PP Kesehatan Dinilai Memberatkan, Pengusaha Kirim Pernyataan Sikap ke Jokowi dan Prabowo

Rabu, 11 September 2024 - 18:03 WIB
loading...
PP Kesehatan Dinilai...
PP Kesehatan cukup memberatkan bagi multi sektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen.Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersama lebih dari 20 asosiasi lintas sektor terkait menandatangani pernyataan sikap atau petisi yang berisi aspirasi Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Nantinya petisi tersebut akan dikirim ke pemerintah dan presiden terpilih.

APINDO mengingatkan bahwa pasal-pasal bermasalah dalam PP 28 dan RPMK dikhawatirkan dapat menciptakan ketidakstabilan di berbagai sektor terkait, termasuk ritel, pertanian, dan industri kreatif yang bergantung pada ekosistem Industri Hasil Tembakau (IHT).

Wakil Ketua Umum APINDO, Franky Sibarani mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai koordinasi dan kajian, di mana sebenarnya PP ini cukup memberatkan bagi multi sektor, baik industri, pedagang, petani, dan sebetulnya juga konsumen.



"Dalam hal ini tentu kita diminta untuk secara aktif memberi masukan dalam konteks dikeluarkannya peraturan menteri turunannya. Problem besar adalah di mana PP 28 ini, yang kami cermati ada 2 atau 3 prinsip yang kita lihat proses ataupun isinya kurang tepat," ujar Franky dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (11/9/2024).

Menurut Franky, saat ini Indonesia juga sedang dalam transisi pemerintahan baru dimana banyak pekerjaan rumah yang tidak mudah, diantaranya seperti PMI Manufaktur yang koreksi.

"Artinya industri dalam kondisi terkontraksi, akibat penurunan permintaan pasar baik global maupun lokal. Jadi artinya, kalau peraturan ini akan terus ada maka kontraksi itu akan berkepanjangan," jelas Franky.

Dengan demikian, APINDO dan para asosiasi terkait lainnya meminta Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto untuk berhenti dalam pembahasan PP 28 tersebut.

"Teman-teman tadi menyampaikan bahwa stop pembahasan. dan diminta kepada presiden mungkin nanti kita akan bersama-sama mengirimkan petisi ini bersama surat tentunya kepada presiden Jokowi dan presiden terpilih pak prabowo subianto untuk menghentikan atau menyetop dulu pemberlakuan PP 28, jadi ini harapan dari industri hasil tembakau dan turunannya," ungkap Franky.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, menyoroti dampak besar yang akan dialami petani tembakau jika ketentuan ini diterapkan secara ketat.

"Petani tembakau menggantungkan hidupnya pada industri ini. Peraturan yang tidak memperhitungkan keberlanjutan sektor pertanian akan memukul keras para petani beserta yang telah berkontribusi besar terhadap perekonomian lokal," ujar Agus.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Nayoan, turut menyuarakan kekhawatirannya terhadap dampak kebijakan yang terlalu ketat akan berdampak pada maraknya rokok ilegal.



"Rokok ilegal akan semakin menjamur jika regulasi yang diterapkan justru menekan industri formal. Kemasan polos dan pembatasan iklan luar ruang bukanlah solusi efektif untuk menurunkan prevalensi merokok, tetapi hanya akan membuka jalan bagi produk ilegal yang merugikan negara dari segi penerimaan cukai," jelas Henry.

Berikut isi poim penting dari pernyataan sikap gabungan asosiasi industri bersama APINDO:

1. Tidak menyetujui ketentuan standarisasi berupa kemasan polos dengan menghilangkan identitas merek produk tembakau dalam RPMK yang akan segera disahkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Hal ini berpotensi mendorong makin maraknya produk ilegal yang merugikan semua pihak dan menggerus penerimaan negara.

Dalam praktek di lapangan, pelaku rokok ilegal dapat semena-mena memalsukan kemasan produk rokok resmi serta tidak membayar cukai. Hal ini jelas berdampak negatif bagi seluruh mata rantai industri hasil tembakau Indonesia, maupun bagi negara. Karenanya, kami mohon pemerintah tidak semakin menyuburkan peredaran rokok ilegal dengan mendorong regulasi eksesif.

2. Tidak memberlakukan batas maksimal tar dan nikotin untuk produk tembakau.

Industri tembakau Indonesia memiliki karakteristik khas yang perlu kita jaga sebagai bagian dari kekayaan budaya. Pemberlakuan batasan tar dan nikotin akan membatasi hal tersebut, serta berpotensi mengancam serapan dari para petani tembakau lokal.

3. Tidak memberlakukan larangan zonasi penjualan dalam radius 200 meter, mengingat sudah terdapat pembatasan umur untuk pembelian produk tembakau, dan tidak memberlakukan larangan zonasi iklan luar ruang dalam radius 500 meter terhadap titik iklan yang sudah beroperasi saat ini.
(fch)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0846 seconds (0.1#10.140)