1,8 Juta Lulusan SMA/Sederajat Masuk Pasar Kerja Setiap Tahun, Lowongan Kerja Makin Sempit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan atau Menaker Ida Fauziyah mengungkapkan, apa saja yang menjadi tantangan sektor ketenagakerjaan di Indonesia saat ini. Menurutnya masih adanya kesenjangan antara penawaran atau supply dengan permintaan atau kebutuhan industri akan tenaga kerja.
Ida Fauziyah menjelaskan, setiap tahunnya sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA tidak masuk ke perguruan tinggi sehingga masuk dalam pasar kerja di Indonesia. Sedangkan kebutuhan industri akan tenaga kerja tidak sebanyak dengan lulusan SMA/sederajat yang setiap tahunnya bertambah 1,8 juta.
"Saat ini yang menjadi salah satu tantangan ketenagakerjaan di Indonesia adalah adanya kesenjangan antara sisi suply dan demand pasar ketenegakerjaan di Indonesia. Sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA setiap tahun tidak tertampung di perguruan tinggi dan terpaksa masuk pasar kerja ," ujarnya dalam Raker bersama Komisi IX, Selasa (14/11/2023).
Menurutnya, ketimpangan antara suply dan demand di pasar kerja disebabkan oleh kebutuhan industri yang sudah banyak berubah dan sudah tidak relevan dengan skill yang dimiliki SDM di Indonesia."Rendahnya digital skill menajadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan industri di masa mendatang," lanjutnya.
Lebih lanjut, Ida Fauziyah mengungkapkan, setidaknya ada dua pola permintaan tenaga kerja di industri saat ini. Pertama pekerjaan-pekerjaan yang bersentuhan dengan pemanfaatan teknologi digital.
Kedua dari sisi soft skill yang saat ini mulai banyak dibutuhkan adalah menyangkut kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreatifitas, dan komunikasi sangat diperlukan.Namun demikian menurutnya, keterampilan digital yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum, sehingga terjadi kesenjangan dari sisi supply dan demand industri.
Dalam paparannya, Ida Fauziyah juga menyebutkan, beberapa sektor yang punya permintaan tinggi disebuah perusahaan. Misalnya TIK sebesar 26,91%, jasa keuangan 25,44%, ritel 6,32%, makanan dan minuman 5,55%, media, penerbitan, dan ritel 5,20%, perhotelan dan akomodasi 4,43%, kecantikan 4,15%, serta manufaktur dan konstruksi sebesar 3,72%.
"Kemnaker membuat kebijakan link and match ketenagakerjaan sebagai solusi mengurangi kesenjangan dalam pasar kerja di Indonesia, dengan arah kebijakan membangun integritas antara pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja," tukasnya.
Ida Fauziyah menjelaskan, setiap tahunnya sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA tidak masuk ke perguruan tinggi sehingga masuk dalam pasar kerja di Indonesia. Sedangkan kebutuhan industri akan tenaga kerja tidak sebanyak dengan lulusan SMA/sederajat yang setiap tahunnya bertambah 1,8 juta.
"Saat ini yang menjadi salah satu tantangan ketenagakerjaan di Indonesia adalah adanya kesenjangan antara sisi suply dan demand pasar ketenegakerjaan di Indonesia. Sebanyak 1,8 juta lulusan SMA/SMK/MA setiap tahun tidak tertampung di perguruan tinggi dan terpaksa masuk pasar kerja ," ujarnya dalam Raker bersama Komisi IX, Selasa (14/11/2023).
Baca Juga
Menurutnya, ketimpangan antara suply dan demand di pasar kerja disebabkan oleh kebutuhan industri yang sudah banyak berubah dan sudah tidak relevan dengan skill yang dimiliki SDM di Indonesia."Rendahnya digital skill menajadi tantangan untuk memenuhi kebutuhan industri di masa mendatang," lanjutnya.
Lebih lanjut, Ida Fauziyah mengungkapkan, setidaknya ada dua pola permintaan tenaga kerja di industri saat ini. Pertama pekerjaan-pekerjaan yang bersentuhan dengan pemanfaatan teknologi digital.
Kedua dari sisi soft skill yang saat ini mulai banyak dibutuhkan adalah menyangkut kemampuan analitis, orientasi pemecahan masalah, kreatifitas, dan komunikasi sangat diperlukan.Namun demikian menurutnya, keterampilan digital yang dimiliki tenaga kerja Indonesia masih bersifat teoritis dan umum, sehingga terjadi kesenjangan dari sisi supply dan demand industri.
Dalam paparannya, Ida Fauziyah juga menyebutkan, beberapa sektor yang punya permintaan tinggi disebuah perusahaan. Misalnya TIK sebesar 26,91%, jasa keuangan 25,44%, ritel 6,32%, makanan dan minuman 5,55%, media, penerbitan, dan ritel 5,20%, perhotelan dan akomodasi 4,43%, kecantikan 4,15%, serta manufaktur dan konstruksi sebesar 3,72%.
"Kemnaker membuat kebijakan link and match ketenagakerjaan sebagai solusi mengurangi kesenjangan dalam pasar kerja di Indonesia, dengan arah kebijakan membangun integritas antara pelatihan, sertifikasi, dan penempatan tenaga kerja," tukasnya.
(akr)