Pejabat Kurang Kompeten Biang Kerok Pemulihan Ekonomi Berjalan Lambat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga pertengahan tahun ini sebesar Rp330,2 triliun. Realisasi defisit anggaran itu setara dengan 2,01% PDB bahkan estimasi sampai akhir tahun bisa mencapai 6,34% dari PDB.
(Baca Juga: Dear Pemerintah, Mau Dongkrak Konsumsi? Percepat Implementasi PEN )
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Indef Bhima Yudhsitira menilai, defisit yang terjadi saat ini permasalahannya adalah ketika proyeksi defisit APBN melebar, namun uang untuk melakukan stimulus ini ternyata serapannya sangat lambat khususnya untuk stimulus kesehatan.
"Jadi sangat jauh dari ekspektasi. Nah ini kemudian jadi masalah, artinya dengan proyeksi pelebaran defisit, pemerintah cari uang dengan cara menghutang dan utang naik cukup tinggi sementara anggaraan yang ada untuk lakukan stimulus nol," ujar Bhima saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Dari sisi pejabat pelaksana teknis, menurutnya ini yang tidak bekerja secara optimal. Sehingga pemulihan ekonomi berjalan lebih lama. Dan efek dari adanya pelebaran anggaran yang tidak disertai dengan percepatan realisasi stimulus artinya pelebaran anggaran ini bisa sangat mubazir bagi ekonomi Indonesia dan akan jadi beban karena ternyata uangnya ditahan untuk dicairkan dalam bentuk stimulus.
(Baca Juga: Boncos! Defisit APBN Bakal Terus Melebar hingga 6,34% PDB )
"Nah kalau ini terus terjadi sampai akhir tahun otomatis pemulihan ekonomi akan lambat dan efeknya kita akan masuk resesi dalam, sementara penerimaan pajak butuh waktu lebih lama lagi," beber dia.
Jadi sambung dia, semua masalah ini ada pada pejabat yang kurang kompeten dan birokrasi yang lambat dalam mencairkan stimulus padahal anggaran sudah dicarikan dari pelebaran defisit itu.
Lihat Juga: APBN 2024 hingga Mei Defisit Rp21,8 T, Pendapatan Negara Menyusut Saat Belanja Negara Naik
(Baca Juga: Dear Pemerintah, Mau Dongkrak Konsumsi? Percepat Implementasi PEN )
Menanggapi hal tersebut, Ekonom Indef Bhima Yudhsitira menilai, defisit yang terjadi saat ini permasalahannya adalah ketika proyeksi defisit APBN melebar, namun uang untuk melakukan stimulus ini ternyata serapannya sangat lambat khususnya untuk stimulus kesehatan.
"Jadi sangat jauh dari ekspektasi. Nah ini kemudian jadi masalah, artinya dengan proyeksi pelebaran defisit, pemerintah cari uang dengan cara menghutang dan utang naik cukup tinggi sementara anggaraan yang ada untuk lakukan stimulus nol," ujar Bhima saat dihubungi di Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Dari sisi pejabat pelaksana teknis, menurutnya ini yang tidak bekerja secara optimal. Sehingga pemulihan ekonomi berjalan lebih lama. Dan efek dari adanya pelebaran anggaran yang tidak disertai dengan percepatan realisasi stimulus artinya pelebaran anggaran ini bisa sangat mubazir bagi ekonomi Indonesia dan akan jadi beban karena ternyata uangnya ditahan untuk dicairkan dalam bentuk stimulus.
(Baca Juga: Boncos! Defisit APBN Bakal Terus Melebar hingga 6,34% PDB )
"Nah kalau ini terus terjadi sampai akhir tahun otomatis pemulihan ekonomi akan lambat dan efeknya kita akan masuk resesi dalam, sementara penerimaan pajak butuh waktu lebih lama lagi," beber dia.
Jadi sambung dia, semua masalah ini ada pada pejabat yang kurang kompeten dan birokrasi yang lambat dalam mencairkan stimulus padahal anggaran sudah dicarikan dari pelebaran defisit itu.
Lihat Juga: APBN 2024 hingga Mei Defisit Rp21,8 T, Pendapatan Negara Menyusut Saat Belanja Negara Naik
(akr)