RPP Kesehatan Soal Produk Tembakau Menuai Kritik dari Sejumlah Kementerian

Kamis, 23 November 2023 - 14:30 WIB
loading...
RPP Kesehatan Soal Produk...
RPP Kesehatan menuai kritik khususnya terkait ancaman PHK. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah kementerian/lembaga (K/L) mengkritisi pro kontra Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan terkait Pengaturan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau yang dinilai merugikan kelangsungan ekosistem pertembakauan.

Dirjen Peraturan Perundang-UndanganKemenkumham, Cahyani Suryandari mengatakan,rokokbukanlah produk yang dilarang untuk diiklankan. Hal itu, didasarkan putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait produk rokok.

"Kita bicara soal pengamanan, termasuk bicara tembakau, tidak putus dari putusan MK. Kita punya 6 bahkan, tapi saya mengambil beberapa sampel saja dari putusan MK," kata Cahyani di Jakarta, Kamis (23/11/2023).



Cahyani menegaskan, salah satu kesimpulan dari putusan MK tersebut menyatakan bahwa tembakau adalah produk yang legal, yang dapat diatur tapi tidak dilarang. Selain itu, rokok bukan barang ilegal yang dilarang untuk diiklankan, tapi tetap dengan syarat-syarat tertentu.

"Kemudian, rokok bukanlah barang ilegal, ini saya ambil dari pertimbangan MK, sehingga tidak dapat dilarang untuk diiklankan, walaupun dengan syarat-syarat tertentu," kata dia.

Cahyani menjelaskan, walaupun rokok boleh diiklankan, harus ada bentuk pengamanan tertentu. Seperti iklan yang ditayangkan harus lebih dari jam 10 malam hingga tidak boleh ditampilkannya produk rokok itu sendiri.

"Artinya kalau diiklankan harus ada jaring-jaring pengamannya," ujarnya.

Selain itu, dalam putusan MK tersebut, tidak ada larangan rokok untuk dipublikasikan. Rokok itu sendiri produk yang legal dan terbukti dengan dikenakannya cukai.

"Kemudian tidak pernah ada menempatkan rokok sebagai produk yang dilarang untuk dipublikasikan terlebih lagi tidak ada larangan untuk diperjualbelikan ataupun tidak pernah menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai produk pertanian yang dilarang," tuturnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Edy Sutopo menegaskan, pihaknya siap mengawal penyusunan RPP sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan demi menjaga iklim usaha industri hasil tembakau (IHT).

Edy mengatakan, IHT mendapatkan sejumlah tekanan mulai dari kenaikan cukai sejak 2020 hingga pembahasan RPP Kesehatan. “Sejak 2020 hingga 2022 ini, cukai terus naik dan HJE (harga jual eceran) juga naik,” kata Edy.

Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Menurut Edy, perusahaan rokok awalnya tidak ingin menaikkan harga untuk mempertahankan konsumen. Namun, pada akhirnya industri hasil tembakau terpaksa harus menaikkan harga rokok mengingat margin keuntungan yang semakin menipis.

“Sejak pertengahan tahun ini, IHT secara perlahan naikkan harga rokok, hal ini mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap rokok sehingga pesanan baru semakin turun menjelang akhir tahun ini,” katanya.

Penurunan pesanan baru ini juga menyebabkan penurunan produksi. Kondisi tersebut diperberat dengan pembahasan RPP Kesehatan, terutama pada bagian pengamanan zat aditif, yang dinilai berpotensi mematikan IHT.

Hal ini, kata Edy, juga membuat beberapa produsen dalam memenuhi permintaan cenderung menghabiskan persediaan yang ada dibanding meningkatkan produksi. Pelaku usaha jugawait and seemelihat perkembangan pembahasan RPP ini. "Kami terus kawal pembahasan RPP Kesehatan untuk jaga iklim usaha IHT tetap kondusif,” kata Edy.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, dalam penyusunan RPP sebagai aturan pelaksana Undang Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, sinergi antar kementerian dan lembaga adalah hal yang utama.

Menurut Nirwala, dalam pembahasan aturan pengendalian, ada 2 instrumen yang digunakan yaitu instrumen non-fiskal, dan fiskal. Untuk menghasilkan peraturan yang tepat, diperlukan kolaborasi antar kementerian terkait.

