Aturan Pembatasan Impor Dinilai Bisa Lemahkan Daya Saing Produk Lokal

Senin, 08 April 2024 - 07:12 WIB
loading...
Aturan Pembatasan Impor...
Aturan pelarangan terbatas (lartas) impor dinilai bisa menyulitkan industri memperoleh bahan baku produksi. FOTO/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Aturan pelarangan terbatas (lartas) impor yang mulai berlaku 10 Maret 2024 dinilai berpotensi melemahkan daya saing produk dalam negeri. Sebab, pelarangan ini akan mempersulit pelaku industri dalam negeri untuk mendapatkan bahan baku produksinya.

"Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 tahun 2024 ini memiliki tiga ketentuan yang resmi diberlakukan dan ini mempersulit pelaku industri dalam negeri," jelas Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran melalui siaran pers, Senin (8/4/2024).

Pertama, jumlah Harmonized System (HS) yang masuk ke dalam lartas semakin bertambah dibandingkan sebelumnya. Kedua, perubahan pengawasan impor yang awalnya berupa post-border menjadi border mengindikasikan pengawasan dan pemeriksaan dokumen kelengkapan impor akan dilakukan sebelum barang impor itu masuk ke dalam daerah pabean. Ketiga, dokumen lartas yang sebelumnya hanya berupa laporan survey (LS) kini bertambah menjadi LS dan Persetujuan Impor (PI).



Menurut Hasran, ketiga ketentuan baru ini semakin mempersulit pelaku industri dalam negeri untuk memperoleh bahan baku produksinya. Beberapa industri yang terdampak adalah industri elektronik, obat tradisional, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, barang tekstil, mainan, alas kaki, tas, hydrofluorocarbon (HFC), produk kimia, plastik, serta besi dan baja.

Menurut dia, alih-alih melindungi pemain industri hulu lokal, ketentuan ini akan membuat akses bahan baku industri hilir jadi mahal. "Pada akhirnya produk yang dihasilkan menjadi kurang bersaing dari segi harga dan kualitas. Akibatnya, konsumen dalam negeri yang akan menanggung kenaikan harganya," katanya.

Hasran menambahkan, pemerintah perlu mengubah sudut pandang dan pola pikir dalam menyusun regulasi impor bahan baku. Jika sebelumnya pendekatan state regulation cenderung menghasilkan peraturan yang menuai pro-kontra dari publik dan industri seperti halnya Permendag Nomor 3 Tahun 2024, maka pendekatan koregulasi menurutnya perlu menjadi opsi.

"Dengan koregulasi, peraturan perdagangan akan dirancang oleh para asosiasi industri dan pemerintah hanya perlu menetapkan prinsip umumnya saja. Karena regulasinya berasal dari pelaku industri sendiri, kemungkinan adanya komplain di kemudian hari dapat diminimalisir," tuturnya.



Selanjutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan diberikannya kemudahan bagi pelaku industri hilir dalam memperoleh bahan baku. Kemudahan di sini berarti dapat memperoleh bahan baku di waktu yang tepat, spesifikasi yang sesuai kebutuhan dan harga yang terjangkau.

Sejauh ini, dia menilai pemerintah cenderung proteksionis dengan alasan melindungi industri hulu domestik dengan membatasi impor komoditas tertentu. Padahal, cara pandang seperti ini justru membuat industri hulu yang dilindungi jadi tidak kompetitif dan inovatif, serta membuat industri hilir menjadi sulit dapat bahan baku.

Terakhir, pemerintah perlu terus melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem Neraca Komoditas. Cita-cita yang diharapkan dari sistem ini menurutnya sangat baik, yaitu membuat sistem perizinan impor jadi lebih transparan dan otomatis.

"Sayangnya beberapa kriteria dalam penentuan kuota masih dikesampingkan, seperti pertimbangan terkait harga. Selain itu, komoditas yang diatur masih relatif terbatas, per tahun 2024 baru 6 komoditas pangan dan 11 komoditas migas yang diatur," pungkasnya.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1221 seconds (0.1#10.140)