Garuda Indonesia Menang Banding di Paris, Greylag Didenda Rp1,3 M

Kamis, 29 Februari 2024 - 14:29 WIB
loading...
Garuda Indonesia Menang...
Pengadilan Tingkat Banding Paris menolak permohonan banding Greylag Entities atas Putusan Paris Commercial Court tertanggal 9 Februari 2023 lalu. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pengadilan Tingkat Banding Paris menolak permohonan banding yang diajukan oleh Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company and Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag Entities) atas Putusan Paris Commercial Court tertanggal 9 Februari 2023 lalu.

Keputusan tersebut semakin memperkuat langkah perbaikan kinerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) melalui payung hukum restrukturisasi. Penguatan landasan hukum tersebut turut diperkuat dengan telah menangnya Garuda Indonesia Holiday France S.A.S (GIHF) dalam perkara Judicial Release. Selanjutnya, Greylag Entities diperintahkan untuk membayar sebesar 80.000 Euro kepada GIHF melalui putusan yang resmi ditetapkan pada 22 Februari 2024 lalu.

Direktur Utama GIAA, Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa diterimanya putusan tersebut merupakan salah satu wujud penguatan landasan hukum perseroan dalam memastikan kepentingan kreditur terkait kepastian pemenuhan kewajiban usaha.

"Sejalan dengan telah disahkannya perjanjian perdamaian di proses PKPU oleh otoritas hukum terkait pada 2022 lalu," kata Irfan dalam pernyataan resmi, Kamis (29/2/2024).



Sebelumnya, pengajuan banding ini merupakan tindak lanjut upaya hukum Greylag terhadap putusan Judicial Release yang diajukan oleh GIHF atas langkah hukum yang ditempuh lessor pesawat Greylag 1410 dan Greylag 1446 terkait pada tahun 2022 lalu mengenai Provisional Attachment atau sita sementara rekening GIHF.

Lebih lanjut, Greylag 1410 dan Greylag 1446 sebelumnya juga telah menempuh berbagai upaya hukum di sejumlah negara, terkait dengan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian PKPU GIAA yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan suara mayoritas kreditur di tahun 2022. Di mana masing-masing dari gugatan tersebut telah ditolak oleh otoritas hukum masing-masing negara terkait.

Sebagai informasi, pada tahun 2022 lalu perseroan menerima sejumlah gugatan dalam kaitan proses Restrukturisasi Garuda Indonesia oleh Greylag Entities yaitu melalui GIHF berupa gugatan likuidasi, di mana gugatan tersebut oleh Paris Commercial Court dinyatakan tidak dapat diterima.

Kemudian, gugatan Winding Up Application di mana Supreme Court New South Wales, Australia juga telah memberikan putusan terhadap gugatan tersebut berupa penghentian proses tersebut. Selain itu, terkait upaya Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung, upaya hukum kasasi tersebut juga telah dimenangkan oleh GIAA.

"Dengan ketetapan hukum ini, maka selanjutnya fokus kami adalah untuk memastikan, misi transformasi dan upaya pemenuhan kewajiban perseroan sebagaimana yang telah disetujui oleh mayoritas kreditur berlangsung optimal," ujar Irfan.

Irfan menambahkan, sejalan dengan komitmen perseroan untuk memastikan proses pemulihan berlangsung on the track, komunikasi intensif juga terus dilakukan bersama para regulator untuk memastikan proses pemenuhan kewajiban usaha lainnya tetap terjaga secara comply dan prudent.

“Adanya berbagai ketetapan hukum tersebut tentunya menjadi fundamental penting langkah restrukturisasi yang dijalankan, dengan berlandaskan pada koridor hukum yang berlaku,” tutur Irfan.

Ia menekankan bahwa kesepakatan yang diraih dalam tahapan PKPU merupakan wujud komitmen, dukungan, dan konsensus seluruh pihak dalam memastikan pemenuhan kewajiban usaha Garuda Indonesia dapat berjalan secara optimal serta proporsional. Hal tersebut dilandasi dengan dasar keyakinan yang sama atas keberlanjutan outlook kinerja Garuda Indonesia di masa mendatang.



Melalui proses hukum yang telah diselesaikan dengan baik oleh perseroan, lanjut Irfan, kiranya dapat turut meningkatkan kepercayaan para stakeholder pasar modal terhadap outlook positif bisnis GIAA ke depannya.

"Dengan indikator kinerja keuangan yang semakin membaik, utamanya melalui pertumbuhan pendapatan, proses pemulihan kinerja kami harapkan secara bertahap dapat terus tumbuh positif secara konsisten," tutup Irfan.

Berdasarkan keterbukaan informasi, Greylag diharuskan membayar 80 ribu euro alias Rp1,35 miliar oleh Pengadilan Paris. Kewajiban ini dihitung dari putusan tingkat pertama hingga banding.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1429 seconds (0.1#10.140)