Resesi Bukan Kiamat, Ekonomi Masyarakat Harus Terus Menggeliat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sepertinya menyerah, meski masih kurang satu bulan lagi, namun Indonesia sudah dibilang akan memasuki jurang resesi . Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 dipastikan akan negatif antara minus 2% hingga 0%. Yang pasti meski memasuki resesi hal tersebut bukanlah akhir dari segalanya, Indonesia belum akan merasa kiamat ekonomi.
Tim pemulihan ekonomi nasional kemungkinan sangat kecewa dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyatakan 99,9% akan terjadi resesi di Indonesia. Pasalnya tim tersebut dibentuk Presiden Jokowi untuk bisa menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)
Meski waktunya tinggal satu bulan lagi, berbagai cara dan strategi dilakukan agar ekonomi masyarakat terus bergeliat dan daya beli bisa tumbuh lebih baik. Pernyataan Mahfud MD yang mengkonfirmasi Indonesia bakal krisis bisa jadi karena melihat fakta kondisi ekonomi terus menurun. Apalagi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencapai Rp695 triliun, baru terserap 27,7% saja atau sekitar Rp192,53 triliun.
Jika Indonesia memang bakal mengalami resesi , apa yang harus dilakukan pemerintah agar ekonomi tidak terpuruk? Seperti sejumlah negara yang mengalami krisis tetapi ekonominya tetap berjalan. Contohnya Amerika Serikat (AS), meski dilanda resesi tetapi bursa sahamnya malah sudah hampir pulih. Indeks Dow Jones mau mendekati level tertingginya di 29.000. Sedangkan Indeks Nasdaq dan S&P bahkan sudah melampaui rekor tertinggi.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal tekanan ekonomi terhadap Indonesia sebenarnya telah lewat saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sehingga resesi bukan terjadi bulan depan.
“ Resesi itu hanya definisi ekonomi secara teknis setelah dua kuartal minus berturut-turut. Namun, secara kenyataan kondisi terhadap tekanan ekonomi itu sudah dilewati,” jelas Faisal.
Dia optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 akan lebih baik dibandingkan kuartal II/2020. Lalu, kuartal IV akan lebih baik lagi. "Jadi sebenarnya pengertiannya bukan makin buruk justru harus membaik. Karena tekanan ekonomi itu sudah kita lewati," jelasnya.
Meski diyakini akan tumbuh positif, lanjut Faisal, kondisi ekonomi masih dibayangi oleh resiko. Sebab, jumlah kasus Covid-19 setiap hari masih meningkat."Yang harus dikhawatirkan itu soal faktor kesehatannya. Karena kita belum melewati puncak kasusnya. Faktor kesehatan sangat mempengaruhi ekonomi. Ini yang harus jadi fokus pemerintah," tegasnya. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Hal senada diungkapkan Pengamat ekonomi A Prasetyantoko. Menurut dia, terus melonjaknya angka kasus positif Covid-19 akan mementahkan program-program pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah sehingga berpotensi besar masuk jurang resesi.
"Kita lihat pada kuartal III/2020 ekonomi terkoreksi, ancaman resesi juga sudah di dasar, karena kasus positif Covid-19 terus terjadi dan menagalami peningkatan," ujar Prasetyantoko.
Dia menilai, program pemulihan ekonomi tidak berjalan dengan optimal seperti misalnya berbagai stimulus, keringanan kredit perbankan dan bantuan sosial. Program tersebut tidak jalan optimal karena penyerapannya cukup lambat disamping masih banyak masyrakat yang takut keluar rumah karena bsia terpapar virus corona. Sebab itu, kuncinya lebih baik pemerintah fokus menganani penyebaran virus. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
"Kalau bisa ditangani Covid-19 ini, saya meyakini ekonomi Indonesia bisa pulih. Tahun depan saya yakin bisa pulih asalkan penanganan covid berjalan dengan baik," tandas dia.
Pengamat Ekonomi Piter Abdullah memandang, resesi itu hanya stempel untuk kondisi dimana terjadi pertumbuhan negatif selama dua triwulan berturut turut. "kuartal dua sudah negatif, sekarang kita di kuartal tiga yang diperkirakan akan negatif juga. Jadi nanti di Oktober kita akan diberi stempel resmi resesi. Tapi resesinya sendiri sudah Kita jalani sejak kemarin," jelasnya.
Menurut dia, sebenarnya resesi sudah Indonesia jalani sebelumnya. Namun diberi stempel resmi nanti di bulan Oktober ketika sudah ada angka resmi dari BPS.
