SPIEF 2024: Barat Menembak Diri Mereka Sendiri dengan Sanksi Rusia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Negara-negara Barat sedang menembak diri mereka sendiri dengan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia . Hal itu secara tegas diungkapkan Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov dalam Forum Ekonomi Internasional St Petersburg (SPIEF) 2024 pada Kamis (6/6).
Dia berkomentar bahwa Rusia berada di peringkat empat besar dunia dalam hal Paritas Daya Beli (PPP).
Bank Dunia (World Bank) pekan lalu melaporkan, Rusia menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2021 melampaui Jepang dan Jerman.
"Saya pikir sanksi adalah penyebabnya. Negara-negara Barat senang menjatuhkan sanksi, tetapi mereka menembak diri mereka sendiri. Ekonomi mereka stagnan, sementara ekonomi kami tumbuh. Oleh karena itu, proses pertumbuhan ekonomi Rusia telah dipercepat," kata Siluanov dikutip dari Russian Today, Jumat (7/6/2024).
Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini tumbuh 3,6% tahun lalu. Pada bulan April, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa mereka memperkirakan ekonomi Rusia akan tumbuh lebih cepat dari semua negara maju pada 2024.
PDB diperkirakan akan meningkat 3,2%, melebihi tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk AS (2,7%), Inggris (0,5%), Jerman (0,2%), dan Prancis (0,7%).
Dia menegaskan bahwa Rusia telah belajar untuk mengatasi situasi yang paling sulit dan bergejolak dalam ekonomi global, seperti pandemi Covid-19 dan sanksi, berkat kebijakan moneter dan anggaran yang diadopsi.
Gubernur Bank Rusia Elvira Nabiullina mengatakan regulator telah menetapkan target inflasi sebesar 4%. Pada April, indeks harga konsumen di Rusia mencapai 7,8%. Menyusul pemberlakuan sanksi Barat terhadap Moskow setelah pecahnya konflik Ukraina pada 2022, inflasi di Rusia melonjak hampir 18% pada bulan April tahun itu.
Bank sentral merespons dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 20%, yang membantu menurunkan inflasi secara bertahap menjadi 2,3% pada April 2023. Setelah beberapa kali penyesuaian, suku bunga acuan di Rusia saat ini berada di level 16%.
Negara-negara Barat telah menargetkan Rusia dengan rentetan sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya selama dua tahun terakhir, memutus negara ini dari sistem keuangan berdenominasi dolar, memblokir bank-bank negara ini dari transfer bank internasional, membatasi perdagangan, dan membekukan aset-aset milik bank sentral.
Sebagai bagian dari tekanan sanksi, impor gas alam dan minyak serta sumber daya alam lainnya dari Rusia dilarang atau dibatasi menyebabkan lonjakan harga energi. Sebagai tanggapan, Rusia mengalihkan perdagangan ke Asia dan telah berupaya untuk meninggalkan dolar AS dalam perdagangan dan menggunakan mata uang nasional sebagai gantinya.
Dia berkomentar bahwa Rusia berada di peringkat empat besar dunia dalam hal Paritas Daya Beli (PPP).
Bank Dunia (World Bank) pekan lalu melaporkan, Rusia menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2021 melampaui Jepang dan Jerman.
"Saya pikir sanksi adalah penyebabnya. Negara-negara Barat senang menjatuhkan sanksi, tetapi mereka menembak diri mereka sendiri. Ekonomi mereka stagnan, sementara ekonomi kami tumbuh. Oleh karena itu, proses pertumbuhan ekonomi Rusia telah dipercepat," kata Siluanov dikutip dari Russian Today, Jumat (7/6/2024).
Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini tumbuh 3,6% tahun lalu. Pada bulan April, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa mereka memperkirakan ekonomi Rusia akan tumbuh lebih cepat dari semua negara maju pada 2024.
PDB diperkirakan akan meningkat 3,2%, melebihi tingkat pertumbuhan yang diharapkan untuk AS (2,7%), Inggris (0,5%), Jerman (0,2%), dan Prancis (0,7%).
Dia menegaskan bahwa Rusia telah belajar untuk mengatasi situasi yang paling sulit dan bergejolak dalam ekonomi global, seperti pandemi Covid-19 dan sanksi, berkat kebijakan moneter dan anggaran yang diadopsi.
Gubernur Bank Rusia Elvira Nabiullina mengatakan regulator telah menetapkan target inflasi sebesar 4%. Pada April, indeks harga konsumen di Rusia mencapai 7,8%. Menyusul pemberlakuan sanksi Barat terhadap Moskow setelah pecahnya konflik Ukraina pada 2022, inflasi di Rusia melonjak hampir 18% pada bulan April tahun itu.
Bank sentral merespons dengan menaikkan suku bunga acuan menjadi 20%, yang membantu menurunkan inflasi secara bertahap menjadi 2,3% pada April 2023. Setelah beberapa kali penyesuaian, suku bunga acuan di Rusia saat ini berada di level 16%.
Negara-negara Barat telah menargetkan Rusia dengan rentetan sanksi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya selama dua tahun terakhir, memutus negara ini dari sistem keuangan berdenominasi dolar, memblokir bank-bank negara ini dari transfer bank internasional, membatasi perdagangan, dan membekukan aset-aset milik bank sentral.
Sebagai bagian dari tekanan sanksi, impor gas alam dan minyak serta sumber daya alam lainnya dari Rusia dilarang atau dibatasi menyebabkan lonjakan harga energi. Sebagai tanggapan, Rusia mengalihkan perdagangan ke Asia dan telah berupaya untuk meninggalkan dolar AS dalam perdagangan dan menggunakan mata uang nasional sebagai gantinya.
(nng)