Generasi Muda Harus Total Football Cegah Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pada 2045, Indonesia akan memasuki usia emas karena genap berusia 100 tahun. Pada tahun itu, generasi saat ini yang tengah mengenyam pendidikan sekolah menengah dan pendidikan tinggi sekaligus sebagai bonus demografi , akan menjadi pengambil keputusan strategis di berbagai level kepemimpinan dan berbagai sektor. Mereka adalah generasi emas yang tengah dipersiapkan memimpin Indonesia Emas 2045.
“Generasi saat ini harus total football untuk bergerak mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui kolaborasi dengan berbagai bidang keahlian dan sektor kegiatan,” kata Prof. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup periode 1978-1993, dikutip Sabtu (16/12/2023).
Emil Salim, menyampaikan agar generasi saat ini untuk menjaga keberlanjutan Indonesia pada 2045 dan seterusnya. Dan mengajak seluruh elemen untuk berkontribusi signifikan dalam komitmen Indonesia menjalankan program mitigasi dan adaptasi dengan berkolaborasi bersama pemerintah, dunia usaha, pendidikan dan civil society lainnya. Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan.
Sementara itu, Amelia Farina Salim, Ketua Yayasan Emil Salim Institute, menambahkan, fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan bertambahnya tingkat keparahan dan perluasan kejadian ekstrem sebagai akibat dari pemanasan global. Perubahan iklim yang terjadi saat ini merupakan suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Selain itu, pada masa mendatang diprediksi bahwa fenomena perubahan iklim seperti gelombang panas, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, dan badai akan semakin meningkat frekuensinya dan semakin meluas seiring dengan berjalannya waktu. Dunia dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dan risiko perubahan iklim oleh berbagai sektor,” ujar Amelia.
President Director Emil Salim Institute, E. Kurniawan Padma, melengkapi, bahwa energi memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi emisi GRK sebagai penyebab perubaha iklim tersebut. International Energy Agency (2020) melaporkan bahwa pada tahun 2019, sektor energi menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 37 GtCO2e secara global.
Dari jumlah tersebut, kata dia, pembakaran bahan bakar menghasilkan sebesar 34 GtCO2e atau 40% dari total emisi GRK di seluruh dunia. Gangguan terhadap sektor energi tersebut tentu saja akan menurunkan tingkat ketahanan energi suatu negara.
“Di sisi lain, ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan perwujudan Sustainable Development Goals (SDG) Tujuan 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih untuk semua generasi baik saat ini maupun akan datang. Pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam setempat akan menciptakan ketahanan ekonomi melalui ketersediaan energi yang berkelanjutan,” terangnya.
Rosdinal Salim, Panitia Pengarah ICCF 1 2024, mengungkapkan forum ini menjadi ruang yang strategis untuk memberikan pemahaman terkait isu-isu perubahan iklim dan akhirnya dari pemahaman bersama yang dimiliki akan dihasilkan kesepakatan bersama sebagai upaya nyata dalam melakukan pengurangan resiko perubahan iklim.
“Generasi saat ini harus total football untuk bergerak mencegah dan beradaptasi dengan perubahan iklim melalui kolaborasi dengan berbagai bidang keahlian dan sektor kegiatan,” kata Prof. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup periode 1978-1993, dikutip Sabtu (16/12/2023).
Emil Salim, menyampaikan agar generasi saat ini untuk menjaga keberlanjutan Indonesia pada 2045 dan seterusnya. Dan mengajak seluruh elemen untuk berkontribusi signifikan dalam komitmen Indonesia menjalankan program mitigasi dan adaptasi dengan berkolaborasi bersama pemerintah, dunia usaha, pendidikan dan civil society lainnya. Mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk dapat melakukan mitigasi dan adaptasi di tengah perubahan iklim menjadi tugas besar yang harus diselesaikan.
Sementara itu, Amelia Farina Salim, Ketua Yayasan Emil Salim Institute, menambahkan, fenomena perubahan iklim semakin menunjukkan bertambahnya tingkat keparahan dan perluasan kejadian ekstrem sebagai akibat dari pemanasan global. Perubahan iklim yang terjadi saat ini merupakan suatu fenomena baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.
“Selain itu, pada masa mendatang diprediksi bahwa fenomena perubahan iklim seperti gelombang panas, curah hujan yang berlebihan, kekeringan, dan badai akan semakin meningkat frekuensinya dan semakin meluas seiring dengan berjalannya waktu. Dunia dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengurangi tingkat keparahan dan risiko perubahan iklim oleh berbagai sektor,” ujar Amelia.
President Director Emil Salim Institute, E. Kurniawan Padma, melengkapi, bahwa energi memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengurangi emisi GRK sebagai penyebab perubaha iklim tersebut. International Energy Agency (2020) melaporkan bahwa pada tahun 2019, sektor energi menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) sekitar 37 GtCO2e secara global.
Dari jumlah tersebut, kata dia, pembakaran bahan bakar menghasilkan sebesar 34 GtCO2e atau 40% dari total emisi GRK di seluruh dunia. Gangguan terhadap sektor energi tersebut tentu saja akan menurunkan tingkat ketahanan energi suatu negara.
“Di sisi lain, ketahanan energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan perwujudan Sustainable Development Goals (SDG) Tujuan 7 yaitu energi yang terjangkau dan bersih untuk semua generasi baik saat ini maupun akan datang. Pemanfaatan energi bersih berbasis sumber daya alam setempat akan menciptakan ketahanan ekonomi melalui ketersediaan energi yang berkelanjutan,” terangnya.
Rosdinal Salim, Panitia Pengarah ICCF 1 2024, mengungkapkan forum ini menjadi ruang yang strategis untuk memberikan pemahaman terkait isu-isu perubahan iklim dan akhirnya dari pemahaman bersama yang dimiliki akan dihasilkan kesepakatan bersama sebagai upaya nyata dalam melakukan pengurangan resiko perubahan iklim.