Maksud Hati Geliatkan Ekonomi lewat New Normal, Justru Kasus Covid-19 Meninggi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah memilih cara new normal tidak terbukti menggenjot aktivitas ekonomi . Di tengah daya beli rendah, juga semakin diperparah angka penyebaran covid-19 semakin tinggi. IHSG hari ini juga terus melemah ke level 5.149,38 atau melemah 1,81%.
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini akses informasi sangat mudah sehingga orang semakin paham tingkat penyebaran covid-19 dan kasus kematiannya juga masih tinggi. Covid-19 saat ini masih menjadi ancaman sehingga persepsi masyarakat kondisi masih belum aman dan menghambat aktivitas ekonomi.
(Baca Juga: Sri Mulyani: Selama Covid-19 Merajalela, Skenario Pertumbuhan Ekonomi Terancam )
Bahkan data BI menunjukkan keyakinan konsumen dalam 6 bulan negatif. "Meskipun ada pergerakan di bulan Agustus tapi umumnya indeks keyakinan menunjukkan arah pesimis," ujar Tauhid di Jakarta.
Dia menilai, relasi kasus covid-19 yang relatif tinggi membuat ketidaknyamanan di kelompok ekonomi menengah atas. Dampak langsungnya adalah nafsu belanja atau permintaan menjadi rendah. Walaupun pemerintah sudah berusaha keras memberi stimulus tapi hanya habis tidak bersisa karena nilai bantuan yang kecil.
Menurutnya untuk menggerakkan permintaan masyarakat berarti butuh prasyarat minimal sekitar 55-60% kebutuhan pokok sudah terpenuhi. "Sementara dari bantuan pemerintah hanya mampu menutupi 30% saja. Ini karena cakupan penerimanya yang disasar melebar sementara kemampuan pemerintah terbatas," ujar dia.
(Baca Juga: Jagat Hiburan Terkoyak Pandemi )
Kejadian sama juga berlaku untuk sektor UMKM yang diberikan bantuan insentif. Ternyata hanya cukup mengurangi bebannya namun tidak cukup menjadi stimulus modal kerja atau investasi. Ujungnya hanya jadi konsumsi juga. Sementara saat sama permintaan pasar belum bergerak. "Dari sisi kredit perbankan juga masih minim tumbuhnya. Karena bank hanya sekedar mengikuti pergerakan ekonomi saja," ujarnya.
Dalam penanganan covid19 pemerintah juga belum terkesan serius meskipun arahnya sudah benar. Namun masalah utama adalah pada praktiknya yang tidak kuat di lapangan. Buktinya pada penyerapan anggaran masih rendah, skala tes covid19 juga terbatas untuk 8 ribu orang, dan juga aktivitas tracing.
Secara jumlah kapasitas RS yang terus mengecil juga semakin berbahaya. Karena perawatan di RS sangat dibutuhkan, bukan sekedar isolasi mandiri. Akhirnya penyebaran dari klaster keluarga semakin berbahaya karena pasien yang harusnya dirawat di RS tapi terpaksa menjalani perawatan rumah.
"Pemerintah harus melakukan sesuatu yang radikal dalam bidang kesehatan. Karena masyarakat saat ini tidak percaya pada keseriusan pemerintah," ujarnya
Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, saat ini akses informasi sangat mudah sehingga orang semakin paham tingkat penyebaran covid-19 dan kasus kematiannya juga masih tinggi. Covid-19 saat ini masih menjadi ancaman sehingga persepsi masyarakat kondisi masih belum aman dan menghambat aktivitas ekonomi.
(Baca Juga: Sri Mulyani: Selama Covid-19 Merajalela, Skenario Pertumbuhan Ekonomi Terancam )
Bahkan data BI menunjukkan keyakinan konsumen dalam 6 bulan negatif. "Meskipun ada pergerakan di bulan Agustus tapi umumnya indeks keyakinan menunjukkan arah pesimis," ujar Tauhid di Jakarta.
Dia menilai, relasi kasus covid-19 yang relatif tinggi membuat ketidaknyamanan di kelompok ekonomi menengah atas. Dampak langsungnya adalah nafsu belanja atau permintaan menjadi rendah. Walaupun pemerintah sudah berusaha keras memberi stimulus tapi hanya habis tidak bersisa karena nilai bantuan yang kecil.
Menurutnya untuk menggerakkan permintaan masyarakat berarti butuh prasyarat minimal sekitar 55-60% kebutuhan pokok sudah terpenuhi. "Sementara dari bantuan pemerintah hanya mampu menutupi 30% saja. Ini karena cakupan penerimanya yang disasar melebar sementara kemampuan pemerintah terbatas," ujar dia.
(Baca Juga: Jagat Hiburan Terkoyak Pandemi )
Kejadian sama juga berlaku untuk sektor UMKM yang diberikan bantuan insentif. Ternyata hanya cukup mengurangi bebannya namun tidak cukup menjadi stimulus modal kerja atau investasi. Ujungnya hanya jadi konsumsi juga. Sementara saat sama permintaan pasar belum bergerak. "Dari sisi kredit perbankan juga masih minim tumbuhnya. Karena bank hanya sekedar mengikuti pergerakan ekonomi saja," ujarnya.
Dalam penanganan covid19 pemerintah juga belum terkesan serius meskipun arahnya sudah benar. Namun masalah utama adalah pada praktiknya yang tidak kuat di lapangan. Buktinya pada penyerapan anggaran masih rendah, skala tes covid19 juga terbatas untuk 8 ribu orang, dan juga aktivitas tracing.
Secara jumlah kapasitas RS yang terus mengecil juga semakin berbahaya. Karena perawatan di RS sangat dibutuhkan, bukan sekedar isolasi mandiri. Akhirnya penyebaran dari klaster keluarga semakin berbahaya karena pasien yang harusnya dirawat di RS tapi terpaksa menjalani perawatan rumah.
"Pemerintah harus melakukan sesuatu yang radikal dalam bidang kesehatan. Karena masyarakat saat ini tidak percaya pada keseriusan pemerintah," ujarnya
(akr)