Arwin Rasyid Soroti Revolusi Digital Banking
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tren pembayaran secara digital di Tanah Air menunjukkan perkembangan signifikan. Salah satunya bisa dilihat dari kemunculan berbagai dompet digital dalam beberapa tahun terakhir.
Kondisi ini pun tak lepas dari pengamatan mantan Presiden Direktur CIMB Niaga Arwin Rasyid. Melalui buku terbarunya yang berjudul "Digital Banking Revolution", Arwin mengupas berbagai fenomena terkait keberadaan uang elektronik yang dikaitkan dengan perkembangan digital banking di Indonesia.
Buku yang diluncurkan pada Jumat (14/8) lalu di Jakarta itu, merupakan karya ketiganya setelah buku pertama dan keduanya yang berjudul "Danamon 180 Derajat" dan "Telkom 3010". Kedua buku itu telah diterbitkan beberapa tahun silam. (Baca: Putin Mengaku Siap Kirim Tentara Rusia ke Belarusia)
Dalam peluncuran yang dilakukan secara virtual tersebut, pro yang juga pernah menjadi CEO PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk ini mengatakan, ada fenomena menarik yang dibahas dalam buku ketiganya ini. Sesuai judulnya, Arwin mengupas perkembangan pesat digital banking di era teknologi finansial (fintech) saat ini.
"Mengapa dompet digital seperti Gopay, OVO dan DANA menjadi yang terbesar? Padahal dompet digital yang pertama di Indonesia, bahkan di Asia, adalah rekening ponsel mirip Bank CIMB Niaga," kata Arwin di acara Virtual Book Launch di Jakarta, Jumat (14/80).
Mantan bankir dan pengusaha yang telah malang-melintang di dunia perbankan nasional ini mengatakan, ada lima pelajaran di buku ini agar bank bisa menjadi pemenang pertama di era digital.
Pertama, papar Arwin, perbankan harus siap menghadapi era di mana kemajuan akan berkembang semakin pesat. Kedua, tranformasi digital adalah sumber keniscayaan dan sumber perjalanan yang harus dijalankan dengan sepenuh hati. Menurut pria kelahiran 1957 itu, kekuatanbisnis berbasis konten yang tak bergantung pada ukuran aset.
Keempat, industri keuangan harus mempu membangun paradigma baru seperti new bank dan fintech. Sedangkan yang kelima, ke depan harus mampu mengantisipasi tren new bank raksasa yang bisa didirikan dari platform media sosial maupun e-commerce.
"Semoga buku ini menjadi diskusi yang menarik dan bermanfaat bagi kita semua," tuturnya pada kesempatan tersebut. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikus PPP Ingatkan Akses Kesehatan dan Pendidikan)
Di industri keuangan, nama Arwin Rasyid sangat dikenal karena sudah malang melintang berkarir sejak tahun 1980-an. Awal karirnya di perbankan dimulai ketika dia bergabung dengan Bank of America di Jakarta, sebagai asisten vice president. Kemudian pada 1987 bergabung dengan PT Bank Niaga Tbk. Setelah sempat menduduki di Grup Bank Niaga, pada tahun 1999 Arwin menjabat Wakil Presiden Direktur.
Kondisi ini pun tak lepas dari pengamatan mantan Presiden Direktur CIMB Niaga Arwin Rasyid. Melalui buku terbarunya yang berjudul "Digital Banking Revolution", Arwin mengupas berbagai fenomena terkait keberadaan uang elektronik yang dikaitkan dengan perkembangan digital banking di Indonesia.
Buku yang diluncurkan pada Jumat (14/8) lalu di Jakarta itu, merupakan karya ketiganya setelah buku pertama dan keduanya yang berjudul "Danamon 180 Derajat" dan "Telkom 3010". Kedua buku itu telah diterbitkan beberapa tahun silam. (Baca: Putin Mengaku Siap Kirim Tentara Rusia ke Belarusia)
Dalam peluncuran yang dilakukan secara virtual tersebut, pro yang juga pernah menjadi CEO PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk ini mengatakan, ada fenomena menarik yang dibahas dalam buku ketiganya ini. Sesuai judulnya, Arwin mengupas perkembangan pesat digital banking di era teknologi finansial (fintech) saat ini.
"Mengapa dompet digital seperti Gopay, OVO dan DANA menjadi yang terbesar? Padahal dompet digital yang pertama di Indonesia, bahkan di Asia, adalah rekening ponsel mirip Bank CIMB Niaga," kata Arwin di acara Virtual Book Launch di Jakarta, Jumat (14/80).
Mantan bankir dan pengusaha yang telah malang-melintang di dunia perbankan nasional ini mengatakan, ada lima pelajaran di buku ini agar bank bisa menjadi pemenang pertama di era digital.
Pertama, papar Arwin, perbankan harus siap menghadapi era di mana kemajuan akan berkembang semakin pesat. Kedua, tranformasi digital adalah sumber keniscayaan dan sumber perjalanan yang harus dijalankan dengan sepenuh hati. Menurut pria kelahiran 1957 itu, kekuatanbisnis berbasis konten yang tak bergantung pada ukuran aset.
Keempat, industri keuangan harus mempu membangun paradigma baru seperti new bank dan fintech. Sedangkan yang kelima, ke depan harus mampu mengantisipasi tren new bank raksasa yang bisa didirikan dari platform media sosial maupun e-commerce.
"Semoga buku ini menjadi diskusi yang menarik dan bermanfaat bagi kita semua," tuturnya pada kesempatan tersebut. (Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Politikus PPP Ingatkan Akses Kesehatan dan Pendidikan)
Di industri keuangan, nama Arwin Rasyid sangat dikenal karena sudah malang melintang berkarir sejak tahun 1980-an. Awal karirnya di perbankan dimulai ketika dia bergabung dengan Bank of America di Jakarta, sebagai asisten vice president. Kemudian pada 1987 bergabung dengan PT Bank Niaga Tbk. Setelah sempat menduduki di Grup Bank Niaga, pada tahun 1999 Arwin menjabat Wakil Presiden Direktur.