Saatnya Memperjuangkan Hak-hak Konsumen

Jum'at, 04 September 2020 - 10:35 WIB
loading...
Saatnya Memperjuangkan...
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Menyambut Hari Pelanggan Nasional yang jatuh pada tanggal 4 September, tercatat masih banyak konsumen di Tanah Air yang ogah mengajukan protes atau keluhan jika barang atau jasa yang dikonsumsinya bermasalah.

Sejak tahun 2003 silam, pemerintah mencanangkan Hari Pelanggan Nasional (Harpelnas) setiap tanggal 4 September. Adanya peringatan Harpelnas ini sejalan dengan amanat Undang-undang (UU) No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Baca: Diancam Barcelona, Lionel Messi Pilih Selesaikan Kontrak)

Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto mengungkapkan, setelah 20 tahun diberlakukan Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ternyata masih memiliki kelemahan dalam implementasinya. Hal itu ditandai dengan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) Indonesia yang baru mencapai 41,7 atau berada di level mampu.

Dengan pencapaian itu artinya konsumen sudah mengenali hak dan kewajibannya serta menentukan pilihannya konsumsinya. Meski demikian mereka masih belum aktif dalam memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen.

“IKK yang masih rendah ini tergambar dalam perilaku konsumen Indonesia yang masih enggan untuk komplain apabila terjadi permasalahan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa,” kata Agus dalam webinar online ‘Perlindungan Konsumen Nasional 2020’ di Jakarta, kemarin.

Indeks Keberdayaan Konsumen merupakan salah satu parameter di sebuah negara dalam mengukur tingkat keberanian sebagai konsumen untuk memperjuangkan hak-haknya. Untuk itu, Kemendag menarget IKK tahun ini dapat meningkat. “Pada 2020 ini Kemendag menargetkan IKK meningkat sekurang-kurangnya di angka 42,” jelasnya. (Baca juga: Ini Alasan TNI Tidak Diperlukan Menangani Terorisme)

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah sebagai regulator untuk meningkatkan perlindungan konsumen . Salah satu upayanya adalah dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Hari Konsumen Nasional (Harkonas) yang diperingati setiap tanggal 20 April.

“Harkonas ini menjadi momentum peningkatan pemahaman hak dan kewajiban konsumen, peningkatan kecerdasan dan kemandirian konsumen, serta nasionalisme tinggi dalam menggunakan produk dalam negeri,” tegas Mendag.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan pengaduan konsumen melonjak di tengah wabah Covid-19. Pengaduan yang paling banyak terkait harga masker dan hand sanitizer.

“Aduan masker dan hand sanitizer ini terkait harga yang mahal dan kelangkaan barang. Saat itu kami menduga ada oknum yang mencoba menimbun barang-barang tersebut.” katanya Tulus di acara yang sama.

Menurut dia pengaduan terkait harga masker dan hand sanitizer paling banyak sebesar 33%. Selain itu disusul terkait pengajuan kembali (refund) tiket transportasi sebesar 25%.

“Banyak masyarakat yang mengeluhkan karena refund tiket tidak digantikan dengan uang, tapi berupa voucher. kebanyakan aduan ini terkait maskapai pernerbangan,” jelasnya. (Baca juga: Mulai Hari Ini Seluruh ASN DKI Hanya Bekerja 5,5 Jam Perhari)

Disusul pengaduan belanja online dengan pengaduan mencapai16,67%, dengan dominasi kasus penipuan atau harga tinggi. “Tren atas belanja online membawa potensi atas tindakan penipuan dan penjualan barang-barang tertentu dengan harga tinggi. Khususnya alat kesehatan,” terangnya.

Selanjutnya, relaksasi jasa keuangan. YLKI pun mencatat persentase pengaduan mencapai 11,11% dan supermarket mencapai 5,50% terkait lonjakan dan kelangkaan sejumlah barang.

Seperti kita ketahui, pandemi Covid-19 berdampak pada terjadinya pergeseran perilaku dalam berbelanja. Masyarakat lebih cenderung memilih berbelanja online dibandingkan dengan konvensional. Kondisi itu ternyata dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dengan menipu konsumen tersebut.

Untuk menghindari penipuan, Tulus memberikan sejumlah tips dalam berbelanja online. Pertama, konsumen harus berbelanja di platform resmi seperti e-commerce.

“Hindari berbelanja dari Instagram atau pun Facebook karena rentan penipuan. Sebab banyak yang tidak jelas,” ungkap Tulus. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk jadi Pangkalan Militernya)

Meskipun berbelanja di platform resmi konsumen juga tetap harus berhati-hati. Sebab, ada oknum yang mengajak transaksi di luar sistem yang ada di platform tersebut. “Jika diajak transaksi lewat japrian (jalur pribadi), itu tendensi pasti penipuan. Dengan menyuruh transfer uang ke rekening pelaku,” tegasnya.

Untuk itu, ia menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan menggunakan jalur sistem transaksi yang resmi. Sehingga, baik uang dan barangnya mudah dilacak ketika terjadi hal yang tidak dinginkan.

Waspadai Maraknya Klaim Obat Covid-19

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan bahwa selama pandemi banyak fenomena klaim penemuan obat anti virus Covid-19. Menurut dia, klaim tersebut merupakan bentuk penipuan.

“Terjadi overclaim terhadap obat antivirus Covid-19. Ini menipu konsumen karena belum ada uji klinisnya,” kata Tulus di Jakarta kemarin. (Baca juga: Banyuwangi Bakal Jadi Pusat Wisata Bahari Kelas Dunia)

Dia menjelaskan, sejatinya produk obat kesehatan yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) itu sebatas meningkatkan daya tahan atau imunitas tubuh, bukan sebagai penyembuh atau menolak virus tersebut.

Adapun klaim yang disoroti oleh YLKI di antaranya kalung eucalyptus oleh Kementerian Pertanian dan serum anti Covid-19 oleh sosok yang mengaku profesor Hadi Pranoto dan Universitas Airlangga (Unair).

“Saya minta pejabat publikdan semua pihak agar tidak begitu saja mengklaim bahwa itu obat atau vaksin untuk virus Covid-19,” tegasnya.

Untuk itu, YLKI selaku lembaga perlindungan konsumen berupaya untuk me -ningkatkan pemahaman ma-syarakat atas penangananpandemi Covid-19. Di anta-rasnya menggelar webinardan jumpa pers dengan mul-ti-stakeholderuntuk edukasiterkait pandemi.

Sebelumnya Badan PengawasObat dan Makanan (BPOM) mewaspadai produk obat herbal buatan Hadi Pranoto yang diklaim mampu menyembuhkan pasien Covid-19 yang tidak memiliki izin edar. Selain obat Hadi Pranoto, banyak beredar pula obat-obat lain yang diklaim mampu mengobati atau mencegah orang terjangkit dari virus corona. (Lihat videonya: Kapal Induk dan Kapal Perang Asing Bernama Nuansa Nusantara)

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik BPOM Maya Gustina Andarini mengatakan, BPOM tidak pernah memberikan persetujuan izin edar pada produk yang tidak jelas informasinya kepada konsumen. “Perlu ada label informasi sebagai referensi bagi konsumen untuk mengetahui produknya sebelum dia minum,” ujar Maya di Jakarta be-lum lama ini. (Ferdi Rantung/Rina Anggraeni)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)