Apindo: Permasalahan Truk ODOL Tidak Bisa Dituntaskan Seketika dan Sekaligus
loading...
A
A
A
JAKARTA - Permasalahan Over Dimension Overload (ODOL) tidak mungkin bisa diselesaikan seketika dan sekaligus. Pemberlakukan Zero ODOL ini juga tidak bisa hanya terfokus di daerah-daerah tertentu saja, tapi harus secara nasional.
“ODOL ini tidak bisa dituntaskan seketika dan sekaligus. Artinya, tidak bisa ditentukan waktunya harus mulai besok atau tanggal 1 Februari atau tahun sekian. Selain itu, seluruh Indonesia juga arus comply,” ujar Ketua Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) , Ivan Kamadjaja.
Dia mengatakan, untuk membebaskan ODOL ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah. “Pas beli truknya saja harus indent, nunggu dulu karena truknya nggak available. Belum lagi desain dan teknologi masing-masing truknya juga berbeda-beda. Truk untuk mengangkut semen, baja, kelapa sawit, air, dan lain-lain itu nggak sama, harus dibuatkan sesuai dengan kebutuhan mereka,” tukasnya.
Belum lagi yang terkait dengan stakeholder yang hampir semua mengaku berkontribusi terhadap ODOL, mulai dari pemilik barang, pengusaha truk, perusahaan ban, karoseri, dan juga termasuk dari Dinas PU dan Perhubungan. Hal itu diakui para stakeholder dalam beberapa kali rapat yang diadakan Kementerian Perhubungan (kemenhub) dengan para stakeholder.
“Jadi, karena begitu complicated-nya masalah ODOL ini, sehingga kalau hanya satu saja misalnya hanya pengusaha truknya saja atau pemilik barang saja atau karoseri saja yang mau comply, Zero ODOL nggak akan jalan,” ucapnya.
Dia mengusulkan, agar semua permasalahan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu di semua instansi terkait. Sedangkan untuk industri, dia mengusulkan agar penerapan Zero ODOL ini dilakukan secara bertahap. Misalnya untuk 5 sektor komoditi dulu yang memang benar-benar sudah siap menjalankan Zero ODOL.
“Tapi harus ada kesepakatan dengan para industrinya juga bahwa mereka memang benar-benar sudah comply untuk menerapkannya. Kemudian tahap berikutnya dilakukan lagi terhadap 5 sektor lainnya, dan seterusnya hingga Zero ODOL ini bisa diterapkan dengan baik, dan itu juga harus secara nasional,” katanya.
Jika itu bisa dilakukan, menurut Ivan, akan tercipta level playing field atau pemerataan dan rasa keadilan. Sebelumnya, Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU, mengatakan, harus ada kesepakatan politik dari stakeholders terkait dalam memutuskan kebijakan Zero ODOL. Hal itu disebabkan karena masalah ODOL itu tidak hanya terkait dengan jalan saja.
“Jadi, kalau saya melihat ini harus ada kesepakatan politik dari stakeholder yang terkait. Karena ODOL itu tidak terkait hanya jalan saja, tidak terkait dengan perindustrian saja, produksi truk saja, tidak terkait dengan kementerian perhubungan saja, tidak terkait dengan kepolisian saja, tidak terkait dengan pengusaha saja, tapi ada banyak yang terkait,” ujarnya.
Kalau banyak pihak yang terkait, menurut Wimpy, kebijakan Zero ODOL ini pasti ada penolakan karena hanya ditetapkan oleh satu instansi saja yaitu Kementerian Perhubungan. “Jadi, menurut saya harus ada kesepakatan politik, maunya apa dan kapan waktu pelaksanaannya yang tepat,” katanya.
Buktinya, kata Wimpy, Zero ODOL ini selalu gagal untuk dilaksanakan. Memang lanjutnya, Zero ODOL ini harus dimulai. “Tapi, tentu harus memenuhi rasa keadilan untuk pengusaha dan yang lainnya,” tukasnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah terlebih dulu membuat grand skenario kebijakan Zero ODOL ini sebelum kemudian disosialisasikan. “Dibuat dulu seperti apa, baru disosialisasikan. Jadi, pelaksanaannya juga harus bertahap,” ujarnya.
Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan juga mengakui pemberantasan ODOL bukan perkara mudah dan untuk menyelesaikannya harus melibatkan semua stakeholder terkait.
“Kalau mau selesaikan ODOL secara komprehensif kami dikumpulkan. Kami bertiga pasti tidak akan mampu karena ujungnya di Kemendag dan Kemenperin,” kata Basuki.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga menjelaskan, bahwa permasalahan truk ODOL harus diselesaikan bersama. Dia menegaskan, Kemenhub tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah ini sendiri karena ada pihak-pihak terkait yang harus ikut mencari solusi.
