3 Kerugian Ekonomi Lebanon Akibat Invasi Darat Israel, Muncul Krisis Berkepanjangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lebanon diprediksi akan mengalami sejumlah kerugian ekonomi jika Israel sukses melancarkan invasi darat. Negeri Yahudi itu baru saja melancarkan invasi daratnya ke Beirut dengan dalih berperang melawan Hizbullah.
Militer Israel menyebutkan jika operasi invasi darat ini ditujukan terhadap target dan infrastruktur organisasi Hizbullah, di sejumlah desa dekat perbatasan. Mengetahui hal ini, tentara Angkatan Bersenjata Lebanon memilih mundur dari pangkalannya di perbatasan selatan, bahkan sebelum para tentara Zionis menyerbu masuk.
Invasi yang dilancarkan Israel ini akan memberikan dampak yang besar bagi Lebanon, terutama untuk sektor ekonomi mereka yang sedang dilanda krisis dalam beberapa tahun terakhir.
Dilansir dari Al Jazeera, Lebanon masih menderita krisis ekonomi yang melemahkan dan telah mencengkeram negara itu sejak 2019. Nilai poundsterling anjlok hingga kurang dari 10% dari nilainya sebelum krisis.
Tabungan berkurang, baik dalam hal nilai tukar maupun simpanan aktual karena bank mengumumkan mereka tidak memiliki uang tunai untuk dicairkan, dan semakin banyak orang khawatir tentang kelangsungan hidup mereka.
Sekitar 80% penduduk berada di bawah garis kemiskinan dan 36% berada di bawah “garis kemiskinan ekstrem”, mereka hidup dengan penghasilan kurang dari USD2,15 atau sekitar Rp30 ribu (kurs Rp15.268) sehari.
Menurut The Policy Initiative, Meskipun sebagian besar konflik terjadi di wilayah Selatan, dampak konflik yang sedang berlangsung terasa di seluruh negeri.
Jumlah penumpang yang datang di Bandara Beirut turun 23% pada bulan Oktober 2023 dibandingkan tahun sebelumnya dan akibatnya, jumlah pelanggan di sektor perhotelan menyusut, sehingga mengurangi volume bisnis untuk hotel dan restoran.
Sementara Lebanon mengharapkan 1,29 juta wisatawan antara Oktober 2023 dan Februari 2024, target ini tentulah berkurang 300.000 wisatawan, dengan asumsi penurunan kedatangan sebesar 23% pada bulan Oktober 2023 terus berlanjut.
Mengingat bahwa wisatawan, rata-rata, menghabiskan USD1.500 atau sekitar Rp22,9 juta per kunjungan berdasarkan angka tahun 2022, kerugian ekonomi dalam arus masuk pariwisata diperkirakan sekitar USD450 juta atau sekitar Rp6,87 triliun.
Sektor investasi juga sedang menderita, dengan investasi real estate asing di wilayah selatan akan turun drastis. Faktanya pada Oktober 2023 tercatat penurunan transaksi real estate sebesar 60% secara tahunan di seluruh negeri dan penurunan sebesar 40% dibandingkan dengan rata-rata 12 tahun (2011-2022), yang menunjukkan keraguan yang lebih luas di kalangan investor.
Dengan memproyeksikan tren ini, kerugian sebesar 40% dalam investasi langsung asing (FDI) selama enam bulan diperkirakan mencapai USD105 juta. Total kerugian dalam arus dana masuk untuk Lebanon, dengan mempertimbangkan hanya kedua sektor ini, dapat mencapai sekitar USD550 juta atau sekitar Rp8,39 triliun.
Itulah beberapa kerugian ekonomi Lebanon sepanjang perang di Timur Tengah ini. Jika terjadi konflik berkepanjangan, baik pariwisata maupun investasi real estate akan terus terpuruk, sehingga negara tersebut tidak bisa lagi mendapatkan aliran masuk lebih lanjut.
Militer Israel menyebutkan jika operasi invasi darat ini ditujukan terhadap target dan infrastruktur organisasi Hizbullah, di sejumlah desa dekat perbatasan. Mengetahui hal ini, tentara Angkatan Bersenjata Lebanon memilih mundur dari pangkalannya di perbatasan selatan, bahkan sebelum para tentara Zionis menyerbu masuk.
Invasi yang dilancarkan Israel ini akan memberikan dampak yang besar bagi Lebanon, terutama untuk sektor ekonomi mereka yang sedang dilanda krisis dalam beberapa tahun terakhir.
3 Kerugian Ekonomi Lebanon Akibat Invasi Darat Israel
1. Krisis Ekonomi Semakin Panjang
Dilansir dari Al Jazeera, Lebanon masih menderita krisis ekonomi yang melemahkan dan telah mencengkeram negara itu sejak 2019. Nilai poundsterling anjlok hingga kurang dari 10% dari nilainya sebelum krisis.
Tabungan berkurang, baik dalam hal nilai tukar maupun simpanan aktual karena bank mengumumkan mereka tidak memiliki uang tunai untuk dicairkan, dan semakin banyak orang khawatir tentang kelangsungan hidup mereka.
Sekitar 80% penduduk berada di bawah garis kemiskinan dan 36% berada di bawah “garis kemiskinan ekstrem”, mereka hidup dengan penghasilan kurang dari USD2,15 atau sekitar Rp30 ribu (kurs Rp15.268) sehari.
2. Menurunnya Pendapatan dari Berbagai Sektor
Menurut The Policy Initiative, Meskipun sebagian besar konflik terjadi di wilayah Selatan, dampak konflik yang sedang berlangsung terasa di seluruh negeri.
Jumlah penumpang yang datang di Bandara Beirut turun 23% pada bulan Oktober 2023 dibandingkan tahun sebelumnya dan akibatnya, jumlah pelanggan di sektor perhotelan menyusut, sehingga mengurangi volume bisnis untuk hotel dan restoran.
Sementara Lebanon mengharapkan 1,29 juta wisatawan antara Oktober 2023 dan Februari 2024, target ini tentulah berkurang 300.000 wisatawan, dengan asumsi penurunan kedatangan sebesar 23% pada bulan Oktober 2023 terus berlanjut.
Mengingat bahwa wisatawan, rata-rata, menghabiskan USD1.500 atau sekitar Rp22,9 juta per kunjungan berdasarkan angka tahun 2022, kerugian ekonomi dalam arus masuk pariwisata diperkirakan sekitar USD450 juta atau sekitar Rp6,87 triliun.
3. Sektor Investasi Menurun
Sektor investasi juga sedang menderita, dengan investasi real estate asing di wilayah selatan akan turun drastis. Faktanya pada Oktober 2023 tercatat penurunan transaksi real estate sebesar 60% secara tahunan di seluruh negeri dan penurunan sebesar 40% dibandingkan dengan rata-rata 12 tahun (2011-2022), yang menunjukkan keraguan yang lebih luas di kalangan investor.
Dengan memproyeksikan tren ini, kerugian sebesar 40% dalam investasi langsung asing (FDI) selama enam bulan diperkirakan mencapai USD105 juta. Total kerugian dalam arus dana masuk untuk Lebanon, dengan mempertimbangkan hanya kedua sektor ini, dapat mencapai sekitar USD550 juta atau sekitar Rp8,39 triliun.
Itulah beberapa kerugian ekonomi Lebanon sepanjang perang di Timur Tengah ini. Jika terjadi konflik berkepanjangan, baik pariwisata maupun investasi real estate akan terus terpuruk, sehingga negara tersebut tidak bisa lagi mendapatkan aliran masuk lebih lanjut.
(akr)