Tak Hanya Cukai Tinggi, Struktur Tarif Picu Pergeseran Konsumsi Rokok

Selasa, 04 Juni 2024 - 21:47 WIB
loading...
Tak Hanya Cukai Tinggi, Struktur Tarif Picu Pergeseran Konsumsi Rokok
Kebijakan CHT yang berlaku saat ini baik dari sisi tarif dan strukturnya dinilai masih belum efektif. FOTO/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kebijakan cukai hasil tembakau ( CHT ) yang berlaku saat ini baik dari sisi tarif dan strukturnya dinilai masih belum efektif dalam menekan prevalensi perokok dan mengoptimalkan penerimaan negara. Dalam paparan APBN Kita edisi Mei 2024, Menteri Keuangan menyebutkan penerimaan cukai mengalami penurunan sebesar 0,5% dibandingkan tahun sebelumnya yang dipicu oleh merosotnya penerimaan CHT yang merupakan kontributor mayoritas penerimaan cukai.

Kebijakan kenaikan CHT sebesar 10% di tahun 2024 dinilai tidak efektif dengan adanya perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah dan rokok ilegal, yang terlihat dari penurunan golongan 1 sebesar 3% year on year (yoy), tapi terjadi kenaikan di golongan 2, yaitu 14,2 % yoy.

Peneliti Pusat Industri Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, melihat penurunan realisasi CHT dan produksinya ini perlu untuk di evaluasi, terutama jika kenaikan cukainya terlalu tinggi. Menurutnya, kenaikan cukai yang fluktuatif hingga eksesif dapat mempengaruhi penurunan penerimaan yang jauh lebih besar lagi.



Walau sudah ditetapkan sistem multiyears yang memudahkan pelaku usaha, Heri mengatakan besaran tarifnya juga harus tetap diperhatikan dan jangan terlalu eksesif. "Karena cukai kan bergantung pada CHT, jadi kenaikan ke depan harus hati-hati betul jangan sampai penerimaan cukai justru tidak optimal," terangnya, Selasa (4/6/2024).

Heri menjelaskan kenaikan harga rokok yang lebih tinggi dari inflasi akan mengubah perilaku perokok untuk menyesuaikan konsumsi rokoknya dengan pendapatannya. Artinya kesempatan perokok untuk berpindah konsumsi ke rokok yang lebih mudah dijangkau atau rokok murah akan semakin tinggi, bahkan ke rokok ilegal. Hal ini tentu merugikan kesehatan masyarakat dan adanya potensi penerimaan cukai yang hilang.

"Artinya harus ada benteng lain selain cukai yang harus dikuatkan karena selama ini unsur pengendalian yang berjalan baru cukai. Tapi tetap harus memperhatikan perlindungan industri dan penyerapan tenaga kerjanya, jadi harus hati-hati betul," ucapnya.

Dalam menetapkan kebijakan cukai, Heri merekomendasikan perlu adanya roadmap jangka panjang untuk struktur tarif cukai agar perhitungannya transparan. "Jadi memang perlu dibenahi (struktur tarif cukai) supaya semua tahu argumentasi dan rumusnya. Formula tarif cukainya juga harus jelas supaya kuat argumennya," tegasnya.

Terkait peralihan konsumsi ke rokok murah, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto, menjelaskan banyaknya layer dalam struktur tarif cukai rokok mempengaruhi besarnya tarif cukai dan harga produk-produk tembakau di Indonesia.

"Perbedaan pungutan cukai dari masing-masing layer itu cukup signifikan. Ini yang memicu produsen berpindah dari satu layer ke layer lainnya dengan cara memproduksi barang sejenis bermerek baru dengan harga lebih murah,” katanya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1866 seconds (0.1#10.140)