Rusia Makin Dekat ke Krisis Demografi, Tingkat Kelahiran Terendah dalam 25 Tahun
loading...
A
A
A
MOSKOW - Populasi Rusia menyusut pada tingkat mengkhawatirkan, yang dapat mengubah struktur masyarakatnya. Kremlin mencatat tingkat kelahiran di Rusia menyentuh level terendah dalam 25 tahun terakhir selama enam bulan pertama tahun 2024, menurut data resmi yang diterbitkan awal pekan kemarin.
Kelahiran di Rusia juga menurun untuk pertama kalinya pada bulan Juni menjadi di bawah 100.000. Selama paruh pertama tahun ini, 599.600 anak lahir di Rusia. Angka tersebut 16.000 lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
"Ini adalah bencana bagi masa depan bangsa," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada bulan Juli, menurut AFP.
"Ini (tingkat kelahiran) sekarang berada pada tingkat yang sangat rendah - 1,4 (kelahiran per wanita). Ini sebanding dengan negara-negara Eropa, Jepang dan sebagainya," jelasnya.
Rusia diterangkan sedang menuju krisis demografis selama beberapa tahun dari sekarang. Kremlin sudah coba turun tangan dalam upaya meningkatkan angka kelahiran dengan menawarkan keringanan pajak dan memperluas penitipan anak untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Tapi banyak yang berubah sejak itu. Rusia yang berperang melawan Ukraina selama dua setengah tahun, membuat angka kematian di negara itu melonjak dan memperburuk krisis populasi. Invasi tersebut juga memicu eksodus massal, terutama di kalangan pemuda.
Masalah populasi sudah menjadi persoalan selama satu abad terakhir. Selama Perang Dunia II, rasio populasi laki-laki dan perempuan Rusia sangat timpang, ketika jutaan orang kehilangan nyawa mereka di garis depan sehingga berdampak pada tingkat kelahiran beberapa tahun setelahnya.
Rusia juga berjuang dengan menyusutnya jumlah kelahiran pada tahun 1990-an, tepat setelah Uni Soviet runtuh. Anjloknya tingkat kesuburan, sistem perawatan kesehatan yang lumpuh, dan kondisi ekonomi seperti meningkatnya lapangan kerja di kalangan wanita termasuk beberapa faktor yang memengaruhi angka kelahiran baru.
Sementara itu Rusia belum memperlihatkan tanda-tanda bakal mundur atau mengakhiri perang Ukraina, yang bisa berarti lebih banyak masalah bagi penduduknya.
Atlantic Council meramalkan krisis demografis bakal berlangsung selama abad ke-21. Karena semakin banyak anak muda yang diwajibkan menjadi tentara, kondisi ini bisa mengubah bagaimana pasar tenaga kerja dalam beberapa dekade berikutnya dan mengubah arah ekonomi Rusia.
Negara ini sedang berjuang dengan krisis kembar, yakni kekurangan populasi secara keseluruhan dan defisit pendanaan. Sementara itu Presiden Rusia, Vladimir Putin berupaya memikat warga negara asing untuk bergabung dengan tentara dengan imbalan kewarganegaraan.
Awal tahun ini, Rusia secara signifikan menaikkan biaya perceraian untuk mendanai upaya perangnya.
Selaih itu Putin juga sudah berulang kali menyerukan peningkatan populasi Rusia. Empat tahun lalu, presiden mengatakan, ini menjadi "tugas bersejarah" Rusia untuk menanggapi krisis. Kemudian Ia sempat mengulanginya dalam pidato di tahun 2024.
"Kecuali para pemimpin Rusia dapat mengembangkan dan membiayai serangkaian kebijakan yang lebih efektif, maka satu-satunya solusi untuk penurunan populasi adalah kombinasi dari memasukkan wilayah non-Rusia dan/atau imigrasi dari Asia dan Afrika," tulis Harley Balzer, seorang pakar pemerintah dan urusan internasional yang fokus pada Eropa Timur dan Rusia.
Rusia bukan satu-satunya negara yang dibebani oleh tantangan demografis. Jepang, Italia, dan Hongaria berada di kapal yang sama, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Tantangan populasi sulit untuk dilawan, karena merupakan puncak dari tren ekonomi dan sosial yang sudah lama berlangsung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan populasi dunia akan mencapai puncaknya pada tahun 2100 hingga menyentuh angka 10,9 miliar. Maka negara-negara seperti Rusia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai titik itu tanpa jatuh ke dalam krisis.
