Ekonomi Rusia Tetap Tangguh, Terlepas dari Perang dan Sanksi Barat

Sabtu, 11 Mei 2024 - 08:45 WIB
loading...
Ekonomi Rusia Tetap...
Sebuah kapal tanker minyak berlabuh di terminal Kozmino di Teluk Nakhodka dekat kota pelabuhan Nakhodka, Rusia. FOTO/Reuters
A A A
JAKARTA - Ekonomi Rusia berhasil melampaui Amerika Serikat (AS) dan Eropa tumbuh 3,6% tahun lalu meski dihujani beragam sanksi ekonomi yang kuat dan terputus dari pasar global utama. Pertumbuhan sebagian besar didorong peningkatan pengeluaran militer lantaran Kremlin melanjutkan invasi skala penuh ke Ukraina yang dilancarkan sejak dua tahun lalu.

Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan ekonomi negara ini berhasil bertransisi dari pasar-pasar Barat dan memperluas swasembada sementara pada saat yang sama terus memperkuat kerja sama perdagangan baru.

Perekonomian Rusia diperkirakan akan terus tumbuh pada 2024. Dana Moneter Internasional (IMF) meningkatkan estimasi pertumbuhan ekonomi Rusia dengan memprediksi Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini akan meningkat 3,2% pada 2024 naik dari proyeksi bulan Januari sebesar 2,6%. Proyeksi terbaru, menempatkan Rusia di depan sejumlah negara besar di Barat dalam hal pertumbuhan tahun ini, termasuk AS 2,7%, Inggris 0,5%, Prancis 0,7%, dan Jerman 0,2%.

Dimulai pada 2022, AS dan sekutunya di Barat menerapkan serangkaian sanksi ekonomi.
Selain memutus hubungan Rusia dengan banyak pasar di Barat, sanksi-sanksi ini juga membatasi kemampuan bank-bank Rusia untuk bertransaksi bisnis secara internasional dan menindak perdagangan minyak dan gas, yang pada akhirnya menetapkan batas harga minyak Rusia.

Namun beragam sanksi tak bergeming, karena Rusia mengambil langkah cerdik membangun hubungan perdagangan baru. Rusia telah mengimbangi sebagian besar perdagangan yang hilang dialihkan ke China. Pada 2023, omzet perdagangan antara kedua negara melebihi USD240 miliar dengan China menyumbang 38% impor Rusia dan 31% ekspor Rusia.

Memetik Manfaat dari Sanksi

Sistem keuangan Rusia terus berdaptasi karena terjadi pembatasan utang dan ekuitas. Dorongan dedolarisasi kemudian terjadi, mengurangi porsi deposito mata uang asing perusahaan dari 45% pada 2016 menjadi 25% pada 2022 dan pinjaman dalam mata uang asing dari 35% menjadi 15%. Di kalangan individu, simpanan dalam mata uang asing turun dari 25% menjadi di bawah 10%.

Tren ini terus berlanjut setelah invasi skala penuh dan keluarnya Rusia dari sistem pembayaran internasional SWIFT. Akibatnya, tingkat utang dalam mata uang asing tidak mengancam stabilitas keuangan dan bank sentral memiliki cadangan devisa yang cukup untuk membiayai utang ini.

Baca Juga: AS Akui Tak Berdaya Hadapi Rudal Hipersonik Rusia dan Drone Iran

Pada 1 Juli 2023, utang perusahaan non-keuangan mencapai 50,6% dari PDB, sementara utang individu mencapai 20,4% dan utang pemerintah mencapai 16,1%. Tingkat ini lebih baik dibandingkan dengan negara-negara G20, di mana tingkat utang jauh lebih tinggi.

Dedolarisasi telah membantu melindungi ekonomi Rusia dari guncangan keuangan eksternal. Pada musim semi 2023, misalnya, inflasi di AS dan keputusan Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga mendorong penilaian ulang portofolio obligasi bank-bank AS. Hal ini memberikan tekanan pada pasar ekuitas AS dan berkontribusi pada kebangkrutan beberapa pemberi pinjaman. Pasar Rusia, yang pada saat itu sebagian besar telah terputus dari sistem keuangan internasional yang berpusat di AS akibat sanksi, tidak terpengaruh oleh gejolak ini.

