Bos JPMorgan: AS Hadapi Risiko Terburuk Sejak Perang Dunia II
loading...
A
A
A
JAKARTA - Chief Executive JPMorgan Chase Jamie Dimon menyebut Amerika Serikat (AS) tengah menghadapi risiko besar seiring meningkatnya ketegangan geopolitik global dan polarisasi politik dalam negeri di negara tersebut.
Dalam surat tahunannya kepada pemegang saham pada Senin (8/4) lalu, CEO bank terbesar di AS tersebut menyebutkan bahwa sejumlah besar pengeluaran pemerintah dan upaya Federal Reserve untuk mengecilkan neraca keuangannya, serta konflik Ukraina dan perang Israel-Hamas, telah menciptakan lingkungan yang sangat mungkin menciptakan risiko yang bisa melampaui apa pun yang terjadi sejak Perang Dunia II.
"Peran kepemimpinan global Amerika ditantang dari luar oleh negara-negara lain dan dari dalam oleh para pemilih kita yang terpolarisasi," tulis Dimon, seperti dilansir Russia Today, Selasa (9/4/2024).
"Kita perlu menemukan cara untuk mengesampingkan perbedaan kita dan bekerja sama dengan negara-negara Barat lainnya atas nama demokrasi. Di masa krisis besar ini, bersatu untuk melindungi kebebasan penting kita, termasuk kebebasan berusaha, adalah hal yang terpenting," sambungnya.
Bankir berusia 68 tahun ini menambahkan bahwa ada peningkatan kebutuhan untuk mengerek belanja, seiring dilakukannya transisi menuju perekonomian yang lebih ramah lingkungan, restrukturisasi rantai pasokan global, peningkatan pengeluaran militer dan upaya melawan kenaikan biaya perawatan kesehatan.
Dimon mengatakan dia tidak seoptimis pasar yang lebih luas bahwa perekonomian AS akan mencapai "soft landing", yaitu pertumbuhan yang moderat dan tingkat inflasi yang menurun. Peluang terjadinya soft landing menurutnya jauh lebih kecil dibandingkan 70% hingga 80% yang diharapkan oleh beberapa investor.
Sementara itu, lanjut Dimon, China telah memantapkan diri sebagai kandidat negara adidaya baru dan secara strategis berfokus pada keamanan ekonominya, di saat negara-negara tengah Barat "tertidur" pulas.
"Selama 20 tahun terakhir, China telah menerapkan strategi ekonomi yang lebih komprehensif dibandingkan yang kami lakukan," katanya.
Dalam surat tahunannya kepada pemegang saham pada Senin (8/4) lalu, CEO bank terbesar di AS tersebut menyebutkan bahwa sejumlah besar pengeluaran pemerintah dan upaya Federal Reserve untuk mengecilkan neraca keuangannya, serta konflik Ukraina dan perang Israel-Hamas, telah menciptakan lingkungan yang sangat mungkin menciptakan risiko yang bisa melampaui apa pun yang terjadi sejak Perang Dunia II.
"Peran kepemimpinan global Amerika ditantang dari luar oleh negara-negara lain dan dari dalam oleh para pemilih kita yang terpolarisasi," tulis Dimon, seperti dilansir Russia Today, Selasa (9/4/2024).
"Kita perlu menemukan cara untuk mengesampingkan perbedaan kita dan bekerja sama dengan negara-negara Barat lainnya atas nama demokrasi. Di masa krisis besar ini, bersatu untuk melindungi kebebasan penting kita, termasuk kebebasan berusaha, adalah hal yang terpenting," sambungnya.
Bankir berusia 68 tahun ini menambahkan bahwa ada peningkatan kebutuhan untuk mengerek belanja, seiring dilakukannya transisi menuju perekonomian yang lebih ramah lingkungan, restrukturisasi rantai pasokan global, peningkatan pengeluaran militer dan upaya melawan kenaikan biaya perawatan kesehatan.
Dimon mengatakan dia tidak seoptimis pasar yang lebih luas bahwa perekonomian AS akan mencapai "soft landing", yaitu pertumbuhan yang moderat dan tingkat inflasi yang menurun. Peluang terjadinya soft landing menurutnya jauh lebih kecil dibandingkan 70% hingga 80% yang diharapkan oleh beberapa investor.
Sementara itu, lanjut Dimon, China telah memantapkan diri sebagai kandidat negara adidaya baru dan secara strategis berfokus pada keamanan ekonominya, di saat negara-negara tengah Barat "tertidur" pulas.
"Selama 20 tahun terakhir, China telah menerapkan strategi ekonomi yang lebih komprehensif dibandingkan yang kami lakukan," katanya.
(fjo)