terlalu tinggi seperti yang terjadi di tahun 2016 yang mencapai 15% dan 10,5% di tahun 2017. Saat ini beban pajak sudah mencapai 60% harga rokok (termasuk pajak rokok dan PPN Hasil Tembakau)," imbuhnya.

Ketua Paguyuban Mitra Produksi Sigaret-Kretek Indonesia (MPSI), Djoko Wahyudi, menjelaskan kenaikan tarif cukai rokok bakal memberi efek domino terhadap industri rokok dan pendapatan negara. "Pasalnya, kenaikkan tarif cukai rokok memaksa MPSI menaikkan harga jual rokok minimal 5% dari harga saat ini," jelasnya.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menegaskan, kenaikan tarif cukai yang eksesif dipastikan akan mempercepat kematian industri hasil tembakau. Hal ini tentu akan memengaruhi penghidupan ratusan ribu buruh pekerja di pabrik rokok dan pelaku ritel pasar.

"Kami meminta pemerintah, dalam menentukan tingkat cukai untuk mempertimbangkan masalah ketenagakerjaan, khususnya nasib buruh rokok," ujar Sudarto.

Menurutnya, wacana pemerintah menaikkan tarif cukai sebesar 8,9% akan makin membebani produsen rokok. Karena secara otomatis akan terjadi penurunan produksi dan pasar, yang akan berimbas kepada kesejahteraan buruh. "Jika kenaikan tarif cukai rokok terlalu tinggi seperti tahun ini, maka penjualan semakin sulit dan otomatis pabrik akan mengurangi jumlah pekerjanya," tutupnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5863 seconds (0.1#10.140)