Merespons Tantangan Ekonomi Ramadhan
loading...
A
A
A
OLEH: WILLIAM HENLEY (FOUNDER INDOSTERLING GROUP) JAKARTA - "Tidak ada kemarakan di jalanan. Ruang masjid pun berada dalam keadaan sepi. Suasana Ramadhan yang berbeda dari tahun-tahun lalu, tapi kita jalani dengan penuh rasa syukur oleh kesempatan yang lebih lapang untuk beribadah."
Rangkaian kata demi kata di atas tertera di akun Twitter resmi Presiden Republik Indonesia atau yang akrab disapa Jokowi (@jokowi) pada Jumat, 24 April 2020. Ya, hari itu merupakan hari pertama bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di tanah air, menjalankan ibadah pada bulan suci tersebut.
Namun, sebagaimana dituliskan presiden, Ramadhan tahun ini memang berbeda. Keberadaan wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah menghadirkan sesuatu lain dalam berbagai lini kehidupan. Kendati demikian, denyut perekonomian tetap terasa jelang dan saat bulan suci ini.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya membendung penyebaran virus corona di sejumlah daerah tidak serta merta menghentikan geliat ekonomi. Transaksi jual beli dalam skala mikro hingga makro tampak begitu riil.
Lalu, bagaimana memotret Ramadhan tahun ini? Seperti apa langkah yang perlu dilakukan pemerintah demi menjamin ketenangan masyarakat selama bulan suci dari sisi perekonomian?
Jaga inflasi
Pandemi Covid-19 masih menjadi perhatian masyarakat global. Menurut situs www.worldometers.info/coronavirus/ hingga Minggu, 26 April 2020, 02:31 GMT, sudah ada 2.921.201 kasus di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sebanyak 203.289 meninggal dan 836.969 sembuh.
Di Indonesia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat kasus terkonfirmasi sebanyak 8.607 di mana 1.042 sembuh dan 720 meninggal. Gugus Tugas juga melaporkan ada 206.911 orang dalam pemantauan (ODP) dan 19.084 pasien dalam pengawasan (PDP).
Pandemi Covid-19 pun mewarnai Ramadhan tahun ini. Tidak hanya dari sisi keagamaan, melainkan juga perekonomian. Seperti yang sudah-sudah, terlihat di pasar modern maupun pasar tradisional, lonjakan harga sejumlah komoditas pangan pokok. Mulai dari beras hingga gula pasir.
Yap, indeks harga konsumen atau inflasi harus diwaspadai benar oleh pemerintah. Sebab, hukum ekonomi berlaku di masa-masa bulan suci, yaitu permintaan lebih besar ketimbang penawaran. Akibat yang timbul adalah kenaikan harga.
Rangkaian kata demi kata di atas tertera di akun Twitter resmi Presiden Republik Indonesia atau yang akrab disapa Jokowi (@jokowi) pada Jumat, 24 April 2020. Ya, hari itu merupakan hari pertama bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di tanah air, menjalankan ibadah pada bulan suci tersebut.
Namun, sebagaimana dituliskan presiden, Ramadhan tahun ini memang berbeda. Keberadaan wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah menghadirkan sesuatu lain dalam berbagai lini kehidupan. Kendati demikian, denyut perekonomian tetap terasa jelang dan saat bulan suci ini.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya membendung penyebaran virus corona di sejumlah daerah tidak serta merta menghentikan geliat ekonomi. Transaksi jual beli dalam skala mikro hingga makro tampak begitu riil.
Lalu, bagaimana memotret Ramadhan tahun ini? Seperti apa langkah yang perlu dilakukan pemerintah demi menjamin ketenangan masyarakat selama bulan suci dari sisi perekonomian?
Jaga inflasi
Pandemi Covid-19 masih menjadi perhatian masyarakat global. Menurut situs www.worldometers.info/coronavirus/ hingga Minggu, 26 April 2020, 02:31 GMT, sudah ada 2.921.201 kasus di seluruh dunia. Dari jumlah itu, sebanyak 203.289 meninggal dan 836.969 sembuh.
Di Indonesia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat kasus terkonfirmasi sebanyak 8.607 di mana 1.042 sembuh dan 720 meninggal. Gugus Tugas juga melaporkan ada 206.911 orang dalam pemantauan (ODP) dan 19.084 pasien dalam pengawasan (PDP).
Pandemi Covid-19 pun mewarnai Ramadhan tahun ini. Tidak hanya dari sisi keagamaan, melainkan juga perekonomian. Seperti yang sudah-sudah, terlihat di pasar modern maupun pasar tradisional, lonjakan harga sejumlah komoditas pangan pokok. Mulai dari beras hingga gula pasir.
Yap, indeks harga konsumen atau inflasi harus diwaspadai benar oleh pemerintah. Sebab, hukum ekonomi berlaku di masa-masa bulan suci, yaitu permintaan lebih besar ketimbang penawaran. Akibat yang timbul adalah kenaikan harga.