Akuisisi Freeport Terganjal Izin Anti-trust, BUMN Jamin Rampung 2018

Jum'at, 23 November 2018 - 16:34 WIB
Akuisisi Freeport Terganjal Izin Anti-trust, BUMN Jamin Rampung 2018
Akuisisi Freeport Terganjal Izin Anti-trust, BUMN Jamin Rampung 2018
A A A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan, bahwa izin persaingan usaha (anti-trust filing) dari China dan Filipina bakal selesai akhir tahun 2018, ini. Seperti diketahui PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum masih mengejar izin anti-trust sebagai salah satu syarat dalam proses divestasi 51,23% saham milik PT Freeport Indonesia yang harus dimiliki.

"Insya Allah akhir Desember karena acknowledgment persaingan di beberapa negara salah satunya China, kalau sudah clearence kita langsung bayar. Tapi sejauh ini enggak ada masalah," ujar Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Sambung dia menerangkan, perolehan anti-trust filing paling lama memang terdapat di China. Sebab menurutnya, Negeri Tirai Bambu tersebut merupakan salah satu importir bijih tembaga terbesar dunia. Namun apbila sudah selesai, pihaknya pun siap membayar sisa pengambilan usaha. "Ya harus clear, mereka akan ngecek apakah ini kartel apa enggak. Cuma kan freeport bukan perusahaan kartel jadi aman lah bisa," paparnya.

Sebagai informasi Inalum sendiri telah memperoleh dokumen anti-trust dari Jepang dan Korea Selatan. Sementara itu, dokumen anti-trust Indonesia baru bisa terbit setelah transaksi divestasi rampung, sehingga kini Inalum mengejar dokumen anti-trust dari China dan Filipina.

Mendapatkan izin dari China sangat lamban, sebagai salah satu importir bijih tembaga terbesar dunia. Jika ada aksi korporasi yang terkait suplai tembaga, maka hal itu harus mendapat persetujuan dari China agar ekspor tembaga bisa lancar. Maka itu, izin anti-trust dari China nantinya akan terbit dalam bentuk izin impor.

Pelaporan anti-trust merupakan satu dari lima tahapan yang perlu dipenuhi Indonesia sebelum memfinalisasi pengambilalihan saham 51% Freeport. Empat tahapan lain yakni pemenuhan kondisi prasyarat akuisisi saham, persiapan kebutuhan pendanaan divestasi, persetujuan perubahan anggaran dasar PT Freeport Indonesia, dan finalisasi transaksi saham.

Indonesia dipastikan bisa mendapat mayoritas saham Freeport setelah melakukan negosiasi ihwal kepastian operasional, masalah rezim perpajakan, dan kepastian pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Pembayaran transaksi jual beli saham Freeport Indonesia ditargetkan bisa terealisasi pada November 2018.

Dari rencana kepemilikan sebesar 51,23%, pemerintah telah mengalokasikan 10% saham Freeport untuk Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Hal itu sesuai penandatangan perjanjian antara Inalum dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika pada 12 Januari 2018 lalu. Setelah proses divestasi rampung, pemerintah bisa menerbitkan IUPK permanen yang berlaku untuk 2x10 tahun setelah habis masa kontrak pada tahun 2021.

Sebelumnya Inalum menyatakan, jalur emas dunia paling kaya ada di Papua. Peran Indonesia mengambil alih 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pun menjadi krusial karena terkait sumber daya alam (SDA) negara. Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, proses akuisisi Freeport tersebut menjadi pintu pembuka jalur emas di Papua milik Indonesia. Padahal sebelumnya banyak pihak takut untuk melakukan eksplorasi.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4669 seconds (0.1#10.140)