Bank Dunia Wanti-wanti Negara Berkembang Kehabisan Tenaga Dikejar Utang
loading...
A
A
A
Pertumbuhan global diperkirakan akan melambat untuk tahun ketiga secara berturut-turut menjadi 2,4%, sebelum naik menjadi 2,7% pada tahun 2025. Angka tersebut masih jauh di bawah rata-rata 3,1% tahun 2010-an, menurut laporan tersebut.
Perlambatan pertumbuhan terjadi sangat akut untuk negara-negara berkembang, sekitar sepertiganya tidak mengalami pemulihan sejak pandemi COVID-19 dan memiliki pendapatan per kapita di bawah level 2019 mereka.
Kose mengatakan ini membuat banyak tujuan dalam pengeluaran pendidikan, kesehatan dan iklim dipertanyakan.
"Saya pikir akan sulit untuk memenuhi tujuan itu, jika bukan tidak mungkin, mengingat jenis pertumbuhan yang telah kita lihat," kata Kose.
Eskalasi konflik Timur Tengah menambah risiko penurunan lebih lanjut, menambah kekhawatiran atas kebijakan moneter yang ketat dan perdagangan global yang lemah. "Perdagangan telah menjadi pendorong penting pengentasan kemiskinan, dan jelas untuk ekonomi pasar berkembang, sumber pendapatan jadi penting," kata Kose.
"Cepat atau lambat Anda perlu merestrukturisasi utang dan Anda harus memiliki kerangka kerja. Itu belum terjadi seperti yang prediksi komunitas global."
Negara-negara G20 meluncurkan Kerangka Kerja Bersama pada tahun 2020, ketika pandemi menjungkirbalikkan keuangan kebanyakan negara. Program ini bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan proses negara-negara yang tertekan utang sehingga dapat kembali berdiri.
Tetapi prosesnya telah mengalami penundaan, dengan Zambia terkunci dalam default selama lebih dari tiga tahun.
"Jika pertumbuhan tetap lemah dan kondisi pembiayaan tetap ketat, Anda tidak akan melihat jalan keluar yang mudah dari masalah ini," kata Kose.
"Tetapi jika pertumbuhan secara ajaib naik, itu seperti obat," bebernya.
Perlambatan pertumbuhan terjadi sangat akut untuk negara-negara berkembang, sekitar sepertiganya tidak mengalami pemulihan sejak pandemi COVID-19 dan memiliki pendapatan per kapita di bawah level 2019 mereka.
Kose mengatakan ini membuat banyak tujuan dalam pengeluaran pendidikan, kesehatan dan iklim dipertanyakan.
"Saya pikir akan sulit untuk memenuhi tujuan itu, jika bukan tidak mungkin, mengingat jenis pertumbuhan yang telah kita lihat," kata Kose.
Eskalasi konflik Timur Tengah menambah risiko penurunan lebih lanjut, menambah kekhawatiran atas kebijakan moneter yang ketat dan perdagangan global yang lemah. "Perdagangan telah menjadi pendorong penting pengentasan kemiskinan, dan jelas untuk ekonomi pasar berkembang, sumber pendapatan jadi penting," kata Kose.
Restrukturisasi Utang
Jika pertumbuhan tetap rendah, beberapa negara berkembang mungkin menghadapi keharusan merestrukturisasi utang, Kose menambahkan, dengan reprofiling jatuh tempo atau menyetujui pemangkasan dengan kreditor."Cepat atau lambat Anda perlu merestrukturisasi utang dan Anda harus memiliki kerangka kerja. Itu belum terjadi seperti yang prediksi komunitas global."
Negara-negara G20 meluncurkan Kerangka Kerja Bersama pada tahun 2020, ketika pandemi menjungkirbalikkan keuangan kebanyakan negara. Program ini bertujuan untuk mempercepat dan menyederhanakan proses negara-negara yang tertekan utang sehingga dapat kembali berdiri.
Tetapi prosesnya telah mengalami penundaan, dengan Zambia terkunci dalam default selama lebih dari tiga tahun.
"Jika pertumbuhan tetap lemah dan kondisi pembiayaan tetap ketat, Anda tidak akan melihat jalan keluar yang mudah dari masalah ini," kata Kose.
"Tetapi jika pertumbuhan secara ajaib naik, itu seperti obat," bebernya.