Taiwan Diperingatkan, China Bisa Mengobarkan Perang Ekonomi
loading...
A
A
A
Beijing telah menuntut AS untuk menjauh dari Taiwan, dengan alasan bahwa masalah tersebut merupakan urusan domestik.
Dengan perkiraan 1 juta orang Taiwan yang tinggal dan bekerja di China, maka hubungan ekonomi keduanya semakin erat. Semua itu membuat kemungkinan pemaksaan ekonomi, boikot dan blokade militer menjadi ancaman yang lebih besar.
Dalam latihan simulasi, para ahli dari AS dan Taiwan mempelajari kemungkinan langkah Beijing seperti melakukan perang psikologis untuk mengikis kepercayaan publik, melarang impor produk Taiwan atau menaikkan tarif terhadapnya. Hingga menjual saham Taiwan, membekukan transfer bank melintasi selat, memotong kabel serat optik, dan menargetkan impor dan penyimpanan energi.
Ada beberapa rekomendasi yang diberikan dalam laporan tersebut, termasuk agar Taiwan mendiversifikasi impor energinya, merelokasi bisnis dari daratan China, mengembangkan pasar baru, dan membangun aliansi dan kemitraan. Laporan itu menyarankan agar Amerika Serikat mengembangkan buku pedoman untuk melawan China dan meningkatkan koordinasi dengan sekutu.
Akademi Perbankan dan Keuangan Taiwan, yang bekerja dengan FDD dalam latihan simulasi, berpendapat bahwa Taiwan harus memperkuat ketahanan keuangannya.
"China dapat mengacaukan sistem keuangan Taiwan untuk memicu kerusuhan sosial sebagai pendahulu invasi," kata laporan itu.
Direktur eksekutif Global Taiwan Institute, Russell Hsiao yang berbasis di Washington, mengatakan Beijing telah meningkatkan langkah-langkah non-militer terhadap Taiwan dan bahwa upaya semacam itu diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan dan tahun mendatang.
"Amerika Serikat dan Taiwan harus bekerja sama dengan sekutu dan mitra yang berpikiran sama untuk memperkuat ketahanan kolektif terhadap persenjataan, serta saling ketergantungan ekonomi China," ungkap Hsiao.
Dengan perkiraan 1 juta orang Taiwan yang tinggal dan bekerja di China, maka hubungan ekonomi keduanya semakin erat. Semua itu membuat kemungkinan pemaksaan ekonomi, boikot dan blokade militer menjadi ancaman yang lebih besar.
Dalam latihan simulasi, para ahli dari AS dan Taiwan mempelajari kemungkinan langkah Beijing seperti melakukan perang psikologis untuk mengikis kepercayaan publik, melarang impor produk Taiwan atau menaikkan tarif terhadapnya. Hingga menjual saham Taiwan, membekukan transfer bank melintasi selat, memotong kabel serat optik, dan menargetkan impor dan penyimpanan energi.
Ada beberapa rekomendasi yang diberikan dalam laporan tersebut, termasuk agar Taiwan mendiversifikasi impor energinya, merelokasi bisnis dari daratan China, mengembangkan pasar baru, dan membangun aliansi dan kemitraan. Laporan itu menyarankan agar Amerika Serikat mengembangkan buku pedoman untuk melawan China dan meningkatkan koordinasi dengan sekutu.
Akademi Perbankan dan Keuangan Taiwan, yang bekerja dengan FDD dalam latihan simulasi, berpendapat bahwa Taiwan harus memperkuat ketahanan keuangannya.
"China dapat mengacaukan sistem keuangan Taiwan untuk memicu kerusuhan sosial sebagai pendahulu invasi," kata laporan itu.
Direktur eksekutif Global Taiwan Institute, Russell Hsiao yang berbasis di Washington, mengatakan Beijing telah meningkatkan langkah-langkah non-militer terhadap Taiwan dan bahwa upaya semacam itu diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan dan tahun mendatang.
"Amerika Serikat dan Taiwan harus bekerja sama dengan sekutu dan mitra yang berpikiran sama untuk memperkuat ketahanan kolektif terhadap persenjataan, serta saling ketergantungan ekonomi China," ungkap Hsiao.
(akr)