Rusia Makin Dekat ke Krisis Demografi, Tingkat Kelahiran Terendah dalam 25 Tahun
loading...
A
A
A
Sementara itu Rusia belum memperlihatkan tanda-tanda bakal mundur atau mengakhiri perang Ukraina, yang bisa berarti lebih banyak masalah bagi penduduknya.
Atlantic Council meramalkan krisis demografis bakal berlangsung selama abad ke-21. Karena semakin banyak anak muda yang diwajibkan menjadi tentara, kondisi ini bisa mengubah bagaimana pasar tenaga kerja dalam beberapa dekade berikutnya dan mengubah arah ekonomi Rusia.
Negara ini sedang berjuang dengan krisis kembar, yakni kekurangan populasi secara keseluruhan dan defisit pendanaan. Sementara itu Presiden Rusia, Vladimir Putin berupaya memikat warga negara asing untuk bergabung dengan tentara dengan imbalan kewarganegaraan.
Awal tahun ini, Rusia secara signifikan menaikkan biaya perceraian untuk mendanai upaya perangnya.
Selaih itu Putin juga sudah berulang kali menyerukan peningkatan populasi Rusia. Empat tahun lalu, presiden mengatakan, ini menjadi "tugas bersejarah" Rusia untuk menanggapi krisis. Kemudian Ia sempat mengulanginya dalam pidato di tahun 2024.
"Kecuali para pemimpin Rusia dapat mengembangkan dan membiayai serangkaian kebijakan yang lebih efektif, maka satu-satunya solusi untuk penurunan populasi adalah kombinasi dari memasukkan wilayah non-Rusia dan/atau imigrasi dari Asia dan Afrika," tulis Harley Balzer, seorang pakar pemerintah dan urusan internasional yang fokus pada Eropa Timur dan Rusia.
Rusia bukan satu-satunya negara yang dibebani oleh tantangan demografis. Jepang, Italia, dan Hongaria berada di kapal yang sama, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Tantangan populasi sulit untuk dilawan, karena merupakan puncak dari tren ekonomi dan sosial yang sudah lama berlangsung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan populasi dunia akan mencapai puncaknya pada tahun 2100 hingga menyentuh angka 10,9 miliar. Maka negara-negara seperti Rusia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai titik itu tanpa jatuh ke dalam krisis.
Atlantic Council meramalkan krisis demografis bakal berlangsung selama abad ke-21. Karena semakin banyak anak muda yang diwajibkan menjadi tentara, kondisi ini bisa mengubah bagaimana pasar tenaga kerja dalam beberapa dekade berikutnya dan mengubah arah ekonomi Rusia.
Negara ini sedang berjuang dengan krisis kembar, yakni kekurangan populasi secara keseluruhan dan defisit pendanaan. Sementara itu Presiden Rusia, Vladimir Putin berupaya memikat warga negara asing untuk bergabung dengan tentara dengan imbalan kewarganegaraan.
Awal tahun ini, Rusia secara signifikan menaikkan biaya perceraian untuk mendanai upaya perangnya.
Selaih itu Putin juga sudah berulang kali menyerukan peningkatan populasi Rusia. Empat tahun lalu, presiden mengatakan, ini menjadi "tugas bersejarah" Rusia untuk menanggapi krisis. Kemudian Ia sempat mengulanginya dalam pidato di tahun 2024.
"Kecuali para pemimpin Rusia dapat mengembangkan dan membiayai serangkaian kebijakan yang lebih efektif, maka satu-satunya solusi untuk penurunan populasi adalah kombinasi dari memasukkan wilayah non-Rusia dan/atau imigrasi dari Asia dan Afrika," tulis Harley Balzer, seorang pakar pemerintah dan urusan internasional yang fokus pada Eropa Timur dan Rusia.
Rusia bukan satu-satunya negara yang dibebani oleh tantangan demografis. Jepang, Italia, dan Hongaria berada di kapal yang sama, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Tantangan populasi sulit untuk dilawan, karena merupakan puncak dari tren ekonomi dan sosial yang sudah lama berlangsung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan populasi dunia akan mencapai puncaknya pada tahun 2100 hingga menyentuh angka 10,9 miliar. Maka negara-negara seperti Rusia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai titik itu tanpa jatuh ke dalam krisis.
(akr)