Jadi Korban Nikel Indonesia, Perusahaan Swiss Tutup Tambang di Kaledonia Baru

Selasa, 13 Februari 2024 - 15:34 WIB
loading...
Jadi Korban Nikel Indonesia,...
Anjloknya harga akibat banjir pasokan nikel Indonesia membuat sejumlah perusahaan tambang di dunia terpaksa menutup operasinya. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Perusahaan pertambangan asal Swiss, Glencore, berencana menghentikan produksi dan menjual sahamnya di operasi nikel Koniambo di Kaledonia Baru. Banjir nikel dari Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu alasan perusahaan berencana menutup operasinya.

Diketahui, harga acuan nikel telah anjlok 46% sejak awal tahun 2023 menjadi sekitar USD16.000 per ton akibat lonjakan pasokan dari Indonesia. Merosotnya harga logam, komponen baja tahan karat dan baterai mobil listrik itu menjadikan operasi tambang di Kaledonia Baru, serta beberapa wilayah lain di dunia tidak lagi menguntungkan.



Perusahaan pertambangan Swiss tersebut mengatakan pada Senin (12/2) lalu bahwa pihaknya akan mencari mitra industri baru untuk tambang nikel dan pabrik pengolahannya di wilayah Perancis ketika perusahaan tersebut menutup operasinya dengan rencana untuk segera dibuka kembali jika ada pendukung keuangan baru yang ditemukan.

Keputusan tersebut merupakan pukulan terhadap upaya pemerintah Perancis untuk menyusun paket penyelamatan bagi industri nikel Kaledonia Baru, yang merupakan pendorong utama lapangan kerja di wilayah Pasifik selatan yang menyumbang 7% dari output perekonomiannya.

Glencore, yang memiliki 49% saham Koniambo Nickel SAS (KNS), mengatakan biaya operasional yang tinggi dan kondisi pasar yang lemah membuat operasi tidak menguntungkan, bahkan memperhitungkan usulan bantuan pemerintah Perancis.

"Glencore mengapresiasi upaya pemerintah Prancis untuk merevitalisasi dan menyelamatkan industri nikel di Kaledonia Baru. Namun, bahkan dengan bantuan yang diusulkan, KNS tetap merupakan operasi yang tidak berkelanjutan dan Glencore tidak dapat membenarkan terus mendanai kerugian yang merugikan pemegang sahamnya," ungkap perusahaan seperti dilansir Financial Times, Selasa (13/2/2024).

Pemerintah Prancis menyatakan telah menawarkan bantuan senilai 200 juta euro untuk KNS, termasuk 60 juta euro subsidi untuk harga energi yang tinggi dan pinjaman 100 juta euro. Namun, Pemerintah Prancis juga meminta pemegang saham di perusahaan pertambangan tersebut untuk berbuat lebih banyak.

"Sekarang terserah kepada pemegang saham untuk mengambil tanggung jawab mereka," kata Menteri Perekonomian Bruno Le Maire kepada anggota parlemen Prancis pada awal Februari.



Prancis kini terlibat sepenuhnya dalam upaya membantu KNS menemukan investor baru, kata seorang pejabat di kementerian perekonomian Perancis pada hari Senin. Namun mereka menambahkan bahwa lokasi tersebut perlu mengembangkan sarana agar lebih menguntungkan, dan bahwa negara tidak dapat menggantikan para pemain industri.

"Industri ini strategis bagi Kaledonia Baru dan dapat memainkan peran di masa depan bagi pasokan strategis Eropa," kata pejabat tersebut.

Paris sedang mencoba membujuk politisi lokal untuk menandatangani "pakta nikel" yang mencakup pelonggaran serangkaian kuota dan pembatasan lokal terkait ekspor bijih nikel mentah dan mengubahnya menjadi produk jadi di lokasi, yang menurut Paris akan membantu profitabilitas. Prancis menyatakan pemerintah juga akan mengeluarkan dana untuk meningkatkan infrastruktur energi.

Pedagang komoditas saingannya Trafigura dan grup pertambangan Perancis Eramet, yang memiliki saham di tambang nikel dan fasilitas pemrosesan di Kaledonia Baru, menghadapi tantangan serupa dengan Glencore karena operasi mereka menghabiskan banyak uang.

Glencore, yang tidak pernah memperoleh keuntungan meskipun telah menggelontorkan lebih dari USD4 miliar ke KNS sejak tahun 2013, akan mempertahankan karyawannya selama enam bulan. Selama waktu tersebut, tungku di pabrik nikel akan tetap dalam kondisi panas sehingga sewaktu-waktu dapat kembali beroperasi dengan cepat. Secara keseluruhan ada sekitar 1.300 orang yang dipekerjakan di lokasi tersebut.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1382 seconds (0.1#10.140)