Ekspor Biodiesel RI ke Uni Eropa Anjlok 70%, Ternyata Ini Biang Keroknya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Plt Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jisman P Hutajulu mengungkapkan, biang kerok ekspor biodiesel RI ke Uni Eropa merosot hingga 70%.
Awalnya Jisman mengungkapkan, berbagai tantangan dihadapi sektor bioenergi, mulai dari dalam hingga luar negeri. Sehingga menurutnya, tantangan yang kompleks itu seringkali membutuhkan pendekatan yang terpadu dan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk dihadapi.
Jisman menyebutkan, tantangan dari sisi suistainability of feed stock, jaminan ketersediaan sumber daya bioenergi yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan, pakan ternak, bahan baku industri dan pupuk adalah sebuah tantangan yang signifikan.
"Keterbatasan lahan untuk ditanamai energi cropps berhadapan dengan isu konservasi alam adalah hal yang kompleks dan perlu diselesaikan secara hati-hati dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait, khususnya di sisi hulu," terangnya.
Dikatakan Jisman, dari sisi ekonomi, industri bioenergi juga menghadapi tantangan produksi yang sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, adapula keterbatasan infrastruktur dan jaringan distribusi yang diperlukan untuk menghasilkan, menyimpan serta mendistribusikan bioenergi seperti pabrik pengolahan biomassa, biogas plan atau keterbatasan jaringan untuk menyerap listrik atau distribusi gas dari sumber bioenergi tersebut.
"Tidak semua masyarakat menerima bioenergi dengan baik karena ada kekhawatiran dampak lingkungan seperti lahan yang berpotensi merusak ekosistem, mempengaruhi biodiversity dan masalah keberlanjutan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Jisman menambahkan, tantangan yang berasal dari pasar global yaitu adanya berbagai cara untuk mendiskriminasikan biofuel Indonesia, salah satunya melalui negative champaign renewable energi directive (RED).
Selanjutnya, adapula tuduhan anti dumping pengenaan bea masuk tambahan atas produk bioenergi khususnya sawit , terbaru adanya regulasi bebas deforestasi oleh Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR).
Awalnya Jisman mengungkapkan, berbagai tantangan dihadapi sektor bioenergi, mulai dari dalam hingga luar negeri. Sehingga menurutnya, tantangan yang kompleks itu seringkali membutuhkan pendekatan yang terpadu dan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk dihadapi.
Jisman menyebutkan, tantangan dari sisi suistainability of feed stock, jaminan ketersediaan sumber daya bioenergi yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan, pakan ternak, bahan baku industri dan pupuk adalah sebuah tantangan yang signifikan.
"Keterbatasan lahan untuk ditanamai energi cropps berhadapan dengan isu konservasi alam adalah hal yang kompleks dan perlu diselesaikan secara hati-hati dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait, khususnya di sisi hulu," terangnya.
Dikatakan Jisman, dari sisi ekonomi, industri bioenergi juga menghadapi tantangan produksi yang sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Selain itu, adapula keterbatasan infrastruktur dan jaringan distribusi yang diperlukan untuk menghasilkan, menyimpan serta mendistribusikan bioenergi seperti pabrik pengolahan biomassa, biogas plan atau keterbatasan jaringan untuk menyerap listrik atau distribusi gas dari sumber bioenergi tersebut.
"Tidak semua masyarakat menerima bioenergi dengan baik karena ada kekhawatiran dampak lingkungan seperti lahan yang berpotensi merusak ekosistem, mempengaruhi biodiversity dan masalah keberlanjutan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Jisman menambahkan, tantangan yang berasal dari pasar global yaitu adanya berbagai cara untuk mendiskriminasikan biofuel Indonesia, salah satunya melalui negative champaign renewable energi directive (RED).
Selanjutnya, adapula tuduhan anti dumping pengenaan bea masuk tambahan atas produk bioenergi khususnya sawit , terbaru adanya regulasi bebas deforestasi oleh Uni Eropa atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR).