Bagaimana Cara Mengurus Label Halal, Berikut Tahapan dan Biayanya
loading...
A
A
A
Metode self declare adalah sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan pelaku usaha. Sementara itu, metode reguler adalah sertifikasi halal yang dilakukan lewat pemeriksaan dan atau pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).
Pengurusan sertifikasi halal dengan metode self declare hanya dapat ditempuh oleh pelaku usaha berskala mikro dan kecil dengan produk barang. Bertindak sebagai aktor pemeriksa adalah pendamping proses produk jalal yang teregister di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Penetapan halal akan dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal.
Adapun langkah awal pengurusan, pelaku usaha perlu:
1. Mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)
2. Pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi atas pernyataan pelaku usaha
3. BPJPH memverifikasi dan validasi laporan hasil pendampingan dan menerbitkan STTD
4. Komisi Fatwa/Komite Fatwa melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk
5. BPJPH menerbitkan sertifikat halal
6. Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal
7. Untuk layanan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan Self Declare atau pernyataan pelaku usaha, biayanya Rp0.
Pasalnya, biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300 ribu akan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara baik di pusat/daerah dan fasilitas lembaga negara/swasta. Jangan lupa, sebelum melakukan pengurusan, pelaku industri juga harus menyiapkan dokumen persyaratan berupa:
1. Surat permohonan
2. Aspek legal (NIB)
3. Dokumen penyelia halal
4. Daftar produk dan bahan yang digunakan
5. Proses pengolahan produk
6. Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
7. Ikrar pernyataan halal pelaku usaha
Untuk diketahui, bila produk belum mendapatkan sertifikasi halal sampai dengan 17 Oktober 2024, bakal ada sanksi yang akan diberikan berupa: a. peringatan tertulis, b. denda administratif, c. pencabutan sertifikat halal, d. penarikan barang dari peredaran. Itulah sebabnya, untuk para pelaku UMKM, mari segera mengurus sertifikasi halal, baik melalui cara reguler maupun self declare.
Untuk melakukan sertifikasi halal dengan cara reguler, pelaku usaha terlebih dahulu harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko. Kemudian, menyusun dokumen persyaratan, yaitu:
1. Surat permohonan
2. Formulir pendaftaran (bagi jasa penyembelihan)
3. Aspek legal (NIB)
4. Dokumen penyelia halal
5. Daftar produk dan bahan yang digunakan
6. Proses pengolahan produk
7. Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Bagi usaha non-UMK dan luar negeri, penyelia halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Bagi jasa penyembelihan, juru sembelih halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Pelaku usaha harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan LPH sebelum memilih LPH.
Pengurusan sertifikasi halal dengan metode self declare hanya dapat ditempuh oleh pelaku usaha berskala mikro dan kecil dengan produk barang. Bertindak sebagai aktor pemeriksa adalah pendamping proses produk jalal yang teregister di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Penetapan halal akan dilakukan oleh Komite Fatwa Produk Halal.
Adapun langkah awal pengurusan, pelaku usaha perlu:
1. Mendaftar sertifikasi halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)
2. Pendamping PPH akan melakukan verifikasi dan validasi atas pernyataan pelaku usaha
3. BPJPH memverifikasi dan validasi laporan hasil pendampingan dan menerbitkan STTD
4. Komisi Fatwa/Komite Fatwa melakukan sidang fatwa Penetapan Kehalalan Produk
5. BPJPH menerbitkan sertifikat halal
6. Pelaku usaha mengunduh sertifikat halal
7. Untuk layanan sertifikasi halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dengan Self Declare atau pernyataan pelaku usaha, biayanya Rp0.
Pasalnya, biaya pendaftaran dan penetapan kehalalan produk sebesar Rp300 ribu akan dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara baik di pusat/daerah dan fasilitas lembaga negara/swasta. Jangan lupa, sebelum melakukan pengurusan, pelaku industri juga harus menyiapkan dokumen persyaratan berupa:
1. Surat permohonan
2. Aspek legal (NIB)
3. Dokumen penyelia halal
4. Daftar produk dan bahan yang digunakan
5. Proses pengolahan produk
6. Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)
7. Ikrar pernyataan halal pelaku usaha
Untuk diketahui, bila produk belum mendapatkan sertifikasi halal sampai dengan 17 Oktober 2024, bakal ada sanksi yang akan diberikan berupa: a. peringatan tertulis, b. denda administratif, c. pencabutan sertifikat halal, d. penarikan barang dari peredaran. Itulah sebabnya, untuk para pelaku UMKM, mari segera mengurus sertifikasi halal, baik melalui cara reguler maupun self declare.
Untuk melakukan sertifikasi halal dengan cara reguler, pelaku usaha terlebih dahulu harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) Berbasis Risiko. Kemudian, menyusun dokumen persyaratan, yaitu:
1. Surat permohonan
2. Formulir pendaftaran (bagi jasa penyembelihan)
3. Aspek legal (NIB)
4. Dokumen penyelia halal
5. Daftar produk dan bahan yang digunakan
6. Proses pengolahan produk
7. Manual Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Bagi usaha non-UMK dan luar negeri, penyelia halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Bagi jasa penyembelihan, juru sembelih halal wajib memiliki Sertifikat Pelatihan dan Uji Kompetensi. Pelaku usaha harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan LPH sebelum memilih LPH.