Smart Fisheries Village Dongkrak Ekonomi Masyarakat Desa

Sabtu, 09 Desember 2023 - 15:25 WIB
loading...
Smart Fisheries Village...
Iim Gala Permana memantau perkembangan budidaya ikan Nila di Kampung Nila Kawali. Budidaya ikan Nila dilakukan melakui metode Bioflok dengan memanfaatkan teknologi informasi Foto : Anton C
A A A
CIAMIS - Suasana yang sejuk dan asri menjadi ciri khas kawasan pedesaan. Tak terkecuali di Banjarwaru, Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Hamparan sawah membentang luas laksana permadani hijau. Dengan pohon kelapa yang berjejer rapih dan air sungai yang masih jernih, desa itu kini menjadi salah satu tujuan wisata masyarakat lokal.



Iim Gala Permana terlihat serius mengamati kolam budidaya ikan Nila di Jalan Lingga Kencana, Banjarwaru. Beberapa orang tampak santai bercengkerama di Saung Sawala di sekitar kolam. “Kebetulan saya ditunjuk masyarakat sebagai Ketua Gapokan,”ujarnya. Gapokan merupakan singkatan dari Gabungan Kelompok Perikanan.

Kampung Nila, begitulah kawasan itu kini dikenal, saat ini menjadi salah satu pilot project keberhasilan perikanan budidaya. Dulu, budidaya ikan Nila di kawasan ini dilakukan secara tradisional. Setiap warga yang memiliki kolam budidaya Nila hanya mengelola seadanya. Panen pun dilakukan hanya saat ada pesanan dalam jumlah besar. “Saat ada hajatan, barulah ikan di panen. Bahkan ada yang setahun sekali panen,”ungkapnya.

Empat tahun lalu, Permana memiliki ide untuk mengembangkan budidaya Nila di kawasan itu agar lebih maju lagi. “Bermula dari kebutuhan ikan Nila untuk dijual. Sebelumnya kami dipasok dari Cirata dan Darma, namun sedikit kurang bagus,”ungkapnya. Akhirnya, dia mencoba alternatif lain selain dari Waduk Cirata dan Waduk Darma. “Kami mencoba budidaya di desa ini. Ternyata ikan Nila tak bau tanah karena kualitas air yang bagus,”imbuhnya.

Setahun berselang, permintaan ikan Nila dari desa Kawali pun membludak. Dia pun mengajak warga desa yang memiliki kolam untuk melakukan budidaya ikan Nila. “Sebelumnya warga kebingunan hendak menjual kemana. Namun karena pasarnya sudah ada, muncul semangat,”cetusnya.

Dengan membentuk kelompok, pembudidaya ikan Nila menjadi terorganisir. Tiga tahun lalu, kapasitas panen per kolam hanya mencapai tiga kuintal per tahun. Namun, sejak tahun lalu, produktivitas meningkat empat kali lipat. “Karena didukung program Smart Fisheries Village dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,”tegas Permana.

Dengan adanya Smart Fisheries Village (SFV) kegiatan budidaya ikan Nila menjadi terprogram. “Sekarang panen sudah tiga kuintal per siklus per kolam. Jadi per kolam bisa menghasilkan sembilan kuintal per tahun,bahkan ada yang mencapai 1,2 ton,”paparnya. Dengan jumlah kolam budidaya mencapai 100 kolam, volume ikan Nila yang dihasilkan mencapai 90 ton per tahun. Dengan harga jual di kawasan itu yang mencapai Rp33.000 per kilogram, omzet budidaya ikan Nila di desa Kawali mencapai Rp2,97 miliar per tahun. “Memang sejak ada SFV, kesejahteraan masyarakat meningkat tajam,”lanjutnya.

SFV sendiri merupakan program yang dikembangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP ) untuk memperkuat kemandirian desa berbasis usaha perikanan. SFV mengadopsi teknologi informasi dalam proses produksi perikanan budidaya. Mulai dari praproduksi, produksi, dan setelah produksi menggunakan aplikasi digital yang dapat memonitor perkembangan budidaya. “Untuk memberikan pakan dan menggerakkan kincir air menggunakan aplikasi digital sehingga terukur dan bisa dimonitor secara real time,”ujar Permana. Dengan menggunakan metode Bioflok, produktivitas buidaya ikan Nila meningkat tajam.

Para pelaku budidaya ikan Nila di desa itu mendapatkan beragan pelatihan dari KKP. Mulai dari pemanfaatan teknologi informasi, pengolahan, hingga manajemen pemasaran. “Sekarang juga ada kelompok pengolah dan pemasar,”ujarnya.

