Industri Hulu Migas Terus Ngegas Demi Ketahanan Energi
loading...
A
A
A
Saat ini, penemuan-penemuan baru tersebar di banyak wilayah, termasuk di kawasan Indonesia Timur. Dengan lokasi di laut dalam, maka diperlukan pembangunan infrastruktur baru dengan teknologi canggih.
“Dengan kondisi seperti itu perlu insentif dari pemerintah agar proyeknya masuk skala keekonomian,”tuturnya.
Kolaborasi para stakeholder, juga dukungan berupa perbaikan regulasi, termasuk kepastian berusaha, lanjut Komaidi, diyakini akan membuat investor global tertarik untuk menanamkan investasi di Indonesia.
“Contohnya di Ethiopia dan Kamerun. Karena didukung regulasi dan cadangan yang besar, meskipun ada konflik politik dan keamanan, perusahaan migas global masih bisa ngebor 600 ribu barel per hari,”urainya.
Di Indonesia, lanjut dia, masih belum ditemukan cadangan super giant seperti yang ada di Ethiopia maupun Kamerun. “Tidak ditemukan karena tidak ada eksplorasi. Nah untuk mendorong agar KKKS mau eksplorasi pemerintah perlu memberikan kemudahan. Tak cukup dengan gross split, perlu ada perubahan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim berusaha,”papar Komaidi.
Dari sisi fiskal, bagi hasil perlu disesuaikan agar investor mau berinvestasi dan mengelola wilayah kerja. Selain itu, masalah perpajakan juga perlu dievaluasi oleh pemerintah.
“Misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB). Lapangan migas jangan dikutip PBB karena itu tanah negara, bukan milik KKKS. Jika PBB dibebankan di lahan yang beratus ribu hektare, tentu akan memberatkan,”katanya.
Selain itu, pemerintah perlu menyederhanakan proses perizinan. Saat ini, sektor hulu migas dihadapkan pada perizinan yang melibatkan 17 kementerian dan lembaga dengan jumlah 300 perizinan.
“Untuk mengurus izin butuh hingga 4 tahun. Ini harus dicarikan solusinya, sebab investor perlu sibuk mencari minyak bukan sibuk mengurus izin. Karenanya, proses perizinan harus dibuat cepat,”tegas Komaidi.
“Dengan kondisi seperti itu perlu insentif dari pemerintah agar proyeknya masuk skala keekonomian,”tuturnya.
Kolaborasi para stakeholder, juga dukungan berupa perbaikan regulasi, termasuk kepastian berusaha, lanjut Komaidi, diyakini akan membuat investor global tertarik untuk menanamkan investasi di Indonesia.
“Contohnya di Ethiopia dan Kamerun. Karena didukung regulasi dan cadangan yang besar, meskipun ada konflik politik dan keamanan, perusahaan migas global masih bisa ngebor 600 ribu barel per hari,”urainya.
Di Indonesia, lanjut dia, masih belum ditemukan cadangan super giant seperti yang ada di Ethiopia maupun Kamerun. “Tidak ditemukan karena tidak ada eksplorasi. Nah untuk mendorong agar KKKS mau eksplorasi pemerintah perlu memberikan kemudahan. Tak cukup dengan gross split, perlu ada perubahan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim berusaha,”papar Komaidi.
Dari sisi fiskal, bagi hasil perlu disesuaikan agar investor mau berinvestasi dan mengelola wilayah kerja. Selain itu, masalah perpajakan juga perlu dievaluasi oleh pemerintah.
“Misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB). Lapangan migas jangan dikutip PBB karena itu tanah negara, bukan milik KKKS. Jika PBB dibebankan di lahan yang beratus ribu hektare, tentu akan memberatkan,”katanya.
Selain itu, pemerintah perlu menyederhanakan proses perizinan. Saat ini, sektor hulu migas dihadapkan pada perizinan yang melibatkan 17 kementerian dan lembaga dengan jumlah 300 perizinan.
“Untuk mengurus izin butuh hingga 4 tahun. Ini harus dicarikan solusinya, sebab investor perlu sibuk mencari minyak bukan sibuk mengurus izin. Karenanya, proses perizinan harus dibuat cepat,”tegas Komaidi.