Ketahanan Perlindungan Konsumen Masih Sangat Rawan di Indonesia

Senin, 17 Desember 2018 - 16:31 WIB
Ketahanan Perlindungan Konsumen Masih Sangat Rawan di Indonesia
Ketahanan Perlindungan Konsumen Masih Sangat Rawan di Indonesia
A A A
JAKARTA - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan, ketahanan perlindungan kosumen di Indonesia masih sangat rawan. Hal ini terlihat dari beberapa indikator yang menjadi pengaduan konsumen (PK).

"Ketahanan perlindungan konsumen di Indonesia tidak lagi memadai untuk menghadapi tantangan perlindungan konsumen saat ini dan masa depan, situasinya sebenarnya sangat rawan dengan mencermati beberapa indicator," ujar Ardiansyah dalam jumpa pers catatan akhir tahun BPKN, Kantor Kementrian Perdagangan, Jakarta, Senin (17/12/2018).

Ardiansyah menjelaskan indikator yang masih rawan yakni pada pada sektor E-commerce. Ia mencontohkan, insiden PK yakni pada elektronik commerce seperti kejelasan akses pemulihan bagi transaksi e commerce, sistem dan lembaga pemulihan. Dicontohkan terjadi kecurangan oleh oknum karyawan tokopedia saat flash sale.

Lalu insiden PK lainnya yakni kerahasiaan data pribadi seperti kasus Cambridge analytica, dimana RI butuh regulasi jaminan data dan sistem transaksi elektronik. Dan insiden PK e-commerce lainnya dalam Fintech, dicontohkan kasus di Bali yaitu Wechat dan Alipay.

"Tanpa pengaturan segera oleh pemerintah atas keberadaan kepastian hukum dan jalur pemulihan bagi konsumen, insiden tersebut berpotensi berkembang tidak terkendali. Hal ini akan diperkuat oleh semakin tingginya lalu lintas e-commerce lintas batas (cross border)," jelasnya.

Selain e-digital, pengaduan banyak juga muncul dari trasnportasi. Ardiansyah mengungkapkan bahwa pada transportasi ojek online kepastian hukumnya belum jelas, karena menurut peraturan kendaraan roda dua bukan termasuk alat transportasi umum. Insiden PK pada transportasi lainnya yakni udara, seperti kecelakaan pesawat Lion Air dan kecelakaan transportasi laut dilihat dari kelaikan wahana.

Ardiansyah menyebut, pihaknya mencermati masih belum memadainya kebijakan dan pengaturan yang menjamin adanya kepastian hukum bagi pengguna konsumen, pengemudi dan pelaku usaha. Hal ini terkait erat dengan kebijakan, pengaturan dan kepastian hukum yang menyangkut sistem transaksi elektronik, fintech, dan kerhasiaan data pribadi.

"Insiden yang terjadi atas sektor jasa transportasi, BPKN melihat bahwa aspek disiplin regulator dan membina dan mengawasi sektor dan pelaku sektor transportasi menjadi faktor utama untuk mengurangi insiden kecelakaan sektor ini," tuturnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2363 seconds (0.1#10.140)