Meningkatnya permintaan pasar terhadap komoditas ikan Nila membuat para pembudidaya di Kampung Nila kuwalahan. Permana dan warga desa pun berinisiatif untuk menjalin kemitraan dengan melibatkan pemilik kolam di lima kecamatan lainnya. Diantaranya, Panawangan, Panjalu, Panumbangan, Raja Desa, dan Pamarican. “Jika di total dengan mitra, sekarang ada 300 kolam, setara lima hektare,”kata Permana. Para mitra tersebut juga menerapkan konsep Desa Perikanan Cerdas yang digagas KKP. “Mereka juga mendapatkan pelatihan seperti kami, khususnya untuk penguatan sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi,”sebut Permana. Dengan ekosistem yang kuat karena dukungan KKP, Permana dan warga Kampung Nila berharap budidaya ikan Nilai di kawasan itu juga bisa memenuhi kebutuhan kawasan lainnya.

Eri Sobari, pemilik restoran di jalan raya Baregbeg Ciamis mengungkapkan, dirinya mengandalkan pasokan ikan Nila dari Kampung Nila Kawali. “Semua dipasok dari Kawali, tidak ada dari kawasan lain,”katanya. Dia pun berharap budidaya ikan Nila di daerah itu terus meningkat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. “Peminatnya banyak dan setiap hari selalu habis,”ungkapnya.

Sekda Kabupaten Ciamis Tatang saat pertemuan lapangan SFV mengatakan, SFV Desa Kawali merupakan pilot project untuk mencapai kemandirian ekonomi masyarakat. Hadirnya SFV Kampung Nila Kawali mampu mendongkrak pendapatan warga masyarakat yang terlibat dalam sektor perikanan.

Pemkab Ciamis berharap agar Kampung Nila Kawali bisa menjadi contoh pengembangan ekonomi di desa-desa lainnya. Tatang pun menyampaikan apresiasinya kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), juga Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan ((BRSDMKP)) yang mendukung pengembangan SFV Kawali. “Atas dukungan dan bantuan yang diberikan, masyarakat mampu meningkatkan perekonomian di bidang perikanan,”tegasnya.

Pengembangan perikanan budidaya di Indonesia telah dilakukan melalui program-program inovatif yang dicanangkan oleh KKP. Diantaranya melalui minapolitan, industrialisasi, dan ekonomi biru (blue economy). Penerapan konsep pembangunan kelautan dan perikanan yang berbasis ekonomi biru merupakan langkah strategis dalam pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan. Konsepsi ekonomi biru bertujuan untuk menciptakan industri yang ramah lingkungan, sehingga bisa tercipta pengelolaan sumberdaya alam yang lestari dan berkelanjutan. Pendekatan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan, terintegrasi, dan dapat meningkatkan sosial ekonomi masyarakat.

KKP menyebut, potensi perikanan budidaya di Indonesia sangat besar. Produksi perikanan budidaya di tahun 2022 mencapai 16,87 juta ton, lebih besar dari produksi perikanan tangkap yang mencapai 7,9 juta ton. Produksi perikanan budidaya hingga akhir tahun ini diproyeksikan bisa menembus 21,58 juta ton. KKP terus mendorong agar hilirisasi sektor perikanan budidaya dalam negeri bisa terus digenjot. Langkah tersebut dimaksudkan untuk memperkuat ekspor produk perikanan budidaya Indonesia ke pasar global.


Mengakselerasi Ekonomi Nasional

Program Smart Fisheries Village (SFV) atau Desa Perikanan Cerdas merupakan Program KKP untuk menghadirkan suatu kawasan perikanan yang memiliki komoditas unggulan menjadi desa perikanan yang terintegrasi dengan mensinergikan riset dan teknologi dengan peningkatan sumber daya manusia. Tujuan dari progam SFV adalah sebagai strategi dalam mengatasi kesenjangan antara kawasan perkotaan dan pedesaan terutama dalam wilayah perikanan yang sering dinilai tidak sejahtera. Selain itu, SFV digunakan untuk mendukung implementasi program prioritas berbasis ekonomi biru.

Saat ini, program yang dirintis Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono sejak 2022 itu berada di 10 lokasi berbasis desa dan 12 lokasi berbasis UPT yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia. SFV berbasis desa diantaranya di Desa Mangunegara, Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dengan komoditas utama Nila. Di Jawa Timur ada di Desa Sumberdodol, Panekan, Kabupaten Magetan, Sedangkan di Jawa Barat ada di Desa Kawali, Kabupaten Ciamis, dengan komoditas utama Nila dan Nilem.

Untuk mengakselerasi pengembangan SFV, BRSDMKP terus memperkuat kolaborasi dengan mitra kerja sama. "Intervensi teknologi yang tepat guna untuk pengembangan SFV menjadi salah satu poin penting yang akan terus kita perkuat," tegas Kepala BRSDMKP I Nyoman Radiarta.

