Indonesia Negara Paling Korup ke 85 dari 180 Negara Bikin Investor Ogah Taruh Duit
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mencatat persepsi terhadap korupsi di Indonesia masih sangat tinggi, dimana, Indonesia berada diurutan 85 dari 180 negara paling dianggap korupsi. Hal ini dinilai sangat mempengaruhi kinerja investasi dalam negeri.
(Baca Juga: Jokowi Wanti-wanti ke Luhut: Investasi Jangan Minus di Atas 5% )
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, tak hanya kinerja investasi yang terganggu. Tingginya tingkat persepsi korupsi menjadi hambatan bagi investor untuk melakukan investasi di indonesia.
Bahlil menyebut, persepsi korupsi paling sering terjadi di sektor perizinan. Di mana, masih ada oknum dari pemerintah daerah yang masih bermain-main saat para pengusaha mengajukan izin berinvestasi.
"Saya ingin menyampaikan persepsi korupsi di negara kita masih tinggi. Kenapa ini terjadi, sebenarnya pengusaha ini kalau izinnya masih baik tanpa harus menggunakan cara yang tidak baik itu mereka lebih senang. Tapi kalau izinnya ditahan-tahan, dikompromikan, terpaksa pengusaha itu ada banyak caranya, tapi saya pikir sudah harus kita hentikan cara ini," kata dia.
(Baca Juga: Serabutan Sedot Investasi, Besar atau Kecil Tetap Dilayani )
Di sisi lainnya, dia bilang, persepsi korupsi juga berpengaruh pada Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. ICOR Indonesia berada di angka 6,6 atau kalah dari Thailand yang ada di angka 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6 dan Filipina 3,7.
ICOR sendiri merupakan rasio efisiensi investasi. ICOR merupakan kebutuhan investasi terhadap peningkatan 1 persen produk domestik bruto (PDB). Untuk mendobrak persepsi negatif tersebut, lanjut Bahlil, Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law atau Cipta Kerja menjadi kunci dan solusinya. Dia bilang, UU ini akan mampu menghalau praktik korupsi yang kerap terjadi pada saat adanya ajuan perizinan dari investor.
"Korupsi tinggi itu juga terkait dengan izin-izin yang ada di daerah, ini bukan rahasia umum untuk kita, investasi terhambat juga karena izin yang tumpang tindih. Arogansi ego sektoral beberapa kali saya sampaikan. Nah di dalam undang-undang ini sebenarnya izin-izin yang ada pada daerah dan kementerian dan lembaga (K/L) itu semua ditarik dulu ke Presiden," ujar Bahlil
(Baca Juga: Jokowi Wanti-wanti ke Luhut: Investasi Jangan Minus di Atas 5% )
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut, tak hanya kinerja investasi yang terganggu. Tingginya tingkat persepsi korupsi menjadi hambatan bagi investor untuk melakukan investasi di indonesia.
Bahlil menyebut, persepsi korupsi paling sering terjadi di sektor perizinan. Di mana, masih ada oknum dari pemerintah daerah yang masih bermain-main saat para pengusaha mengajukan izin berinvestasi.
"Saya ingin menyampaikan persepsi korupsi di negara kita masih tinggi. Kenapa ini terjadi, sebenarnya pengusaha ini kalau izinnya masih baik tanpa harus menggunakan cara yang tidak baik itu mereka lebih senang. Tapi kalau izinnya ditahan-tahan, dikompromikan, terpaksa pengusaha itu ada banyak caranya, tapi saya pikir sudah harus kita hentikan cara ini," kata dia.
(Baca Juga: Serabutan Sedot Investasi, Besar atau Kecil Tetap Dilayani )
Di sisi lainnya, dia bilang, persepsi korupsi juga berpengaruh pada Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia. ICOR Indonesia berada di angka 6,6 atau kalah dari Thailand yang ada di angka 4,4, Malaysia 4,5, Vietnam 4,6 dan Filipina 3,7.
ICOR sendiri merupakan rasio efisiensi investasi. ICOR merupakan kebutuhan investasi terhadap peningkatan 1 persen produk domestik bruto (PDB). Untuk mendobrak persepsi negatif tersebut, lanjut Bahlil, Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law atau Cipta Kerja menjadi kunci dan solusinya. Dia bilang, UU ini akan mampu menghalau praktik korupsi yang kerap terjadi pada saat adanya ajuan perizinan dari investor.
"Korupsi tinggi itu juga terkait dengan izin-izin yang ada di daerah, ini bukan rahasia umum untuk kita, investasi terhambat juga karena izin yang tumpang tindih. Arogansi ego sektoral beberapa kali saya sampaikan. Nah di dalam undang-undang ini sebenarnya izin-izin yang ada pada daerah dan kementerian dan lembaga (K/L) itu semua ditarik dulu ke Presiden," ujar Bahlil
(akr)