4 Ormas Besar Keagamaan yang Kepincut 'Godaan' Tambang dari Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Banyak pihak menyebut motif pemerintah di bawah rezim Jokowi obral izin tambang kepada ormas keagamaan adalah politik balas budi. Pemerintah memberikan previlese kepada ormas salah satunya melalui aset pertambangan.
Dasar hukum pengelolaan tambang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintahan Jokowi baru-baru ini mengejutkan publik dengan kebijakan pemberian izin tambang batubara kepada ormas keagamaan. Dasar pemberiannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 83A Ayat (1) PP No 25/2024 disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
WIUPK yang dimaksud adalah eks Perjanjian Karya Pengelolaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pasal ini segera menuai polemik. Beberapa pihak menilai bahwa pasal tersebut bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu UU No 3/2022. Dalam Pasal 75 Ayat (2) UU No 3/2022, dinyatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan usaha swasta.
Selanjutnya dalam Ayat (3) dinyatakan bahwa BUMN dan BUMD diprioritaskan untuk mendapatkan IUPK. Pada Ayat (4), badan usaha swasta yang menginginkan IUPK harus lewat lelang. Ormas keagamaan, masuk dalam kategori ”badan usaha swasta” tersebut.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan ormas keagamaan pertama kali, yang menerima konsesi izin tambang batubara dari pemerintah. PBNU mendapat jatah tambang batubara bekas PT Kaltim Prima Coal milik grup usaha Bakrie di Kalimantan Timur.
Lalu disusul Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang turut memutuskan menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang. Pemerintah saat ini masih menindaklanjuti keputusan itu dan mencarikan lahan tambang yang tepat untuk Muhammadiyah berdasarkan luasan konsesi dan potensi cadangannya.
Kabar terbaru yang dilaporkan BKPM, Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia juga turut menyampaikan minatnya mengelola izin tambang.
Secara bisnis, komoditas tambang baik itu batubara maupun mineral memang menggiurkan. Sektor tambang berkontribusi besar bagi penerimaan negara. Tahun lalu saja, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara sebesar Rp173 triliun jauh melampaui sektor migas, yang hanya Rp117 triliun. Adapun capaian jumbo itu ditopang tingginya harga komoditas tambang dalam beberapa tahun terakhir.
Dasar hukum pengelolaan tambang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintahan Jokowi baru-baru ini mengejutkan publik dengan kebijakan pemberian izin tambang batubara kepada ormas keagamaan. Dasar pemberiannya adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 83A Ayat (1) PP No 25/2024 disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
WIUPK yang dimaksud adalah eks Perjanjian Karya Pengelolaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Pasal ini segera menuai polemik. Beberapa pihak menilai bahwa pasal tersebut bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yaitu UU No 3/2022. Dalam Pasal 75 Ayat (2) UU No 3/2022, dinyatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dapat diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan usaha swasta.
Selanjutnya dalam Ayat (3) dinyatakan bahwa BUMN dan BUMD diprioritaskan untuk mendapatkan IUPK. Pada Ayat (4), badan usaha swasta yang menginginkan IUPK harus lewat lelang. Ormas keagamaan, masuk dalam kategori ”badan usaha swasta” tersebut.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merupakan ormas keagamaan pertama kali, yang menerima konsesi izin tambang batubara dari pemerintah. PBNU mendapat jatah tambang batubara bekas PT Kaltim Prima Coal milik grup usaha Bakrie di Kalimantan Timur.
Lalu disusul Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang turut memutuskan menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang. Pemerintah saat ini masih menindaklanjuti keputusan itu dan mencarikan lahan tambang yang tepat untuk Muhammadiyah berdasarkan luasan konsesi dan potensi cadangannya.
Kabar terbaru yang dilaporkan BKPM, Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia juga turut menyampaikan minatnya mengelola izin tambang.
Secara bisnis, komoditas tambang baik itu batubara maupun mineral memang menggiurkan. Sektor tambang berkontribusi besar bagi penerimaan negara. Tahun lalu saja, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor mineral dan batubara sebesar Rp173 triliun jauh melampaui sektor migas, yang hanya Rp117 triliun. Adapun capaian jumbo itu ditopang tingginya harga komoditas tambang dalam beberapa tahun terakhir.
(nng)