Kelahiran di Rusia juga menurun untuk pertama kalinya pada bulan Juni menjadi di bawah 100.000. Selama paruh pertama tahun ini, 599.600 anak lahir di Rusia. Angka tersebut 16.000 lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu.
"Ini adalah bencana bagi masa depan bangsa," kata juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov pada bulan Juli, menurut AFP.
"Ini (tingkat kelahiran) sekarang berada pada tingkat yang sangat rendah - 1,4 (kelahiran per wanita). Ini sebanding dengan negara-negara Eropa, Jepang dan sebagainya," jelasnya.
Rusia diterangkan sedang menuju krisis demografis selama beberapa tahun dari sekarang. Kremlin sudah coba turun tangan dalam upaya meningkatkan angka kelahiran dengan menawarkan keringanan pajak dan memperluas penitipan anak untuk keluarga berpenghasilan rendah.
Tapi banyak yang berubah sejak itu. Rusia yang berperang melawan Ukraina selama dua setengah tahun, membuat angka kematian di negara itu melonjak dan memperburuk krisis populasi. Invasi tersebut juga memicu eksodus massal, terutama di kalangan pemuda.
Masalah populasi sudah menjadi persoalan selama satu abad terakhir. Selama Perang Dunia II, rasio populasi laki-laki dan perempuan Rusia sangat timpang, ketika jutaan orang kehilangan nyawa mereka di garis depan sehingga berdampak pada tingkat kelahiran beberapa tahun setelahnya.
Rusia juga berjuang dengan menyusutnya jumlah kelahiran pada tahun 1990-an, tepat setelah Uni Soviet runtuh. Anjloknya tingkat kesuburan, sistem perawatan kesehatan yang lumpuh, dan kondisi ekonomi seperti meningkatnya lapangan kerja di kalangan wanita termasuk beberapa faktor yang memengaruhi angka kelahiran baru.
Sementara itu Rusia belum memperlihatkan tanda-tanda bakal mundur atau mengakhiri perang Ukraina, yang bisa berarti lebih banyak masalah bagi penduduknya.
Atlantic Council meramalkan krisis demografis bakal berlangsung selama abad ke-21. Karena semakin banyak anak muda yang diwajibkan menjadi tentara, kondisi ini bisa mengubah bagaimana pasar tenaga kerja dalam beberapa dekade berikutnya dan mengubah arah ekonomi Rusia.
Negara ini sedang berjuang dengan krisis kembar, yakni kekurangan populasi secara keseluruhan dan defisit pendanaan. Sementara itu Presiden Rusia, Vladimir Putin berupaya memikat warga negara asing untuk bergabung dengan tentara dengan imbalan kewarganegaraan.
Awal tahun ini, Rusia secara signifikan menaikkan biaya perceraian untuk mendanai upaya perangnya.
Selaih itu Putin juga sudah berulang kali menyerukan peningkatan populasi Rusia. Empat tahun lalu, presiden mengatakan, ini menjadi "tugas bersejarah" Rusia untuk menanggapi krisis. Kemudian Ia sempat mengulanginya dalam pidato di tahun 2024.
"Kecuali para pemimpin Rusia dapat mengembangkan dan membiayai serangkaian kebijakan yang lebih efektif, maka satu-satunya solusi untuk penurunan populasi adalah kombinasi dari memasukkan wilayah non-Rusia dan/atau imigrasi dari Asia dan Afrika," tulis Harley Balzer, seorang pakar pemerintah dan urusan internasional yang fokus pada Eropa Timur dan Rusia.
Rusia bukan satu-satunya negara yang dibebani oleh tantangan demografis. Jepang, Italia, dan Hongaria berada di kapal yang sama, meskipun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Tantangan populasi sulit untuk dilawan, karena merupakan puncak dari tren ekonomi dan sosial yang sudah lama berlangsung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan populasi dunia akan mencapai puncaknya pada tahun 2100 hingga menyentuh angka 10,9 miliar. Maka negara-negara seperti Rusia punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai titik itu tanpa jatuh ke dalam krisis.
(akr)