Terbongkar Jumlah Sebenarnya Korban PHK Industri Tekstil, Angkanya Fantastis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Total karyawan industri tekstil yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) disebut melebihi data pemerintah sepanjang tahun 2023. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyebutkan, berdasarkan data yang dikumpulkan organisasinya, total karyawan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) , yang terkena PHK mencapai angka 500 ribu orang.
Menurut Gita, pemerintah menyebutkan sekitar 150 ribu orang telah dirumahkan akibat efisiensi atau penutupan pabrik industri TPT selama tahun 2023. Namun ia menampik bahwa sebenarnya, fakta di lapangan melebihi angka total yang disebutkan.
"Sepanjang tahun 2023 data resmi pemerintah menyebutkan PHK ada sekitar 150 ribu orang. Tapi prakiraan kami sudah lebih dari 500 ribu orang dengan hitungan yang dirumahkan, putus kontrak dan pensiun dini," ungkap Gita kepada MPI, Jumat (14/6/2024).
Dia melanjutkan, badai PHK massal ini sebenarnya sudah terjadi bahkan sejak akhir tahun 2022. Sejumlah faktor seperti pengaruh konflik perang Rusia-Ukraina sehingga mengakibatkan permintaan ekspor produk TPT Indonesia menurun, menjadi penyebabnya.
"PHK sudah terjadi sejak akhir tahun 2022 yang diawali oleh perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan turunnya daya beli di Eropa dan AS, sehingga perusahaan berorientasi ekspor kesulitan melakukan penjualan dan akhirnya mengurangi produksi diikuti pengurangan karyawan," jelas Gita.
Situasi tersebut lanjut Gita, diperparah dengan adanya invasi produk impor TPT asal China, baik secara legal maupun ilegal, menggempur pasar lokal di Indonesia. "Kondisi diperparah dengan serangan impor murah dari China, baik yang legal maupun ilegal ke pasar domestik karena China overstock akibat kondisi global," tutur Gita.
Dia mengatakan, pertumbuhan industri TPT tersebut pun hanya bertahan di angka -2% sepanjang tahun 2023. "Banjirnya impor ini mengakibatkan pasar domestik dipenuhi barang impor murah sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dan mengakibatkan turunnya produksi hingga utilisasi hanya sekitar 45%, imbasnya kemudian adalah PHK," katanya.
Ia pun mengatakan situasi industri TPT lokal yang terjadi saat ini adalah penutupan pabrik hingga berujung bisnis terpaksa gulung tikar. "Saat ini trend nya bukan lagi PHK tetapi menutup pabrik, karena perusahaan jalan saat ini dgn sisa karyawan, jadi PHK sekaligus tutup pabrik," ujarnya.
Lebih lanjut, Gita mengungkapkan tren gulung tikar bisnis industri TPT ini akan terus berlangsung selama pemerintah masih mempertahankan kebijakan yang pro importir.
"Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada kebijakan perbaikan pasar dari pemerintah, sepanjang pemerintah masih pro terhadap para importir pedagang, tren tutup pabrik ini akan terus terjadi," lugas Gita.
Lihat Juga: PPN Naik Jadi 12% Berlaku di 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa Terdampak dan Tak Terdampak
Menurut Gita, pemerintah menyebutkan sekitar 150 ribu orang telah dirumahkan akibat efisiensi atau penutupan pabrik industri TPT selama tahun 2023. Namun ia menampik bahwa sebenarnya, fakta di lapangan melebihi angka total yang disebutkan.
"Sepanjang tahun 2023 data resmi pemerintah menyebutkan PHK ada sekitar 150 ribu orang. Tapi prakiraan kami sudah lebih dari 500 ribu orang dengan hitungan yang dirumahkan, putus kontrak dan pensiun dini," ungkap Gita kepada MPI, Jumat (14/6/2024).
Dia melanjutkan, badai PHK massal ini sebenarnya sudah terjadi bahkan sejak akhir tahun 2022. Sejumlah faktor seperti pengaruh konflik perang Rusia-Ukraina sehingga mengakibatkan permintaan ekspor produk TPT Indonesia menurun, menjadi penyebabnya.
"PHK sudah terjadi sejak akhir tahun 2022 yang diawali oleh perang Ukraina-Rusia yang menyebabkan turunnya daya beli di Eropa dan AS, sehingga perusahaan berorientasi ekspor kesulitan melakukan penjualan dan akhirnya mengurangi produksi diikuti pengurangan karyawan," jelas Gita.
Situasi tersebut lanjut Gita, diperparah dengan adanya invasi produk impor TPT asal China, baik secara legal maupun ilegal, menggempur pasar lokal di Indonesia. "Kondisi diperparah dengan serangan impor murah dari China, baik yang legal maupun ilegal ke pasar domestik karena China overstock akibat kondisi global," tutur Gita.
Dia mengatakan, pertumbuhan industri TPT tersebut pun hanya bertahan di angka -2% sepanjang tahun 2023. "Banjirnya impor ini mengakibatkan pasar domestik dipenuhi barang impor murah sehingga produk dalam negeri tidak bisa bersaing dan mengakibatkan turunnya produksi hingga utilisasi hanya sekitar 45%, imbasnya kemudian adalah PHK," katanya.
Ia pun mengatakan situasi industri TPT lokal yang terjadi saat ini adalah penutupan pabrik hingga berujung bisnis terpaksa gulung tikar. "Saat ini trend nya bukan lagi PHK tetapi menutup pabrik, karena perusahaan jalan saat ini dgn sisa karyawan, jadi PHK sekaligus tutup pabrik," ujarnya.
Lebih lanjut, Gita mengungkapkan tren gulung tikar bisnis industri TPT ini akan terus berlangsung selama pemerintah masih mempertahankan kebijakan yang pro importir.
"Kondisi ini akan terus berlangsung sampai ada kebijakan perbaikan pasar dari pemerintah, sepanjang pemerintah masih pro terhadap para importir pedagang, tren tutup pabrik ini akan terus terjadi," lugas Gita.
Lihat Juga: PPN Naik Jadi 12% Berlaku di 2025, Ini Daftar Barang dan Jasa Terdampak dan Tak Terdampak
(akr)