Perlu Regulasi Tegas untuk Dukung Kelancaran Logistik
A
A
A
JAKARTA - Ketidakjelasan regulasi sektor maritim di Tanah Air dinilai menimbulkan celah untuk menahan kapal angkutan, barang, kru kapal yang berpemgaruh terhadap kelancaran distribusi logistik.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, mengimbau kepada pemerintah untuk menerbitkan regulasi kemaritiman yang jelas dalam rangka mendukung dan menguatkan sektor logistik.
"Misalnya penahanan kapal kargo MV Neha oleh sekelompok orang di Batam. Kalau mengikuti regulasi kemaritiman, seharusnya kapal tidak boleh disita begitu saja. Tetapi karena Indonesia tidak ada hukumnya, celah ini dimanfaatkan oleh para mafia di pelabuhan," ujarnya, Selasa (1/10/2019).
Kondisi demikian, kata dia, akan mengganggu distribusi logistik. Padahal kelancaran logistik menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Siswanto mengungkapkan, dalam praktiknya seharusnya setiap kapal dengan kontrak pengangkutan harus menyelesaikan pengiriman terlebih dahulu. Namun, karena ada pihak yang bersengketa, kapal kemudian ditahan hingga akhirnya merugikan banyak pihak termasuk pemilik kapal.
Menurut Siswanto, pendekatan yang seharusnya dilakukan yakni tidak menyinggung aspek bisnis yang bisa mengganggu distribusi logistik. "Jadi, kelemahan regulasi kita dimanfaatkan. Misalnya ada pihak yang bersengketa, kemudian barang disita. Sementara kita tidak butuh hal itu dalam bisnis pelayaran. Kita selesaikan saja masalah tetapi bisnis tetap jalan," tegas Siswanto.
Belajar dari peristiwa tersebut, Siswanto berharap kedepannya ada regulasi yang jelas dan pemerintah dapat bertindak tegas untuk memangkas kegiatan yang mengganggu distribusi logistik nasional.
Pakar Hukum Kemaritiman Indonesia, Chandra Motik, menuturkan dalam UU Pelayaran disebutkan, kapal hanya bisa ditahan jika ada perintah penahanan kapal dari pengadilan.
"Sementara yang melakukan penahanan ini bukanlah pihak berwajib. Ditambah pula sekelompok orang tersebut juga tidak ada perintah penahanan dari pengadilan. Ini jelas sangat menyalahi aturan," tegasnya.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi, mengimbau kepada pemerintah untuk menerbitkan regulasi kemaritiman yang jelas dalam rangka mendukung dan menguatkan sektor logistik.
"Misalnya penahanan kapal kargo MV Neha oleh sekelompok orang di Batam. Kalau mengikuti regulasi kemaritiman, seharusnya kapal tidak boleh disita begitu saja. Tetapi karena Indonesia tidak ada hukumnya, celah ini dimanfaatkan oleh para mafia di pelabuhan," ujarnya, Selasa (1/10/2019).
Kondisi demikian, kata dia, akan mengganggu distribusi logistik. Padahal kelancaran logistik menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Siswanto mengungkapkan, dalam praktiknya seharusnya setiap kapal dengan kontrak pengangkutan harus menyelesaikan pengiriman terlebih dahulu. Namun, karena ada pihak yang bersengketa, kapal kemudian ditahan hingga akhirnya merugikan banyak pihak termasuk pemilik kapal.
Menurut Siswanto, pendekatan yang seharusnya dilakukan yakni tidak menyinggung aspek bisnis yang bisa mengganggu distribusi logistik. "Jadi, kelemahan regulasi kita dimanfaatkan. Misalnya ada pihak yang bersengketa, kemudian barang disita. Sementara kita tidak butuh hal itu dalam bisnis pelayaran. Kita selesaikan saja masalah tetapi bisnis tetap jalan," tegas Siswanto.
Belajar dari peristiwa tersebut, Siswanto berharap kedepannya ada regulasi yang jelas dan pemerintah dapat bertindak tegas untuk memangkas kegiatan yang mengganggu distribusi logistik nasional.
Pakar Hukum Kemaritiman Indonesia, Chandra Motik, menuturkan dalam UU Pelayaran disebutkan, kapal hanya bisa ditahan jika ada perintah penahanan kapal dari pengadilan.
"Sementara yang melakukan penahanan ini bukanlah pihak berwajib. Ditambah pula sekelompok orang tersebut juga tidak ada perintah penahanan dari pengadilan. Ini jelas sangat menyalahi aturan," tegasnya.
(ven)