"Dalam hal RPP ini, sangat dibutuhkan sinkronisasi antara apa yang diatur dalam RPP dengan UU Cukai yang sudah ada, agar tidak terjadi tumpang tindih,” kata Nirwala.

Nirwala juga mengatakan, sebelum menciptakan peraturan baru, seperti RPP terkait pengamanan zat adiktif berupa produk tembakau ini, sebaiknya dipertanyakan mengenai aturan yang sudah ada sebelumnya, yaitu PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

"Apakah benar PP 109/2012 perlu direvisi? Apa yang membuatnya perlu direvisi, apakah dari sisi substansi atau dari sisi implementasi? Sebagai contoh, mengenai aturan kemasan yang terkait erat dengan wacana perluasan peringatan kesehatan bergambar 90%, apakah ada penelitian bahwa hal tersebut akan menurunkan angka perokok. Lalu mengenai uji nikotin, dimana, siapa dan bagaimana implementasinya," tanya Nirwala.



Sementara itu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) meminta sejumlah pasal untuk dicabut, khususnya pasal-pasal pengaturan produk tembakau yang dapat berdampak negatif terhadap keberlangsungan tenaga kerja secara luas.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengatakan, posisi Kemnaker pada prinsipnya mengusulkan agar pasal-pasal yang menuai masalah untuk tidak dimuat dalam RPP Kesehatan.

Pasal-pasal dimaksud adalah yang berdampak pada kondisi hubungan industrial, terutama yang berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). "Pasal-pasal yang bisa berdampak pada PHK sudah kami petakan. Terutama ada lima pasal yang krusial," tegasnya
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Berita Terkait
Perlunya Deregulasi...
Perlunya Deregulasi Aturan IHT demi Wujudkan Indonesia Incorporated
Industri Tembakau Terancam:...
Industri Tembakau Terancam: Parlemen Kritisi Kebijakan Kemasan Rokok Seragam
Sektor Ritel Waswas...
Sektor Ritel Waswas Hadapi Rencana Larangan Penjualan Rokok
Industri Hasil Tembakau...
Industri Hasil Tembakau Butuh Perhatian Lebih Kepala Daerah
Efek FCTC Bikin Pelaku...
Efek FCTC Bikin Pelaku Industri Tembakau Was-was
MTI Tegaskan Revisi...
MTI Tegaskan Revisi UULLAJ Momentum Perbaikan Sistem Transportasi Darat
PP Danantara Resmi Terbit,...
PP Danantara Resmi Terbit, Intip Tugas dan Wewenangnya
Awas! Penyeragaman Kemasan...
Awas! Penyeragaman Kemasan Rokok Bisa Jadi Hambatan Pertumbuhan Ekonomi
Pemerintah dan DPR Didorong...
Pemerintah dan DPR Didorong Implementasikan Rekomendasi Revisi UU Jasa Konstruksi
Rekomendasi
Kabar Baik! Menag Ungkap...
Kabar Baik! Menag Ungkap Arab Saudi Bersedia Tambah Kuota Petugas Haji Indonesia
Top 10 Restoran Fine...
Top 10 Restoran Fine Dining di Jakarta, Nomor 5 Jadi Andalan Gen Z!
Akun Instagram Ridwan...
Akun Instagram Ridwan Kamil Kembali Pulih usai Diretas
Berita Terkini
Senator AS Minta Trump...
Senator AS Minta Trump Diselidiki Atas Dugaan Insider Trading
1 jam yang lalu
Penjualan Emas Melesat,...
Penjualan Emas Melesat, Hartadinata Abadi Cetak Kenaikan Laba 44,60% di 2024
2 jam yang lalu
AS-China Perang Dagang,...
AS-China Perang Dagang, Prabowo: Indonesia Netral dan Siap Jadi Jembatan
2 jam yang lalu
Jumlah Pemudik Lebaran...
Jumlah Pemudik Lebaran 2025 Turun, AHY Sebut Dinamika Wajar
3 jam yang lalu
Inspiratif! UMKM Songket...
Inspiratif! UMKM Songket Binaan BRI Ukir Prestasi di Pasar Global
4 jam yang lalu
Jumlah Pemudik Tahun...
Jumlah Pemudik Tahun Ini Hanya 154 Juta, Turun 4,69 Persen dari 2024
5 jam yang lalu
Infografis
Respons Rusia soal Trump...
Respons Rusia soal Trump Telepon Putin untuk Akhiri Perang Ukraina
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved