Sri Mulyani Berencana Ubah Asumsi Nilai Tukar Rupiah Dalam RAPBN 2019

Selasa, 04 September 2018 - 17:50 WIB
Sri Mulyani Berencana...
Sri Mulyani Berencana Ubah Asumsi Nilai Tukar Rupiah Dalam RAPBN 2019
A A A
JAKARTA - Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk merevisi asumsi nilai tukar rupiah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2019 yang dipatok pada level Rp14.400 per dolar Amerika Serikat (USD). Hal ini menyusul gejolak ekonomi global yang menyeret mata uang Indonesia merosot hingga ke level terburuknya.

"Kami bersama Gubernur BI akan bahas bagaimana indikator nilai tukar yang aman untuk tahun depan," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat di Badan Anggaran DPR RI, Selasa (4/9/2018).
(Baca Juga: Jurus Sri Mulyani Cegah Tekanan Global Mengikis Kurs RupiahMenurutnya hal ini berdasarkan, kondisi rupiah saat ini yang terus melemah di luar target dari pemerintah. Lebih lanjut Ia menerangkan ingin mengubah asumsi awal nilai tukar rupiah dalam RAPBN 2019, meski Ia mengakui menetapkan batasan aman nilai tukar rupiah rupiah bukan perkara mudah.

"Terus terang dalam kondisi hari ini, menetapkan nilai tukar rupiah merupakan hal yang tidak mudah. Waktu itu sudah disepakati range maksimum Rp 14.000 dan kami mengubahnya jadi Rp14.400 saat menyelesaikan nota keuangan pada Juli 2018. Kondisi hari ini saat sudah di atas Rp14.400, kami harus mewaspadai bagaimana kondisi ke depannya," jelasnya.
(Baca Juga: Nota Keuangan RAPBN 2019, Pemerintah Patok Rupiah di Rp14.400/USDSebagai informasi, saat Nota Keuangan yang digelar pada 16 Agustus ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan nilai tukar rupiah di tahun 2019 pada kisaran Rp14.400 per dolar Amerika Serikat (USD). Hal ini disampaikan saat laporan nota keuangan dan RAPBN 2019 di Gedung DPR.

Kisaran rupiah tersebut dikarenakan gejolak perekonomian dari faktor eksternal yang mempengaruhi perekonomian Indonesia. Salah satunya perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Ditambah krisis Turki hingga membuat mata uang negara-negara berkembang merasakan imbasnya. Bahkan kini krisis mulai menjalar ke beberapa negera berkembang seperti Argentina serta Venezuela.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6938 seconds (0.1#10.140)