Indonesia Diambang Resesi, Pemerintah, BI, dan OJK Harus Solid

Senin, 07 September 2020 - 09:15 WIB
loading...
Indonesia Diambang Resesi, Pemerintah, BI, dan OJK Harus Solid
Indonesia kini di ambang resesi. Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 diprediksi bakal negatif. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Indonesia kini di ambang resesi. Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2020 diprediksi bakal negatif. Dalam kondisi seperti ini seharusnya pemerintah dan regulator baik Bank Indonesia (BI) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus solid dan bersatu.

Alih-alih makin solid, pemerintah malah menunjukkan sikap berlawanan. Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Reformasi Sistem Keuangan membuktikan ada perpecahan dan ketidaksolidan antara pemerintah dan OJK. (Baca: Opini Publik Dinilai Ganggu Penyidikan Jaksa Pinangki)

Dalam kondisi ekonomi yang sedang terpuruk saat ini, pemerintah harus mau melepaskan egonya dan kembali merangkul OJK. Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan secepatnya agar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bisa berjalan dengan baik. Tanpa dukungan dari BI dan OJK, mustahil pemerintah bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sedang tertekan ini. Kalaupun ingin mengubah kewenangan BI dan OJK, sepatutnya dilakukan setelah krisis ekonomi ini berlalu.

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengingatkan bila benar terjadi ketidakharmonisan antara pemerintah dengan BI dan OJK, dampaknya akan menimbulkan shock dan berdampak negatif di pasar keuangan. Dampak lanjutannya memicu ketidakpercayaan pasar yang kemudian berpotensi menahan aliran modal asing masuk.

“Bahkan investasi yang ada di dalam negeri akan keluar atau capital outflow. Akibatnya adalah rupiah tertekan melemah dan IHSG bisa jatuh. Kita berharap pemerintah bersama BI dan OJK bisa bersinergi dalam menyelesaikan krisis akibat pandemi ini,” tutur Piter di Jakarta kemarin. (Baca juga: Jelang Musim Baru, Pioli Cemaskan Pertahanan AC Milan)

Menurut Piter, agar hubungan pemerintah, BI, dan OJK tetap harmonis, tidak ada urgensi penerbitan Perppu Reformasi Sistem Keuangan yang saat ini ramai dibahas dan dikritik banyak pihak.

Jika dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK di mana sebagian dari fungsi OJK, yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke BI. Dalam rencana reformasi sektor keuangan ini pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia. Pemerintah menyatakan reformasi sektor keuangan ini akan memperkuat stabilitas sistem keuangan menghadapi tekanan akibat Covid-19.

Piter menegaskan, perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah di ambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi Covid-19, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK. Karena itu, reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi masih terjadi.

“Justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi,” katanya.

Kemudian, lanjut Piter, saat ini permasalahan terbesar yang dihadapi adalah pandemi Covid-19 dengan semua dampaknya. Untuk itu, pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi Covid-19 dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadi pandemic ini.

“Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sinergi dengan BI, OJK, dan juga LPS. Kita optimistis bisa melalui masa-masa sulit di tengah pandemi apabila pemerintah dan semua otoritas kompak bekerja sama, bahu membahu, memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha. Jangan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan yang tidak perlu, yang hanya menghabiskan energi secara tidak produktif,” beber Piter.

Kendati begitu, Piter mengakui banyak kelemahan di sektor keuangan Indonesia. Tetapi, dalam memperbaiki sektor keuangan membutuhkan waktu dan konsentrasi. (Baca juga: Turki Peringatkan perang dengan Yunani Tinggal Masalah Waktu)

Menurutnya, reformasi sektor keuangan adalah gagasan yang baik, tetapi harus direncanakan secara matang.

“Tidak terburu-buru. Dengan perencanaan matang, maka kita akan memiliki argumentasi yang kuat apa yang harus diperbaiki, tujuannya apa, dan solusinya bagaimana,” tegasnya.

Piter berpendapat, reformasi sektor keuangan hendaknya melibatkan banyak pihak. Pemerintah jangan mengulang penyusunan RUU Omnibus Law yang karena dikerjakan secara terburu-buru, tidak melibatkan banyak pihak, akhirnya memunculkan kegaduhan semata.

Pengamat ekonomi dari Indef Nailul Huda juga mengingatkan akan kacau bila BI diintervensi oleh pemerintah. Menurutnya, ini seperti kembali ke zaman Orde Baru. “Dampaknya memicu capital outflow. Investor tidak akan memandang Indonesia sebagai negara tujuan modal. Modal akan lari ke negara-negara berkembang lainnya,” tegas Huda.

Sementara itu, Chief Economist TanamDuit Ferry Latuhihin menilai soal ketidakharmonisan pemerintah BI dan OJK tidak terkait posisi menkeu atau menko. “Kalau terjadi dispute antara instansi ini, belum tentu melibatkan menkeu atau menko,” ujar Ferry.

Menurutnya, mengenai peran OJK sebagai pengawas sistem perbankan juga tidak perlu dikembalikan lagi ke BI. Justru yang perlu dilakukan ialah pemerintah melalui menkeu atau menko melakukan investigasi di mana celah kelemahan OJK dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengawas perbankan. Apakah ada indikasi terjadi moral hazard. Jika ada, berarti terdapat celah dalam sistem pengawasan, maka sistemnya yang harus dibenahi. (Lihat videonya: Kemarau Panjang, Warga Kabupaten Bekasi mengalami Kekeringan)

“Benahi sistem dan upgrade kapasitas SDM. Jangan main rombak sana sini dengan prasangka. Ini soal pembenahan institusi yang pada dasarnya sudah baik. Mereformasi di tengah badai pandemi ini saya rasa bukan waktu yang tepat sebab bisa mengirim sinyal negatif ke para pelaku pasar dan ekonomi,” ucapnya.

Dia juga mengingatkan isu mengenai pembentukan Dewan Moneter dapat memicu capital flight dan menghantam nilai tukar rupiah. Hal ini bahkan akan memorak-porandakan ekonomi Indonesia apabila independensi BI dicabut. “Tidak ada urgensi untuk membentuk Dewan Moneter. Yang perlu diperhatikan pemerintah saat ini adalah bagaimana mempercepat dana penyelamatan ekonomi sampai pada targetnya dan tidak mengendap di BPD,” katanya. (Kunthi Fahmar Sandy/Hafid Fuad/Rakhmat Baihaqi)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0844 seconds (0.1#10.140)