Merespons Tantangan Ekonomi Ramadhan
loading...
A
A
A
Berkaca dari tahun-tahun lalu, pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowi, memang mampu menjinakkan inflasi dalam periode Ramadan hingga Lebaran. Misalnya pada tahun lalu, inflasi pada Mei dan Juni masing-masing 0,68% dan 0,55%. Dengan begitu, secara akumulatif, inflasi dalam periode bulan suci sampai hari raya mencapai 0,615%.
Akan tetapi, ada catatan terhadap harga gula pasir yang rata-rata di kisaran Rp 18 ribu/kg. Padahal, harga di level konsumen harusnya Rp 12.500/kg. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menuntaskan permasalahan ini.
Salah satu langkah adalah memastikan pasokan tersedia maksimal. Alasan Kementerian Perdagangan berupa pergeseran musim giling hingga gula impor yang belum masuk harus dicari jalan keluar.
Penulis menilai koordinasi antar kementerian harus diperbaiki. Kemendag perlu meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan kementerian/lembaga lain demi mengurai kekusutan ini.
Tidak hanya itu, Kemendag juga mesti tegas kepada importir. Apabila mereka sengaja memperlambat importasi demi menaikkan harga di pasaran, maka izin impor jangan diberikan lagi!
Selain gula pasir, harga bawang merah juga mengalami kenaikan belasan hingga puluhan persen. Padahal, harga ideal komoditas ini di level konsumen Rp 32 ribu/kg. Perlu diinvestigasi, apakah kenaikan harga bawang merah akibat penerapan PSBB di sejumlah daerah sehingga distribusi terganggu? Atau ada masalah lain?
Untuk itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus segera bertindak mengurai permasalahan tersebut. Apalagi, Presiden sudah meminta agar bahan-bahan pokok tersedia. Tidak semata-mata ada, tetapi juga harga harus dapat dijangkau oleh masyarakat.
Efek larangan mudik
Bersamaan dengan 1 Ramadhan 1441 Hijiriyah, pemerintah juga memulai larangan mudik Lebaran. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Efek dari penerapan aturan itu memang tidak sedikit. Asosiasi Pengusaha Indonesia atawa Apindo mencatat tahun lalu ada perputaran uang Rp 10,3 triliun dari kawasan Jabodetabek ke daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Kendati demikian, Apindo mendukung penuh keputusan itu mengingat semakin cepat wabah Covid-19 pulih, semakin lekas pula pemulihan perekonomian.
Akan tetapi, ada catatan terhadap harga gula pasir yang rata-rata di kisaran Rp 18 ribu/kg. Padahal, harga di level konsumen harusnya Rp 12.500/kg. Oleh karena itu, pemerintah harus segera menuntaskan permasalahan ini.
Salah satu langkah adalah memastikan pasokan tersedia maksimal. Alasan Kementerian Perdagangan berupa pergeseran musim giling hingga gula impor yang belum masuk harus dicari jalan keluar.
Penulis menilai koordinasi antar kementerian harus diperbaiki. Kemendag perlu meningkatkan sinergi dan koordinasi dengan kementerian/lembaga lain demi mengurai kekusutan ini.
Tidak hanya itu, Kemendag juga mesti tegas kepada importir. Apabila mereka sengaja memperlambat importasi demi menaikkan harga di pasaran, maka izin impor jangan diberikan lagi!
Selain gula pasir, harga bawang merah juga mengalami kenaikan belasan hingga puluhan persen. Padahal, harga ideal komoditas ini di level konsumen Rp 32 ribu/kg. Perlu diinvestigasi, apakah kenaikan harga bawang merah akibat penerapan PSBB di sejumlah daerah sehingga distribusi terganggu? Atau ada masalah lain?
Untuk itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus segera bertindak mengurai permasalahan tersebut. Apalagi, Presiden sudah meminta agar bahan-bahan pokok tersedia. Tidak semata-mata ada, tetapi juga harga harus dapat dijangkau oleh masyarakat.
Efek larangan mudik
Bersamaan dengan 1 Ramadhan 1441 Hijiriyah, pemerintah juga memulai larangan mudik Lebaran. Dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Efek dari penerapan aturan itu memang tidak sedikit. Asosiasi Pengusaha Indonesia atawa Apindo mencatat tahun lalu ada perputaran uang Rp 10,3 triliun dari kawasan Jabodetabek ke daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Kendati demikian, Apindo mendukung penuh keputusan itu mengingat semakin cepat wabah Covid-19 pulih, semakin lekas pula pemulihan perekonomian.