Pertamina Hulu Energi Perkuat Produksi Agar Lifting Tak Lagi Kering

Senin, 24 Agustus 2020 - 10:14 WIB
loading...
Pertamina Hulu Energi Perkuat Produksi Agar Lifting Tak Lagi Kering
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Pada asumsi makro Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jumat (14/8/2020), lifting minyak diproyeksikan 705.000 barel per hari (bph). Angka tersebut turun dibandingkan dengan pada APBN tahun-tahun sebelumnya.

Sebagai perbandingan, tahun ini lifting minyak dipatok 755.000 bph, setahun sebelumnya yakni di 2019 sebesar 775.000 bph dan pada 2018 sebesar 800.000 bph.

Melihat tren penurunan lifting yang selalu terjadi setiap tahun, tentu ini menjadi alarm bagi industri minyak dan gas (migas) nasional. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi dengan industri migas nasional saat ini. (Baca: Lifting Minyak Saban Tahun Turun Dianggap Wajar, Ini 5 Penyebabnya)

Di sisi lain, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air diprediksi meningkat sehingga untuk menutupinya mau tidak mau harus mengandalkan impor. Tahun lalu saja, volume impor migas tidak kurang dari 800.000 bph. Angka sebesar itu sebagai imbas dari besarnya konsumsi dalam negeri yang mencapai kisaran 1,5 juta bph.

Meski selama masa pandemi terjadi penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akibat daya beli yang melemah dan masih terbatasnya aktivitas ekonomi, namun data lifting migas tersebut sebaiknya jangan pernah diabaikan.

Dengan konsumsi BBM yang masih tinggi sementara minyak mentah yang siap dijual terus menurun, hal itu jelas bukan indikator yang baik bagi APBN. Imbasnya, defisit akibat impor migas dipastikan membengkak.

Merespons penurunan produksi minyak yang selalu terjadi setiap tahun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebenarnya sudah berupaya melakukan sejumlah langkah.

Mulai dari membuka data dan promosi open area, menjaga keekonomian wilayah kerja, efisiensi biaya, dan memaksimalkan one door service policy untuk mempercepat perizinan. SKK Migas juga meluncurkan program menuju produksi minyak satu juta barel yang ditargetkan pada 2030. (Baca juga: Tembus Rp200 Triliun, Penerimaan Cukai Rokok RI Terbesar se-Asia Tenggara)

Yang terkini, SKK Migas kembali memperbolehkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memilih opsi cost recovery, setelah sebelumnya sempat mewajibkan skema gross split alias bagi hasil.

Kembali ke persoalan tren penurunan lifting pada APBN, hal itu bisa jadi merupakan respons atas produksi minyak nasional yang juga terus berkurang dalam beberapa dekade terakhir. Penyebabnya, antara lain sumur-sumur produksi yang sudah berumur tua sehinga tak lagi produktif serta minimnya temuan cadangan baru dalam jumlah besar.

Kondisi ini mau tidak mau membuat KKKS berjuang untuk paling tidak mengurangi laju penurunan produksi dengan mengoptimalkan sumur-sumur yang ada. Beberapa strategi yang dipilih antara lain melakukan work over atau well services untuk menjaga produksi.

Kegiatan-kegiatan tersebut tetap dilakukan kendati dalam kedaaan pandemi Covid-19, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. “Memang ada kendala di lapangan tapi tidak menghalangi untuk terus berproduksi. Kita juga bekerja sama dengan semua pihak agar di lapangan berjalan baik,” ujar CEO Pertamina Hulu Energi Budiman Parhusip saat koferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu (15/08/2020).

Terkait target lifting pada RAPBN 2021 yang disampaikan pemerintah yakni sebanyak 705.000 bph, Budiman mengungkapkan, Pertamina selalu KKKS melalui anak usahanya akan selalu berupaya secara optimal untuk mencapai target yang dicanangkan perusahaan dalam mendukung target nasional. (Baca juga: Zulhas Sebut Gaya Kepemimpinan Amien Rais Seperti Pesawat)

“Ke depan upaya menjaga dan meningkatkan produksi akan terus diperkuat melalui pengeboran, sumur, workover, perawatan sumur, serta menjaga keandalan fasilitas produksi dem menghindari unplanned shutdown,” kata Budiman.

Sepanjang tahun ini, ujar dia, Pertamina di sektor hulu tetap berkomitmen melakukan berbagai aktivitas bisnis seperti melakukan pemboran eksplorasi sebanyak delapan sumur, eksploitasi sebanyak 156 sumur, workover 320 sumur, dan well services 6.699 sumur. Selain itu, Pertamina juga baru saja merampungkan survei Seismic 2D Jambi Merang sepanjang 31.140 km, yang merupakan survei terbesar di Asia Tenggara.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, turunnya lifting minyak pada APBN yang terjadi saban tahun merupakan hal yang wajar. Menurut dia, ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak pernah beranjaknya angka lifting minyak dan gas dalam beberapa tahun terakhir. (Lihat videonya: Pembunuh Keji Satu Keluarga di Sukoharjo Ditangkap)

“Kenapa dibilang wajar, karena pertama, kondisi lapangan migas kita saat ini sudah mature dan decline rate yang cukup besar. Tahun ini saja sudah berkisar 4% dan bahkan bisa 20% jika tidak ada kegiatan pengeboran dan kerja sumur secara signifikan,” kata Mamit kepada SINDO Media di Jakarta.

Faktor lain, kata dia, tren harga minyak dunia masih rendah dan tidak adanya temuan cadangan dalam skala besar. (Yanto Kusdiantono)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1491 seconds (0.1#10.140)