Jelang Ramadan, Gapmmi: Industri Butuh Impor Garam dan Beras Pecah Kulit

Senin, 19 Februari 2024 - 15:20 WIB
loading...
Jelang Ramadan, Gapmmi: Industri Butuh Impor Garam dan Beras Pecah Kulit
Industri makanan-minuman meminta persetujuan untuk mengimpor garam dan beras pecah kulit jelang Ramadan. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi) memperkirakan Indonesia membutuhkan impor 400.000-500.000 ton garam menjelang Ramadan tahun ini. Industri makanan menurutnya juga butuh mengimpor beras pecah kulit untuk produksi sejumlah makanan ringan.

"Kebutuhan garam kita sebetulnya sangat kecil sekali kalau dari persentase di produk ya, apalagi dari harga pokok. Tapi kita bisa bayangkan tanpa garam akan sulit kita menerima rasa yang sudah menjadi standar kebutuhan konsumen kita. Kita sangat membutuhkan bahan baku tersebut," ungkap Ketua Gapmmi Adhi S Lukman dalam Market Review IDX Channel, Senin (19/2/2024).



Terkait impor garam tersebut, Adhi mengatakan bahwa produk garam lokal tak seluruhnya memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan industri. Menurutnya, ada spesifikasi khusus dari industri makanan dan minuman untuk kebutuhan garam. "Tidak semua bisa karena spek-nya berbeda untuk kebutuhan-kebutuhan khusus," terangnya.

Untuk mengatasi hal ini, lanjut dia, industri juga telah berupaya untuk mengolah air laut di beberapa daerah untuk dijadikan garam yang bisa digunakan industri makanan dan minuman. "Mudah-mudahan ini bisa menambah pasokan kebutuhan garam yang harus diimpor. Tapi kita harus akui, masih sangat kurang," tuturnya.



Selain garam, Adhi menuturkan, Indonesia juga harus mengimpor beras pecah kulit untuk memenuhi bahan baku industri bihun dalam negeri. Selain itu, beras pecah kulit juga digunakan untuk industri snack yang terbuat dari beras. Di dalam negeri, kata dia, saat ini ketersediannya tidak ada.

"Jadi dua komoditi ini masih terkendala. Kami sudah koordinasi dengan Kementerian Perdagangan. Mudah-mudahan Kementerian Perdagangan bisa segera mengeluarkan izin impornya. Karena neraca komoditasnya sudah jelas, rekomendasinya sudah jelas, sehingga tinggal PI-nya (persetujuan impor) segera dikeluarkan oleh agar tidak mengganggu (produksi). Karena ini sangat rawan sekali," tandasnya.
(fjo)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2658 seconds (0.1#10.140)