Dia menilai resesi itu sekarang sebuah kenormalan baru bukan sebuah isu besar. Karena semua negara mengalami resesi dan penyebabnya sama yaitu wabah Covid-19. (Lihat videonya: Seorang Pemuda jadi Korban Penembakan di Jakarta Utara)
Pelaku pasar di pasar modal memahami itu dan mereka juga paham bahwa ketika wabah nanti berlalu resesi juga akan usai. Bahkan ekonomi akan mendapatkan momentum untuk rebound. "Justru sekarang banyak peluang di pasar modal. Time to buy, itu sebabnya pasar modal sekarang sudah bergerak naik duluan," kata dia. (Kunthi Fahmar Sandy/Ferdy Ranting/Suparjo Ramlan)
Tim pemulihan ekonomi nasional kemungkinan sangat kecewa dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyatakan 99,9% akan terjadi resesi di Indonesia. Pasalnya tim tersebut dibentuk Presiden Jokowi untuk bisa menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)
Meski waktunya tinggal satu bulan lagi, berbagai cara dan strategi dilakukan agar ekonomi masyarakat terus bergeliat dan daya beli bisa tumbuh lebih baik. Pernyataan Mahfud MD yang mengkonfirmasi Indonesia bakal krisis bisa jadi karena melihat fakta kondisi ekonomi terus menurun. Apalagi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang mencapai Rp695 triliun, baru terserap 27,7% saja atau sekitar Rp192,53 triliun.
Jika Indonesia memang bakal mengalami resesi , apa yang harus dilakukan pemerintah agar ekonomi tidak terpuruk? Seperti sejumlah negara yang mengalami krisis tetapi ekonominya tetap berjalan. Contohnya Amerika Serikat (AS), meski dilanda resesi tetapi bursa sahamnya malah sudah hampir pulih. Indeks Dow Jones mau mendekati level tertingginya di 29.000. Sedangkan Indeks Nasdaq dan S&P bahkan sudah melampaui rekor tertinggi.
Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal tekanan ekonomi terhadap Indonesia sebenarnya telah lewat saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sehingga resesi bukan terjadi bulan depan.
“ Resesi itu hanya definisi ekonomi secara teknis setelah dua kuartal minus berturut-turut. Namun, secara kenyataan kondisi terhadap tekanan ekonomi itu sudah dilewati,” jelas Faisal.
Dia optimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 akan lebih baik dibandingkan kuartal II/2020. Lalu, kuartal IV akan lebih baik lagi. "Jadi sebenarnya pengertiannya bukan makin buruk justru harus membaik. Karena tekanan ekonomi itu sudah kita lewati," jelasnya.
Meski diyakini akan tumbuh positif, lanjut Faisal, kondisi ekonomi masih dibayangi oleh resiko. Sebab, jumlah kasus Covid-19 setiap hari masih meningkat."Yang harus dikhawatirkan itu soal faktor kesehatannya. Karena kita belum melewati puncak kasusnya. Faktor kesehatan sangat mempengaruhi ekonomi. Ini yang harus jadi fokus pemerintah," tegasnya. (Baca juga: AS Akan Merugi Jika Jatuhkan Sanksi Terhadap India)
Hal senada diungkapkan Pengamat ekonomi A Prasetyantoko. Menurut dia, terus melonjaknya angka kasus positif Covid-19 akan mementahkan program-program pemulihan ekonomi yang dijalankan pemerintah sehingga berpotensi besar masuk jurang resesi.
"Kita lihat pada kuartal III/2020 ekonomi terkoreksi, ancaman resesi juga sudah di dasar, karena kasus positif Covid-19 terus terjadi dan menagalami peningkatan," ujar Prasetyantoko.
Dia menilai, program pemulihan ekonomi tidak berjalan dengan optimal seperti misalnya berbagai stimulus, keringanan kredit perbankan dan bantuan sosial. Program tersebut tidak jalan optimal karena penyerapannya cukup lambat disamping masih banyak masyrakat yang takut keluar rumah karena bsia terpapar virus corona. Sebab itu, kuncinya lebih baik pemerintah fokus menganani penyebaran virus. (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)
"Kalau bisa ditangani Covid-19 ini, saya meyakini ekonomi Indonesia bisa pulih. Tahun depan saya yakin bisa pulih asalkan penanganan covid berjalan dengan baik," tandas dia.
Pengamat Ekonomi Piter Abdullah memandang, resesi itu hanya stempel untuk kondisi dimana terjadi pertumbuhan negatif selama dua triwulan berturut turut. "kuartal dua sudah negatif, sekarang kita di kuartal tiga yang diperkirakan akan negatif juga. Jadi nanti di Oktober kita akan diberi stempel resmi resesi. Tapi resesinya sendiri sudah Kita jalani sejak kemarin," jelasnya.
Menurut dia, sebenarnya resesi sudah Indonesia jalani sebelumnya. Namun diberi stempel resmi nanti di bulan Oktober ketika sudah ada angka resmi dari BPS.
Dia menilai resesi itu sekarang sebuah kenormalan baru bukan sebuah isu besar. Karena semua negara mengalami resesi dan penyebabnya sama yaitu wabah Covid-19. (Lihat videonya: Seorang Pemuda jadi Korban Penembakan di Jakarta Utara)
Pelaku pasar di pasar modal memahami itu dan mereka juga paham bahwa ketika wabah nanti berlalu resesi juga akan usai. Bahkan ekonomi akan mendapatkan momentum untuk rebound. "Justru sekarang banyak peluang di pasar modal. Time to buy, itu sebabnya pasar modal sekarang sudah bergerak naik duluan," kata dia. (Kunthi Fahmar Sandy/Ferdy Ranting/Suparjo Ramlan)
(ysw)