Imbas Perang Iran vs Israel, Subsidi BBM dan LPG Bisa Membengkak hingga Rp213 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah atau Indonesia crude price diprediksi bakal meroket hingga USD100 per barel imbas memanasnya perang antara Iran-Israel . Namun pemerintah memastikan harga BBM di Tanah Air tidak akan mengalami perubahan, yang tentunya bakal membuat subsidi energi yang dikucurkan semakin membengkak.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, naiknya ICP itu tentunya bakal berdampak terhadap anggaran subsidi serta kompensasi Bahan Bakar Minyak dan LPG 3 Kg. Sebab, melonjaknya ICP itu lebih besar dari asumsi ekonomi makro yang dipatok dalam APBN 2024 sebesar USD82 per barel.
Dikatakan Tutuka, apabila ICP sesuai dengan perkirakan yakni USD100 per barel dengan kurs Rp15.900, maka subsidi dan kompensasi BBM naik menjadi Rp250 triliun dari sebelumnya yang saya lihat sekarang diasumsikan dalam APBN 2024 sebesar Rp161 triliun. Kemudian untuk LPG menjadi Rp106 triliun dari asumsi dalam APBN 2024 sebesar Rp83,3 triliun
"Nah tentunya totalnya ini akan sangat besar, kalau kita totalkan itu bisa sampai Rp213 triliun, total subsidi kompensasi baik BBM maupun LPG. Nah kalau (ICP) naik ke USD110, ini akan menjadi jauh lebih besar totalnya mungkin sekitar USD350 triliun nanti menjadinya," terang Tutuka.
Ia menambahkan, belakangan ICP memang menunjukan tren kenaikan harga sekitar USD5 per barel setiap bulan bahkan sebelum adanya konflik antara Iran dan Israel memanas.
"Jadi itulah kurang lebih gambaran untuk detailnya bahwa, untuk setiap kenaikan ICP yang USD5 per barel setiap bulan itu yang paling berpengaruh besar pertama terhadap subsidi LPG yang akan bertambah sekitar USD5 triliun. Kemudian yang kedua yang paling besar dengan kenaikan ICP UD5, kompensasi solar bertambah Rp6,42 triliun. Jadi itu 2 yang paling besar kenaikannya," papar Tutuka.
Ia juga menambahkan, apabila ICP naik sebesar USD1 per barel, maka akan berdampak pada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp1,8 triliun. Namun, kenaikan PNBP ini tentu diiringi dengan naiknya subsidi energi Rp1,78 triliun dan kompensasi energi Rp5,3 triliun.
"Kemudian untuk kenaikan kurs, tiap 100 rupiah per dolar akan berdampak pada PNBP kenaikan Rp1,8 triliun, tapi kenaikan subsidi energi sekitar Rp1,2 triliun dan kompensasi Rp3.9 triliun," imbuhnya.
"Jadi dari sini kita melihat (bahwa) akan ada kenaikan PNBP, tapi untuk subsidi dan kompensasi akan paling besar," pungkas Tutuka.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji mengungkapkan, naiknya ICP itu tentunya bakal berdampak terhadap anggaran subsidi serta kompensasi Bahan Bakar Minyak dan LPG 3 Kg. Sebab, melonjaknya ICP itu lebih besar dari asumsi ekonomi makro yang dipatok dalam APBN 2024 sebesar USD82 per barel.
Dikatakan Tutuka, apabila ICP sesuai dengan perkirakan yakni USD100 per barel dengan kurs Rp15.900, maka subsidi dan kompensasi BBM naik menjadi Rp250 triliun dari sebelumnya yang saya lihat sekarang diasumsikan dalam APBN 2024 sebesar Rp161 triliun. Kemudian untuk LPG menjadi Rp106 triliun dari asumsi dalam APBN 2024 sebesar Rp83,3 triliun
"Nah tentunya totalnya ini akan sangat besar, kalau kita totalkan itu bisa sampai Rp213 triliun, total subsidi kompensasi baik BBM maupun LPG. Nah kalau (ICP) naik ke USD110, ini akan menjadi jauh lebih besar totalnya mungkin sekitar USD350 triliun nanti menjadinya," terang Tutuka.
Ia menambahkan, belakangan ICP memang menunjukan tren kenaikan harga sekitar USD5 per barel setiap bulan bahkan sebelum adanya konflik antara Iran dan Israel memanas.
"Jadi itulah kurang lebih gambaran untuk detailnya bahwa, untuk setiap kenaikan ICP yang USD5 per barel setiap bulan itu yang paling berpengaruh besar pertama terhadap subsidi LPG yang akan bertambah sekitar USD5 triliun. Kemudian yang kedua yang paling besar dengan kenaikan ICP UD5, kompensasi solar bertambah Rp6,42 triliun. Jadi itu 2 yang paling besar kenaikannya," papar Tutuka.
Ia juga menambahkan, apabila ICP naik sebesar USD1 per barel, maka akan berdampak pada kenaikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp1,8 triliun. Namun, kenaikan PNBP ini tentu diiringi dengan naiknya subsidi energi Rp1,78 triliun dan kompensasi energi Rp5,3 triliun.
"Kemudian untuk kenaikan kurs, tiap 100 rupiah per dolar akan berdampak pada PNBP kenaikan Rp1,8 triliun, tapi kenaikan subsidi energi sekitar Rp1,2 triliun dan kompensasi Rp3.9 triliun," imbuhnya.
"Jadi dari sini kita melihat (bahwa) akan ada kenaikan PNBP, tapi untuk subsidi dan kompensasi akan paling besar," pungkas Tutuka.
(akr)