Jokowi Bandingkan Investasi Kereta Tanpa Rel China di IKN dengan LRT dan MRT, Apakah Sama?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Jokowi membandingkan investasi pembangunan Kereta Tanpa Awak atau Autonomous Rail Transit (ART) lebih murah ketimbang membangun MRT atau LRT yang saat ini dikembangkan di perkotaan.
Jokowi merinci untuk membangun MRT diperlukan investasi sekitar Rp2,3 triliun per kilometer, sedangkan untuk LRT diperlukan biaya sekitar Rp700 miliar per kilometer. Sedangkan nilai Investasi ART hanya cukup memerlukan pengadaan trainset yaitu Rp70 miliar untuk satu rangkaian.
Sebab menurutnya pengembangan Kereta Tanpa Awak sendiri pada dasarnya hanya membutuhkan jaringan jalan, sehingga tidak perlu untuk melakukan pembebasan lahan atau kegiatan konstruksi untuk membangun tiang pancang atau membanguan terowongan dengan biaya yang tidak murah.
"Trem otonom kira-kira harganya Rp70-an miliar satu unit rangkaian. Kalau kita mau membangun MRT itu per kilometernya Rp2,3 triliun, kalau kita mau membangun LRT itu kurang lebih Rp700 miliar per kilometer," kata Jokowi di IKN, Selasa (13/8/2024).
Meski memiliki nilai investasi yang lebih murah, namun pembangunan moda transportasi tanpa awak ini menurutnya juga cukup sulit jika diterapkan di Ibukota. Sebab ART membutuhkan badan jalan yang lebih lebar sebagai jalur khusus.
"Problemnya sekarang ini memang hampir di semua kota jalannya kurang lebar. Sehingga tidak semua kota bisa memakai ART," kata Kepala Negara.
Meski demikian, Jokowi berharap ke depannya angkutan transportasi massal berbasis listrik tersebut dapat digunakan di IKN dan juga kota-kota lainnya di Indonesia.
"Kalau kita pakai trem otonom memang jalan harus lebar, dan jalan di IKN memang sudah didesain lebar, mencukupi untuk itu. Kota-kota lain di Indonesia saya kira semuanya membutuhkan transportasi massal yang berbasis energi hijau," pungkasnya.
Jokowi mengatakan, salah satu kelebihan dari penggunaan trem otonom adalah biaya yang relatif murah. Sebab, pengoperasian trem otonom tidak berbasis rel dan cukup menggunakan jalan yang sudah ada, sehingga tidak membutuhkan pembangunan infrastruktur.
Jokowi merinci untuk membangun MRT diperlukan investasi sekitar Rp2,3 triliun per kilometer, sedangkan untuk LRT diperlukan biaya sekitar Rp700 miliar per kilometer. Sedangkan nilai Investasi ART hanya cukup memerlukan pengadaan trainset yaitu Rp70 miliar untuk satu rangkaian.
Sebab menurutnya pengembangan Kereta Tanpa Awak sendiri pada dasarnya hanya membutuhkan jaringan jalan, sehingga tidak perlu untuk melakukan pembebasan lahan atau kegiatan konstruksi untuk membangun tiang pancang atau membanguan terowongan dengan biaya yang tidak murah.
"Trem otonom kira-kira harganya Rp70-an miliar satu unit rangkaian. Kalau kita mau membangun MRT itu per kilometernya Rp2,3 triliun, kalau kita mau membangun LRT itu kurang lebih Rp700 miliar per kilometer," kata Jokowi di IKN, Selasa (13/8/2024).
Meski memiliki nilai investasi yang lebih murah, namun pembangunan moda transportasi tanpa awak ini menurutnya juga cukup sulit jika diterapkan di Ibukota. Sebab ART membutuhkan badan jalan yang lebih lebar sebagai jalur khusus.
"Problemnya sekarang ini memang hampir di semua kota jalannya kurang lebar. Sehingga tidak semua kota bisa memakai ART," kata Kepala Negara.
Meski demikian, Jokowi berharap ke depannya angkutan transportasi massal berbasis listrik tersebut dapat digunakan di IKN dan juga kota-kota lainnya di Indonesia.
"Kalau kita pakai trem otonom memang jalan harus lebar, dan jalan di IKN memang sudah didesain lebar, mencukupi untuk itu. Kota-kota lain di Indonesia saya kira semuanya membutuhkan transportasi massal yang berbasis energi hijau," pungkasnya.
Jokowi mengatakan, salah satu kelebihan dari penggunaan trem otonom adalah biaya yang relatif murah. Sebab, pengoperasian trem otonom tidak berbasis rel dan cukup menggunakan jalan yang sudah ada, sehingga tidak membutuhkan pembangunan infrastruktur.
(nng)