Family Office Dikhawatirkan Jadi Tempat Pencucian Uang, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah berencana mengembangkanfamily office di Indonesia untuk menjaring uang milik konglomerat, baik dari dalam maupun luar negeri. Wacana ini dikeluarkan dengan harapan masuknya dana dari para konglomerat tersebut akan membantu membiayai pembangunan ekonomi nasional.
Namun demikian, tak semua sepakat dengan wacana tersebut. Pendirian family office di Indonesia dinilai perlu pertimbangan matang. Sebab, kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, family office bisa menjadi "rumah nyaman" untuk tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, penegakan hukum di Indonesia, utamanya di sektor keuangan, masih tergolong lemah.
"Pencucian uang dan tindak pidana lintas negara di Indonesia masih marak, terbukti nilai transaksi judi online tembus Rp600 triliun yang sebagian melibatkan yurisdiksi negara lain seperti Kamboja," ujar Bhima, Minggu (7/7/2024).
Bhima menjelaskan, family office ini nantinya akan menjadi semacam manajer investasi. Namun, berbeda dengan manajer investasi biasa, ada kelebihan berupa kerahasian data yang lebih ketat hingga pembebasan pajak, seperti yang dijanjikan oleh Pemerintah. "Kalau pengawasan sektor keuangan lemah maka family office pun khawatir bisa ikut terseret dugaan pencucian uang," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa saat ini ada dua negara di Asia yang memiliki family office terbanyak, yakni Singapura dengan 1.500 family office dan Hong Kong dengan sekitar 1.400 family office.
Indonesia, kata Luhut memiliki momentum untuk menarik investasi berupa family office karena kedua negara tersebut, tengah mengalami perubahan. Hong Kong menurutnya tengah mengalami peningkatan tensi geopolitik. Sedangkan Singapura tengah mengalami perubahan regulasi investasi.
Momentum inilah yang memicu ambisi pemerintah untuk mendirikan family office di Indonesia. Luhut juga memastikan family office tidak akan menjadi tempat pencucian uang, dan sebaliknya mendorong dan mendukung pembangunan negara dengan masuknya modal dari family office.
"Nah ini sekarang sedang kita garap dengan cermat, tapi kita menghindari pencucian uang, dia harus datang kemari, dia taruh duit USD10-30 juta, terus dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang untuk bekerja di family office tadi, itu yang kita pajaki," kata Luhut belum lama ini.
Namun demikian, tak semua sepakat dengan wacana tersebut. Pendirian family office di Indonesia dinilai perlu pertimbangan matang. Sebab, kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, family office bisa menjadi "rumah nyaman" untuk tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, penegakan hukum di Indonesia, utamanya di sektor keuangan, masih tergolong lemah.
"Pencucian uang dan tindak pidana lintas negara di Indonesia masih marak, terbukti nilai transaksi judi online tembus Rp600 triliun yang sebagian melibatkan yurisdiksi negara lain seperti Kamboja," ujar Bhima, Minggu (7/7/2024).
Bhima menjelaskan, family office ini nantinya akan menjadi semacam manajer investasi. Namun, berbeda dengan manajer investasi biasa, ada kelebihan berupa kerahasian data yang lebih ketat hingga pembebasan pajak, seperti yang dijanjikan oleh Pemerintah. "Kalau pengawasan sektor keuangan lemah maka family office pun khawatir bisa ikut terseret dugaan pencucian uang," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa saat ini ada dua negara di Asia yang memiliki family office terbanyak, yakni Singapura dengan 1.500 family office dan Hong Kong dengan sekitar 1.400 family office.
Indonesia, kata Luhut memiliki momentum untuk menarik investasi berupa family office karena kedua negara tersebut, tengah mengalami perubahan. Hong Kong menurutnya tengah mengalami peningkatan tensi geopolitik. Sedangkan Singapura tengah mengalami perubahan regulasi investasi.
Momentum inilah yang memicu ambisi pemerintah untuk mendirikan family office di Indonesia. Luhut juga memastikan family office tidak akan menjadi tempat pencucian uang, dan sebaliknya mendorong dan mendukung pembangunan negara dengan masuknya modal dari family office.
"Nah ini sekarang sedang kita garap dengan cermat, tapi kita menghindari pencucian uang, dia harus datang kemari, dia taruh duit USD10-30 juta, terus dia harus investasi berapa juta, dan kemudian dia juga harus memakai orang untuk bekerja di family office tadi, itu yang kita pajaki," kata Luhut belum lama ini.
(fjo)