Pengaruhi Industri Kreatif, DPI dan ATVSI Ajukan Usulan RPP Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah asosiasi di industri media dan media kreatif menyampaikan usulan agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan memperhatikan keberlangsungan industri media, periklanan dan industri kreatif.
Usulan tersebut disampaikan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, Indonesian Digital Association (IDA) Dian Gemiano, dan Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi dan sejumlah asosiasi lain.
Janoe Arijanto mengatakan, larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif. Produk tembakau adalah komoditas legal dan berhak berkomunikasi dengan target konsumen dewasa.
“Untuk itu Industri Kreatif Nasional menolak poin larangan toral iklan produk tembakau yang dituangkan dalam berbagai usulan regulasi termasuk Revisi PP 109/2012 dan RUU Penyiaran,” tegasnya dalam keterangan tertulis Jumat (24/11/2023).
Dia mengatakan, Industri kreatif dan penyiaran dan para tenaga kerjanya sangat terancam keberlangsungannya bila larangan total iklan produk tembakau diberlakukan.
Iklan produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 Triliun termasuk dalam sepuluh besar kontributor belanja iklan media di Indonesia.
Sementara kontribusi produk tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun.
Janoe menegaskan bahwa penolakan tersebut didasari atas keresahan para pelaku industri media, periklanan dan media kreatif akan dampak negatif pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan bagi industri masing-masing jika aturan tersebut disahkan. Utamanya, dampak negatif dari pasal yang merencakan pembatasan waktu siaran iklan produk tembakau di televisi yang semula dari jam 21:30 sampai jam 05:00 menjadi jam 23:00 sampai jam 03:00.
RPP itu juga melarang total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang, larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk kegiatan musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir, serta larangan peliputan serta publikasi tanggung jawab sosial (CSR) dari perusahaan produk tembakau.
Industru kreatif nasional, lanjut dia, patuh pada aturan iklan produk tembakau yang telah ditetapkan dan turut mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak. Selama ini, industri kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku dan iklan rokok telah diatur melalui sejumlah regulasi produk tembakau, diantaranya PP 109/2012 serta ketentuan yang telah diatur secara detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Dalam hal ini, penyempitan jam tayang iklan rokok di TV dalam RPP Kesehatan dinilai diskriminatif bagi industri kreatif nasional yang telah mematuhi segala aturan periklanan produk tembakau.
Janoe menegaskan, rencana aturan tersebut meresahkan, memiliki dampak ganda, dan akan menghambat keberlangsungan industri. “Produk tembakau adalah komoditas legal yang memiliki hak untuk berkomunikasi memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa. Sehingga pelarangan total iklan dan turunannya untuk produk tembakau tidak hanya menghambat industri tembakau, tetapi juga industri periklanan dan media yang sebetulnya perlu banyak dukungan dari publik,” ujarnya.
Direktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Syaifullah Agam menekankan pentingnya jalur komunikasi dengan Kementerian Kesehatan yang sedang menyusun RPP Kesehatan. “Menurut saya penting dibuka jalur komunikasi supaya persoalan yang dikeluhkan dapat didiskusikan,” ucapnya.
Berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725 ribu tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja.
Usulan tersebut disampaikan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Janoe Arijanto, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, Indonesian Digital Association (IDA) Dian Gemiano, dan Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia (AMLI) Fabianus Bernadi dan sejumlah asosiasi lain.
Janoe Arijanto mengatakan, larangan total iklan pada berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif. Produk tembakau adalah komoditas legal dan berhak berkomunikasi dengan target konsumen dewasa.
“Untuk itu Industri Kreatif Nasional menolak poin larangan toral iklan produk tembakau yang dituangkan dalam berbagai usulan regulasi termasuk Revisi PP 109/2012 dan RUU Penyiaran,” tegasnya dalam keterangan tertulis Jumat (24/11/2023).
Dia mengatakan, Industri kreatif dan penyiaran dan para tenaga kerjanya sangat terancam keberlangsungannya bila larangan total iklan produk tembakau diberlakukan.
Iklan produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 Triliun termasuk dalam sepuluh besar kontributor belanja iklan media di Indonesia.
Sementara kontribusi produk tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun.
Janoe menegaskan bahwa penolakan tersebut didasari atas keresahan para pelaku industri media, periklanan dan media kreatif akan dampak negatif pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan bagi industri masing-masing jika aturan tersebut disahkan. Utamanya, dampak negatif dari pasal yang merencakan pembatasan waktu siaran iklan produk tembakau di televisi yang semula dari jam 21:30 sampai jam 05:00 menjadi jam 23:00 sampai jam 03:00.
RPP itu juga melarang total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang, larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk kegiatan musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir, serta larangan peliputan serta publikasi tanggung jawab sosial (CSR) dari perusahaan produk tembakau.
Industru kreatif nasional, lanjut dia, patuh pada aturan iklan produk tembakau yang telah ditetapkan dan turut mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok anak. Selama ini, industri kreatif nasional senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku dan iklan rokok telah diatur melalui sejumlah regulasi produk tembakau, diantaranya PP 109/2012 serta ketentuan yang telah diatur secara detil dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Dalam hal ini, penyempitan jam tayang iklan rokok di TV dalam RPP Kesehatan dinilai diskriminatif bagi industri kreatif nasional yang telah mematuhi segala aturan periklanan produk tembakau.
Janoe menegaskan, rencana aturan tersebut meresahkan, memiliki dampak ganda, dan akan menghambat keberlangsungan industri. “Produk tembakau adalah komoditas legal yang memiliki hak untuk berkomunikasi memasarkan produknya dengan target konsumen dewasa. Sehingga pelarangan total iklan dan turunannya untuk produk tembakau tidak hanya menghambat industri tembakau, tetapi juga industri periklanan dan media yang sebetulnya perlu banyak dukungan dari publik,” ujarnya.
Direktur Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Syaifullah Agam menekankan pentingnya jalur komunikasi dengan Kementerian Kesehatan yang sedang menyusun RPP Kesehatan. “Menurut saya penting dibuka jalur komunikasi supaya persoalan yang dikeluhkan dapat didiskusikan,” ucapnya.
Berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725 ribu tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja.
(fjo)