BMKG Bantu Asuransi Mitigasi Perubahan Iklim

Jum'at, 26 April 2019 - 12:03 WIB
BMKG Bantu Asuransi Mitigasi Perubahan Iklim
BMKG Bantu Asuransi Mitigasi Perubahan Iklim
A A A
JAKARTA - Perubahan iklim tidak hanya berdampak terhadap keselamatan tetapi juga kesejahteraan manusia, lantaran turut meningkatkan risiko keuangan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) coba ikut membantu peran asuransi terkait mitigasi bencana di acara Zurich Global Risk Forum: Global Fragilities, Risk Mitigation and Impact to Today's Interconnected World.Untuk tahap lebih lanjut BMKG dan WMO melakukan katalog extreme events dan dampaknya, berisi pemetaan assessment damage and loss, kondisi lokasi dan prediksi event untuk diberikan ke pihak asuransi untuk mempermudah kerja asuransi dalam memitigasi dampak bencana.
"Kita tidak boleh mengabaikan pencegahan dengan penghijauan dan edukasi masyarakat. Jangan merusak lingkungan dan membuka lahan tak terkendali. Fasilitas early warning sebagai sinkronisasi sistem kerjasama dengan PUPR dan badan geologi untuk peringatan dini banjir. Hal ini untuk adaptasi dan mitigasi, dengan demikian bisa membantu pihak asuransi," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta, Jumat (26/4/2019).

Menurutnya isu cuaca ekstrim dan bagaimana solusi menghadapinya masih belum terselesaikan. "PR kita adalah meminimalisir keparahan cuaca ekstrim, karena kondisinya sudah terlalu parah," jelasnya.

Dwikorita menyebutkan bahwa dalam pertemuan WEF tahun 2019 ada tiga risiko besar yang akan berdampak besar terhadap global, tidak terkecuali Indonesia. "Dalam hal cuaca ekstrim, sering kita rasakan, curah hujan tinggi, lebih dari 50 mm per hari. Tapi faktanya berbagai bencana selalu lebih dari 100 mm. Alam kita sudah sangat ekstrim sebagai dampak dari perubahan iklim global," terang Dwikorita.

Lebih lanjut terang dia, kegagalan manusia dalam memitigasi perubahan iklim juga mengakibatkan risiko meningkat. BMKG mengungkapkan ada global atmospheric watch, yang bekerjasama dengan NASA dan beberapa negara Eropa sebagai bagian dari 32 atmospheric watch dari seluruh dunia (akan ditambahkan lagi dua lokasi di Indonesia Timur dan Tengah).

"Kandungan emisi CO2 Indonesia 398,2 CPM berada di bawah rata-rata dunia. Indo sempat masuk ke 10 besar negara dunia yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca, namun karena angka tersebut, kita akhirnya tidak masuk lagi ke list. Tren pemanasan di Jakarta meningkat, meskipun khatulistiwa di bawah ambang rata-rata," terang dia.

Bencana yang paling besar dampaknya di Indonesia saat ini adalah banjir, terutama dari cuaca yang tidak pasti ini. "Dampak bencana tahun 2018 bisa dilihat bahwa terdapat 4.000 korban meninggal dan 10 juta orang yang mengungsi. Jumlah besar pengungsi ini diakibatkan oleh cuaca ekstrim yang berakibat pada banjir, longsor, angin topan, bukan karena bencana masif seperti gempa bumi dan tsunami," jelasnya.

BMKG memberikan seasonal forecasting dan kalender tanam untuk petani serta beberapa outlook untuk kementerian dan lembaga. Mereka juga menyediakan climate field school untuk mengajari petani memantau cuaca dan bercocok tanam.

"Climate Field School tingkatkan produktivitas panen 5 ton per hektar. Pada tahun 2015 terjadi El Nino, petani masih bisa meningkatkan produktivitas 39%. Sekolah ini tidak hanya diberikan di Indonesia, tapi juga di Negara Pasifik," terang dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4260 seconds (0.1#10.140)