SFV akan difokuskan pada tatanan sosial dan kelembagaan. Sehingga mampu meningkatkan daya saing dan kualitas SDM di pedesaan. Diharapkan, SFV dapat tumbuh sebagai penggerak perekonomian desa. “Kita akan terus dorong agar dengan konsep pengembangan tersebut, SFV benar-benar menjadi pengungkit ekonomi dan kemandirian desa” ujar Nyoman.

Desa Perikanan Cerdas yang di implementasikan melalui SFV merupakan konsep pembangunan desa perikanan berbasis penerapan teknologi informasi komunikasi dan manajemen tepat guna berkelanjutan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat desa. SFV berbasis pada penerapan benih unggul, teknologi informasi komunikasi dan manajemen tepat guna, serta keberlanjutan yang diharapkan dapat memberikan pengungkit pembangunan desa ke depan. Konsep ini mengubah desa perikanan dari kesan termarjinalkan menjadi lebih maju dan tertata dengan baik.

SFV menjadi tempat peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) kelautan dan perikanan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan inkubasi bisnis, yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi. Sebagai contoh, SFV bisa menjadi tempat praktik bagi para peserta didik, bisa juga menjadi tempat pelatihan bagi masyarakat. Para pelaku usaha mendapat pendampingan dari para penyuluh perikanan di daerahnya. Program SFV diyakini akan mengubah wajah kampung perikanan menjadi lebih berdaya saing karena kegiatan ekonomi di dalamnya menjadi lebih beragam. Seperti adanya spot wisata hingga produksi produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

KKP melalui BRSDMKP terus mengembangkan SFV. Pengembangan SFV tidak hanya dilakukan secara fisik, namun juga pada tatanan sosial dan kelembagaannya sehingga daya saing desa meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas SDM. Melalui program ini, BRSDM menargetkan peningkatan ekonomi masyarakat, serta kegiatan produksi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam Rakornas KKP di Nusa Dua Bali pada 7 Desember 2023 meminta pemerintah daerah menggandeng perguruan tinggi untuk melakukan riset untuk mewujudkan pakan perikanan budidaya yang terjangkau.

“Kita baru bisa pembesaran tapi tidak efisien. Karena pakan 100% masih impor,” tegasnya. Untuk itu, KKP terus mendorong para stakeholder untuk meningkatkan daya saing. KKP telah menetapkan lima komoditas unggulan di sektor perikanan budidaya yakni udang, rumput laut, nila, lobster dan kepiting. Lima komoditas itu menjadi idola di pasar global. Menteri Trenggono mengungkapkan, pada 2022, nilai produk makanan laut global menembus USD338,47 miliar. Pada 2030 nilainya diproyeksikan menjadi USD730,28 miliar. KKP mencatat Indonesia memiliki potensi kawasan budidaya sekitar 17,91 juta hektare. Terdiri dari 2,96 juta hektare air payau, 2,83 juta hektare air tawar, dan 12,12 juta hektare air laut.

Saat ini, pemanfaatan lahan budidaya rata-rata sekitar 6% dari potensi itu. Untuk mendorong peningkatan kualitas kampung nelayan dan kampung pembudidaya, KKP akan terus mendorong peningkatan kampung nelayan dan kampung budidaya sebagai sentra penggerak ekonomi yang memiliki daya ungkit terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Pengamat Maritim dari Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas Strategic Center (ISC) Marcellus Hakeng Jayawibawa mengatakan, meskipun bukan wilayah kepulauan, Jawa Barat memiliki peran strategis yang signifikan dalam perekonomian nasional, terutama dalam konteks ekonomi kemaritiman. “Jawa Barat memiliki warisan panjang dalam sektor perikanan.”katanya.

Selain menjadi salah satu kawasan penghasil utama ikan dan makanan laut, Jawa Barat juga memiliki industri akuakultur yang sedang berkembang. Dia menyebutkan, pada 2020, total produksi budidaya perikanan di Jawa Barat mencapai 187.180 ton, dengan produk utama udang, nila, dan bandeng.



Untuk mengoptimalkan potensi perikanan Jawa Barat, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam program ekonomi maritim harus menjadi fokus. Sinergi meliputi dukungan finansial, perlindungan lingkungan, peningkatan konektivitas infrastruktur, serta investasi. "Potensi kemaritiman Jawa Barat adalah aset berharga yang harus dikelola dengan baik untuk mendukung visi pembangunan Indonesia menuju Indonesia Emas tahun 2045," tegasnya.

(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1332 seconds (0.1#10.140)