”Penyelesaian ODOL di Indonesia bukan perkara mudah karena itu harus diselesaikan secara bersama,” katanya.
“ODOL ini tidak bisa dituntaskan seketika dan sekaligus. Artinya, tidak bisa ditentukan waktunya harus mulai besok atau tanggal 1 Februari atau tahun sekian. Selain itu, seluruh Indonesia juga arus comply,” ujar Ketua Komite Perhubungan Darat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) , Ivan Kamadjaja.
Dia mengatakan, untuk membebaskan ODOL ini bukan merupakan pekerjaan yang mudah. “Pas beli truknya saja harus indent, nunggu dulu karena truknya nggak available. Belum lagi desain dan teknologi masing-masing truknya juga berbeda-beda. Truk untuk mengangkut semen, baja, kelapa sawit, air, dan lain-lain itu nggak sama, harus dibuatkan sesuai dengan kebutuhan mereka,” tukasnya.
Belum lagi yang terkait dengan stakeholder yang hampir semua mengaku berkontribusi terhadap ODOL, mulai dari pemilik barang, pengusaha truk, perusahaan ban, karoseri, dan juga termasuk dari Dinas PU dan Perhubungan. Hal itu diakui para stakeholder dalam beberapa kali rapat yang diadakan Kementerian Perhubungan (kemenhub) dengan para stakeholder.
“Jadi, karena begitu complicated-nya masalah ODOL ini, sehingga kalau hanya satu saja misalnya hanya pengusaha truknya saja atau pemilik barang saja atau karoseri saja yang mau comply, Zero ODOL nggak akan jalan,” ucapnya.
Dia mengusulkan, agar semua permasalahan tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu di semua instansi terkait. Sedangkan untuk industri, dia mengusulkan agar penerapan Zero ODOL ini dilakukan secara bertahap. Misalnya untuk 5 sektor komoditi dulu yang memang benar-benar sudah siap menjalankan Zero ODOL.
“Tapi harus ada kesepakatan dengan para industrinya juga bahwa mereka memang benar-benar sudah comply untuk menerapkannya. Kemudian tahap berikutnya dilakukan lagi terhadap 5 sektor lainnya, dan seterusnya hingga Zero ODOL ini bisa diterapkan dengan baik, dan itu juga harus secara nasional,” katanya.
Jika itu bisa dilakukan, menurut Ivan, akan tercipta level playing field atau pemerataan dan rasa keadilan. Sebelumnya, Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Prof. Ir. Wimpy Santosa, Ph.D., IPU, mengatakan, harus ada kesepakatan politik dari stakeholders terkait dalam memutuskan kebijakan Zero ODOL. Hal itu disebabkan karena masalah ODOL itu tidak hanya terkait dengan jalan saja.
“Jadi, kalau saya melihat ini harus ada kesepakatan politik dari stakeholder yang terkait. Karena ODOL itu tidak terkait hanya jalan saja, tidak terkait dengan perindustrian saja, produksi truk saja, tidak terkait dengan kementerian perhubungan saja, tidak terkait dengan kepolisian saja, tidak terkait dengan pengusaha saja, tapi ada banyak yang terkait,” ujarnya.
Kalau banyak pihak yang terkait, menurut Wimpy, kebijakan Zero ODOL ini pasti ada penolakan karena hanya ditetapkan oleh satu instansi saja yaitu Kementerian Perhubungan. “Jadi, menurut saya harus ada kesepakatan politik, maunya apa dan kapan waktu pelaksanaannya yang tepat,” katanya.
Buktinya, kata Wimpy, Zero ODOL ini selalu gagal untuk dilaksanakan. Memang lanjutnya, Zero ODOL ini harus dimulai. “Tapi, tentu harus memenuhi rasa keadilan untuk pengusaha dan yang lainnya,” tukasnya.
Dia pun menyarankan agar pemerintah terlebih dulu membuat grand skenario kebijakan Zero ODOL ini sebelum kemudian disosialisasikan. “Dibuat dulu seperti apa, baru disosialisasikan. Jadi, pelaksanaannya juga harus bertahap,” ujarnya.
Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan juga mengakui pemberantasan ODOL bukan perkara mudah dan untuk menyelesaikannya harus melibatkan semua stakeholder terkait.
“Kalau mau selesaikan ODOL secara komprehensif kami dikumpulkan. Kami bertiga pasti tidak akan mampu karena ujungnya di Kemendag dan Kemenperin,” kata Basuki.
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga menjelaskan, bahwa permasalahan truk ODOL harus diselesaikan bersama. Dia menegaskan, Kemenhub tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah ini sendiri karena ada pihak-pihak terkait yang harus ikut mencari solusi.
”Penyelesaian ODOL di Indonesia bukan perkara mudah karena itu harus diselesaikan secara bersama,” katanya.
(akr)