Pembekuan cadangan bank sentral Rusia sebesar USD300 miliar pada awal invasi skala penuh ternyata memiliki lebih banyak efek psikologis daripada efek praktis. Sejauh ini, belum ada kebutuhan untuk melakukan pencairan besar-besaran dari cadangan mata uang asing Rusia.

Di tengah arus masuk yang sehat dari penjualan minyak dan gas Rusia di pasar dunia cadangan ini tetap tersedia untuk intervensi jika terjadi ancaman terhadap stabilitas keuangan. Dengan sanksi yang memiliki efek perlindungan dan sistem perbankan yang sehat, tidak ada ancaman yang akan terjadi. Perekonomian, tampaknya telah menyesuaikan diri dengan keseimbangan baru ini.

Rusia telah mampu membangun kembali cadangan bank sentral selama dua tahun terakhir. Oleh karena itu, diragukan bahwa penyitaan aset-aset oleh negara-negara Barat yang telah banyak dibicarakan atau pemindahannya ke Ukraina akan memaksa Moskow ke meja perundingan atau menarik pasukannya dari Ukraina. Kurangnya persatuan di antara negara-negara Barat tentang bagaimana menangani aset-aset yang dibekukan tersebut menunjukkan bahwa setiap upaya untuk menyita aset-aset tersebut dapat menciptakan lebih banyak masalah dengan memperburuk perpecahan politik di Barat dan memicu dampak lanjutan yang tidak diantisipasi.



Meskipun pendapatan non-migas meningkat 25% pada 2023 anggaran negara Rusia menjadi semakin bergantung pada ekspor energi. Jika terjadi resesi global yang menekan harga energi, atau jika sanksi barat terhadap sektor minyak dan gas Rusia diperketat, keuangan negara Rusia akan mengalami kesulitan.

Namun hal ini sangat dipahami oleh Kremlin, yang telah secara sukarela memangkas produksi sesuai dengan keputusan pengaturan OPEC-Plus yang dipimpinnya bersama Arab Saudi dan mengubah cara menghitung pajak minyak. Tujuannya adalah untuk menstabilkan pendapatan minyak dan gas serta menghindari penurunan mendadak dalam pembayaran pajak sektor ini.

Moskow secara umum telah belajar untuk menghindari pembatasan harga minyak yang sengaja dilakukan AS. Kementerian Keuangan Rusia memprediksi bahwa pada 2024 pendapatan minyak dan gas akan meningkat menjadi 11,5 triliun rubel atau USD124 miliar meningkat 30% dari tahun sebelumnya.

Ekonomi Tangguh

Prediksi Kepala Departemen Eropa IMF Alfred Kammer memproyeksikan ekonomi Rusia akan terus tumbuh dengan stabil pada 2024. Menyitir Russia Today, negara ini telah menikmati rebound dalam konsumsi, pertumbuhan upah riil, dan pasar tenaga kerja yang kuat.

Kementerian Ekonomi Rusia memperkirakan pertumbuhan PDB tahun ini akan mencapai 3,6%, sama seperti tahun lalu. Banyak analis mengaitkan ketahanan ekonomi Rusia dalam menghadapi sanksi barat dengan peralihannya yang cepat ke Timur untuk perdagangan dan kebijakan ekonomi yang diterapkan untuk mengimbangi dampak pembatasan.

Tidak ada perbedaan mencolok ekonomi Rusia sebelum dan sesudah dihujani sanksi. Bagi sebagian besar orang Rusia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota besar dampak sanksi terhadap kehidupan sehari-hari tidak terlalu signifikan menurut peneliti senior untuk Rusia dan Eurasia di program Eropa, Rusia, dan Eurasia di Pusat Studi Strategis dan Internasional Maria Snegovaya.

Inflasi akibat kenaikan harga telah diimbangi, sampai batas tertentu dengan upah yang lebih tinggi untuk pekerja karena pengangguran mendekati titik terendah dalam sejarah. Produk-produk barat yang keluar dari Rusia telah digantikan oleh produk-produk China.
(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1008 seconds (0.1#10.140)