Tak Terdaftar Sebagai Anggota Atau Mitra, Arab Saudi Enggan Gabung BRICS?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seusainya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Kazan, Rusia, minggu ini, selain perluasan blok tersebut satu hal lain juga mengemuka, Arab Saudi , negara yang digadang-gadang bakal memperkuat BRICS dengan cadangan minyaknya, tak masuk dalam daftar anggota maupun negara mitra. Hal itu dinilai mempertegas sikap Arab Saudi terhadap aliansi tersebut, bahwa negara kerajaan itu enggan untuk bergabung di dalamnya.
Seperti diketahui, BRICS yang kini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab, telah mengumumkan 13 negara mitra barunya. Arab Saudi yang sejak 2023 diundang untuk bergabung, tak masuk dalam daftar tersebut.
Negara mitra baru BRICS adalah Aljazair, Belarusia, Bolivia, Kuba, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. Indonesia dalam KTT tersebut bahkan menyampaikan keinginannya untuk secara resmi bergabung dengan BRICS.
Sementara itu, delegasi Arab Saudi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan pada KTT BRICS atas nama Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman menyampaikan salamnya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin negara-negara BRICS lainnya. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan pidato yang mencerminkan perluasan peran Arab Saudi dalam kerja sama multilateral global.
Pangeran Faisal bin Farhanmenyampaikan rasa terima kasih Kerajaan atas sambutan hangat yang diberikan kepada delegasi Saudi dan mengakui meningkatnya hubungan antara Arab Saudi dan negara-negara BRICS. Namun, Arab Saudi belum secara resmi bergabung dengan blok tersebut, kendati demikian siap berpartisipasi dalam aktivitasnya sebagai negara undangan.
"Volume perdagangan bilateral dengan negara-negara BRICS melebihi USD196 miliar pada tahun 2023, mewakili 37% dari total perdagangan luar negeri Kerajaan," kata Pangeran Faisal, menggarisbawahi hubungan ekonomi signifikan yang mendorong keterlibatan Kerajaan dengan blok tersebut, seperti dilansir Arab News.
Arab Saudi diundang untuk bergabung dengan blok tersebut pada KTT BRICS 2023. Namun, hingga pengumuman anggota baru di awal tahun 2024, Arab Saudi masih menunda dan masih berhati-hati mencermati risiko dan manfaat bergabung dengan blok tersebut.
Pada tahun 2023, posisi Arab Saudi di blok tersebut dianggap sebagai pengubah permainan. Negara penghasil minyak dan gas itu akan mendatangkan manfaat geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi kelompok tersebut. Namun, hal itu juga hanya akan memperbesar ketegangan dengan Barat.
Lebih jauh, hubungan ini kemungkinan menjadi dasar keengganan Arab Saudi untuk bergabung dengan oposisi Global South. Namun, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari Arab Saudi mengenai sikap maupun posisinya di aliansi tersebut.
Seperti diketahui, BRICS yang kini terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab, telah mengumumkan 13 negara mitra barunya. Arab Saudi yang sejak 2023 diundang untuk bergabung, tak masuk dalam daftar tersebut.
Negara mitra baru BRICS adalah Aljazair, Belarusia, Bolivia, Kuba, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. Indonesia dalam KTT tersebut bahkan menyampaikan keinginannya untuk secara resmi bergabung dengan BRICS.
Sementara itu, delegasi Arab Saudi yang dipimpin Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan pada KTT BRICS atas nama Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman menyampaikan salamnya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin negara-negara BRICS lainnya. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan pidato yang mencerminkan perluasan peran Arab Saudi dalam kerja sama multilateral global.
Pangeran Faisal bin Farhanmenyampaikan rasa terima kasih Kerajaan atas sambutan hangat yang diberikan kepada delegasi Saudi dan mengakui meningkatnya hubungan antara Arab Saudi dan negara-negara BRICS. Namun, Arab Saudi belum secara resmi bergabung dengan blok tersebut, kendati demikian siap berpartisipasi dalam aktivitasnya sebagai negara undangan.
"Volume perdagangan bilateral dengan negara-negara BRICS melebihi USD196 miliar pada tahun 2023, mewakili 37% dari total perdagangan luar negeri Kerajaan," kata Pangeran Faisal, menggarisbawahi hubungan ekonomi signifikan yang mendorong keterlibatan Kerajaan dengan blok tersebut, seperti dilansir Arab News.
Arab Saudi diundang untuk bergabung dengan blok tersebut pada KTT BRICS 2023. Namun, hingga pengumuman anggota baru di awal tahun 2024, Arab Saudi masih menunda dan masih berhati-hati mencermati risiko dan manfaat bergabung dengan blok tersebut.
Pada tahun 2023, posisi Arab Saudi di blok tersebut dianggap sebagai pengubah permainan. Negara penghasil minyak dan gas itu akan mendatangkan manfaat geopolitik yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi kelompok tersebut. Namun, hal itu juga hanya akan memperbesar ketegangan dengan Barat.
Lebih jauh, hubungan ini kemungkinan menjadi dasar keengganan Arab Saudi untuk bergabung dengan oposisi Global South. Namun, hingga kini belum ada penjelasan resmi dari Arab Saudi mengenai sikap maupun posisinya di aliansi tersebut.
(fjo)