Walau Masuk BRICS, Ini Alasan India Enggan Campakkan Dolar AS
loading...
A
A
A
JAKARTA - BRICS belakangan ini gencar mengkampanyekan gerakan dedolarisasi dan bahkan siap untuk menciptakan mata uang saingan dolar Amerika Serikat (USD). Namun India yang merupakan salah satu pendiri BRICS masih enggan untuk meninggalkan dolar AS .
Pada awal Oktober 2024, India menegaskan jika mereka hanya ingin mencari solusi tanpa bermaksud untuk beralih dari penggunaan dolar AS, tidak seperti beberapa negara lain menurut Indian Express.
Menteri Urusan Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar mengatakan, bahwa meskipun India sedang mengejar kepentingan perdagangannya, menghindari penggunaan dolar AS bukanlah bagian dari kebijakan ekonomi India.
Lantas mengapa India kini justru enggan melepaskan dolar AS, padahal tahun lalu India menjadi salah satu negara BRICS yang mendukung gerakan dedolarisasi dan menciptakan mata uang sendiri demi memutus dominasi AS.
Pernyataan menteri tersebut disampaikan pada saat beberapa mitra dagang dekat India, seperti Bangladesh, Sri Lanka, dan Nepal, menghadapi kekurangan dolar yang parah. Efeknya membatasi kemampuan mereka untuk mengimpor komoditas penting.
Baik Bangladesh maupun Sri Lanka mengalami kerusuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena nilai dolar AS melonjak tajam. Dolar AS pada bulan Juli 2024, juga sempat memberikan tekanan besar pada pasar mata uang negara-negara BRICS. Hal itu terjadi di tengah aliansi BRICS memulai kampanye dedolarisasi untuk mencampakkan dolar AS dari mata uang cadangan dunia.
Mata uang lokal India, rupee jatuh tersungkur ke level terendah sepanjang masa di 83,74 pada penutupan perdagangan, Jumat (26/7) lalu. Bahkan yuan China, baru-baru ini merosot ke level terendah dalam tujuh bulan, sementara yen Jepang berada di level terendah sejak 1990-an.
Selain itu, sanksi AS terhadap Iran telah menimbulkan masalah bagi eksportir teh dan beras India yang pernah menikmati pangsa pasar yang besar di pasar Iran. Impor minyak India dari Rusia juga telah menimbulkan reaksi keras dari Barat meskipun menjadi salah satu importir utama minyak olahan dari India.
Pada awal Oktober 2024, India menegaskan jika mereka hanya ingin mencari solusi tanpa bermaksud untuk beralih dari penggunaan dolar AS, tidak seperti beberapa negara lain menurut Indian Express.
Menteri Urusan Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar mengatakan, bahwa meskipun India sedang mengejar kepentingan perdagangannya, menghindari penggunaan dolar AS bukanlah bagian dari kebijakan ekonomi India.
Lantas mengapa India kini justru enggan melepaskan dolar AS, padahal tahun lalu India menjadi salah satu negara BRICS yang mendukung gerakan dedolarisasi dan menciptakan mata uang sendiri demi memutus dominasi AS.
Alasan India Sebagai Anggota BRICS Masih Membutuhkan Dolar AS
Subrahmanyam Jaishankar menyebutkan jika kebijakan AS sering kali mempersulit perdagangan dengan negara-negara tertentu, dan India mencari "solusi" tanpa bermaksud untuk menjauh dari penggunaan dolar.Pernyataan menteri tersebut disampaikan pada saat beberapa mitra dagang dekat India, seperti Bangladesh, Sri Lanka, dan Nepal, menghadapi kekurangan dolar yang parah. Efeknya membatasi kemampuan mereka untuk mengimpor komoditas penting.
Baik Bangladesh maupun Sri Lanka mengalami kerusuhan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir karena nilai dolar AS melonjak tajam. Dolar AS pada bulan Juli 2024, juga sempat memberikan tekanan besar pada pasar mata uang negara-negara BRICS. Hal itu terjadi di tengah aliansi BRICS memulai kampanye dedolarisasi untuk mencampakkan dolar AS dari mata uang cadangan dunia.
Mata uang lokal India, rupee jatuh tersungkur ke level terendah sepanjang masa di 83,74 pada penutupan perdagangan, Jumat (26/7) lalu. Bahkan yuan China, baru-baru ini merosot ke level terendah dalam tujuh bulan, sementara yen Jepang berada di level terendah sejak 1990-an.
Selain itu, sanksi AS terhadap Iran telah menimbulkan masalah bagi eksportir teh dan beras India yang pernah menikmati pangsa pasar yang besar di pasar Iran. Impor minyak India dari Rusia juga telah menimbulkan reaksi keras dari Barat meskipun menjadi salah satu importir utama minyak olahan dari India.