Penggerak Pertumbuhan Ekonomi, UMKM Jadi Tumpuan Bisnis BRI di Masa Depan

Jum'at, 21 Agustus 2020 - 06:43 WIB
loading...
Penggerak Pertumbuhan...
Direktur Utama BRI Sunarso. Foto/dok
A A A
JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) pada semester I/2020 secara konsolidasi membukukan laba bersih Rp10,20 triliun. Angka tersebut lebih rendah atau turun 32% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kendati laba mengalami penurunan, BRI meyakini ke depan akan mampu terus menumbuhkan bisnisnya di tengah upaya menyelamatkan, membantu, dan membangkitkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) akibat tekanan ekonomi yang disebabkan pandemi korona (Covid-19).

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, bagi perseroan, pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang merupakan hal utama. Oleh karena itu BRI akan berjibaku untuk memastikan debitor sektor UMKM bertahan.

“UMKM menjadi sumber penggerak pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta tumpuan bisnis BRI di masa depan,” kata Sunarso di sela-sela konferensi pers virtual saat paparan kinerja BRI Semester I/2020 di Jakarta, Rabu (19/8).

Pada kesempatan itu BRI juga melaporkan bahwa hingga akhir Juni 2020 telah menyalurkan kredit secara konsolidasi sebesar Rp922,97 triliun atau tumbuh 5,23% year on year (yoy). (Baca: Yuk Intip! Berapa Sih Bantuan BRI untuk Penanganan Corona)

"Pencapaian ini lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri perbankan di bulan Juni 2020 sebesar 1,49% yoy" kata Sunarso.

Dari total pinjaman tersebut, sebesar 78,58% di antaranya atau senilai Rp725,27 triliun disalurkan ke segmen UMKM. Perseroan menargetkan sebanyak 80% portofolio pinjaman BRI pada 2022 merupakan pinjaman yang disalurkan ke segmen UMKM.

Kendati perekonomian secara nasional mengalami tekanan, BRI mampu menjaga rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di angka 3,13% dengan NPL coverage 187,73% pada akhir Juni 2020. Adapun dari segi liabilities, BRI mampu menumbuhkan dana pihak ketiga (DPK) hingga double digit. Sementara itu hingga akhir Juni 2020, DPK BRI konsolidasian tercatat Rp 1.072,50 triliun, tumbuh 13,49% yoy.

"Pencapaian ini lebih tinggi dari penghimpunan DPK industri perbankan di bulan Juni 2020 yang tercatat sebesar 7,95% yoy," katanya. (Baca juga: Wamena Papua Kembali Mencekam, 10 Rumah Dibakar dan 4 Warga Terluka)

BRI melihat Covid-19 telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi selama kuartal I dan II tertekan. Hal ini merupakan imbas dari berbagai kebijakan seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang membuat aktivitas masyarakat terbatas.

Kendati demikian, sejak awal pandemi terjadi, BRI berkomitmen untuk fokus melakukan upaya penyelamatan dan membantu kebangkitan UMKM. Perseroan juga berupaya mengakselerasi aktivitas ekonomi pelaku UMKM, antara lain dengan terus menyalurkan pinjaman secara selektif.

"Memasuki semester II/2020, saat ini fokus BRI adalah membangkitkan kembali para pelaku UMKM. Karena untuk restrukturisasi kredit di bulan Juni dan Juli sudah melandai bila dibandingkan dengan periode April dan Mei yang lalu," kata Sunarso.

Upaya masif yang dilakukan BRI untuk membantu UMKM tetap survive antara lain dengan melakukan restrukturisasi kredit. Hingga 31 Juli 2020 BRI telah melakukan restrukturisasi pinjaman senilai Rp183,7 triliun kepada 2,9 juta debitor.

Menurut Sunarso, krisis yang tengah terjadi saat ini menjadi akselerator transformasi yang telah dilakukan BRI sejak 2016 lalu. Transformasi yang dilakukan juga sebagai upaya untuk menjaga keberlangsungan UMKM dengan membawa misi membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. (Baca juga: 9 Poin Penting RUU Ciptaker Masih Jadi Perdebatan Tim Buruh-DPR)

“Meningkatkan produktivitas UMKM artinya sama dengan meningkatkan penyerapan tenaga kerja karena UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia,” ucap Sunarso.

Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo menambahkan, penurunan laba perseroan lebih disebabkan adanya program penyelamatan UMKM akibat Covid-19 sehingga menggerus pendapatan bunga.

"Penurunan ini supaya kita menyelamatkan UMKM berupa restrukturisasi dan melakukan beberapa inisiatif kepada debitor dengan penurunan suku bunga," kata Haru.

Adanya restrukturisasi, menurut Haru, berdampak pada terlambatnya atau tidak diterimanya pendapatan bunga sehingga net interest margin (NIM) BRI turun menjadi 5,6%. Ke depan, jika restrukturisasi kredit sudah mulai optimal yang artinya penambahan sudah melandai, diharapkan NIM akhir tahun bisa sekitar 5,6%.

Hingga akhir semester I/2020, pendapatan berbasis komisi BRI tercatat sebesar Rp7,46 triliun atau tumbuh 18,59% yoy. Adapun aset konsolidasian mencapai Rp1.387,76 triliun atau tumbuh 7,73% yoy. (Lihat videonya: Jejak Tradisi Malam 1 Suro dan Suronan di Pesantren)

Pada kesempatan tersebut Haru mengungkapkan bahwa BRI mampu menjaga loan to deposit ratio (LDR) secara ideal di angka 86,06% atau lebih rendah dari LDR BRI pada akhir Juni 2019 yang sebesar 92,81%. Sementara itu, dari sisi permodalan, BRI mampu menjaganya secara optimal dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR)pada level20,15%.

"Artinya kita masih cukup likuiditas. CAR juga masih kondusif sehingga bisa mendorong kredit dan bisa meng-cover kalau sewaktu-waktu ada risiko," ungkap dia. (Kunthi Fahmar Sandy)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1275 seconds (0.1#10.140)