Kartu Prakerja Jadi Harapan Penopang Ekonomi Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peminat program Kartu Prakerja membeludak. Tidak tanggung-tanggung, tercatat pendaftar program tersebut mencapai 22 juta orang. Ini jadi sinyal kuat program Kartu Prakerja jadi harapan besar penopang ekonomi kala pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mencatat, pendaftar Kartu Prakerja telah mencapai 22 juta orang, sementara pemerintah baru menetapkan sedikitnya 3,8 juta orang sebagai penerima Kartu Prakerja hingga gelombang ke tujuh. (Baca: Disebut sebagai LSM, Begini Jawaban Majelis Ulama Indonesia)
Membeludaknya minat pendaftar Kartu Prakerja tidak bisa dimungkiri karena adanya insentif yang diberikan pemerintah. Apalagi, kini program Kartu Prakerja yang diposisikan sebagai semibantuan sosial (bansos) bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dirumahkan, dan pekerja informal terdampak Covid-19. Program ini memberikan bantuan biaya pelatihan dan insentif dengan total bantuan Rp3,5 juta untuk 5,6 juta penerima.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 saat ini hampir semua masyarakat berharap ada tambahan dari berbagai bantuan yang disalurkan pemerintah.
“Baik itu Bantuan Langsung Tunai ataupun Kartu Prakerja. Di sisi lain meski banyak pro dan kontra, tapi Kartu Prakerja ini masih sangat diharapkan di tengah pandemi Covid-19 yang tentunya bisa menyelamatkan, terutama bagi mereka yang terkena PHK,” ujarnya dihubungi di Jakarta kemarin. (Baca juga: Wabah Corona, Bolehkah Salat Memakai Masker?)
Menurut Bhima, Kartu Prakerja dalam bentuk pelatihan dinilai belum tepat sasaran sebab masyarakat saat ini membutuhkan insentif dalam bentuk tunai. “Tapi tidak semua diberi pelatihan. Ada yang setelah diberi pelatihan, kemudian diberi insentif dana. Nah, insentif inilah saya kira yang sangat dibutuhkan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, program Kartu Prakerja juga bukan solusi atas tingginya pengangguran akibat pandemi. “Saya kira bukan solusi juga. Mengatasi pengangguran itu, harus dibantu stimulus pada perusahaan yang mau bangkrut. Dengan begitu, perusahaan yang dibantu setidaknya masih bisa bernapas sehingga tidak memilih opsi merumahkan ataupun PHK,” ungkapnya.
Adapun maksud pemerintah memberikan Kartu Prakerja dalam rangka menumbuhkan minat sebagai wiraswasta, dinilainya belum tepat dalam kondisi seperti ini. “Kalau kondisi seperti ini saya kira tidak tepat. Karena hampir semua masyarakat dipastikan menahan konsumsinya,” katanya.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, dalam masa pandemi Covid-19 ini program Kartu Prakerja jelas tidak akan bisa menjadi solusi menekan angka pengangguran apalagi menciptakan wirausaha. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan dari Kadin)
"Pemerintah berasumsi pelatihan ini efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. Namun sejatinya, permintaan terhadap tenaga kerja menurun akibat pandemi maka penyerapan tenaga kerja tetap tidak terjadi," ujar Piter.
Apalagi, tambah dia, hingga saat ini masyarakat juga bisa pahami belum ada bukti pelatihan yang diselenggarakan dengan bantuan Kartu Prakerja benar-benar efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. "Belum ada bukti pelatihan prakerja berdampak efektif," ujarnya.
Pengamat ekonomi Nailul Huda menilai jumlah 22 juta yang mendaftar Kartu Prakerja artinya banyak sekali yang butuh bantuan insentif masa pandemi ini. "Jadi bila hanya bisa bantu 25% dari total yang membutuhkan, harusnya pemerintah malu ya," ujar Nailul.
Lebih baik, menurutnya, bantuan diberikan semuanya melalui jalur bantuan tunai saja. Karena bila pemerintah mendorong wirausaha tapi kondisinya sekarang permintaan konsumsi masyarakat yang sedang turun, artinya tetap berat. "Karena sama saja siapa yang mau beli nanti?" ujarnya.
Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai Kartu Prakerja sangat tidak tepat sasaran terlebih pelatihan dilakukan secara daring tidak akan banyak meningkatkan keahlian. "Kartu Prakerja itu seharusnya diprioritaskan bagi orang-orang yang akan masuk dunia kerja atau orang yang baru lulus sekolah bukan buat buruh yang ter-PHK. Kalau dilihat dari kurikulum pelatihan melalui online, itu juga banyak yang kurang tepat,” tegasnya. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala dalam Berdirinya Kota Solo)
Menurut dia, saat ini banyak buruh yang ter-PHK atau dirumahkan sehingga seharusnya pemerintah fokus untuk memberikan insentif langsung pada buruh yang ter-PHK atau yang dirumahkan dan tidak diupah.
Meski dinilai belum tepat, ilmu yang didapatkan peserta dalam pelatihan tersebut diharapkan bisa bermanfaat dalam menumbuhkan jiwa wirausaha. Jadi dalam program Kartu Prakerja ini, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan berupa uang tunai, tetapi ada manfaat lain yang didapat peserta untuk bekal hidupnya kelak.
Namun, yang harus jadi perhatian pemerintah adalah bagaimana program Kartu Prakerja yang semi-bansos ini tidak tumpang tindih dengan program yang lain sehingga tidak terjadi adanya satu orang menerima dua program bansos yang berbeda. Butuh data yang akurat dan tentu saja ketelitian dari pemerintah. Ini pastinya tidak mudah. (Ichsan Amin/Hafid Fuad/Oktiani Endarwati)
Seperti diketahui, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mencatat, pendaftar Kartu Prakerja telah mencapai 22 juta orang, sementara pemerintah baru menetapkan sedikitnya 3,8 juta orang sebagai penerima Kartu Prakerja hingga gelombang ke tujuh. (Baca: Disebut sebagai LSM, Begini Jawaban Majelis Ulama Indonesia)
Membeludaknya minat pendaftar Kartu Prakerja tidak bisa dimungkiri karena adanya insentif yang diberikan pemerintah. Apalagi, kini program Kartu Prakerja yang diposisikan sebagai semibantuan sosial (bansos) bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dirumahkan, dan pekerja informal terdampak Covid-19. Program ini memberikan bantuan biaya pelatihan dan insentif dengan total bantuan Rp3,5 juta untuk 5,6 juta penerima.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 saat ini hampir semua masyarakat berharap ada tambahan dari berbagai bantuan yang disalurkan pemerintah.
“Baik itu Bantuan Langsung Tunai ataupun Kartu Prakerja. Di sisi lain meski banyak pro dan kontra, tapi Kartu Prakerja ini masih sangat diharapkan di tengah pandemi Covid-19 yang tentunya bisa menyelamatkan, terutama bagi mereka yang terkena PHK,” ujarnya dihubungi di Jakarta kemarin. (Baca juga: Wabah Corona, Bolehkah Salat Memakai Masker?)
Menurut Bhima, Kartu Prakerja dalam bentuk pelatihan dinilai belum tepat sasaran sebab masyarakat saat ini membutuhkan insentif dalam bentuk tunai. “Tapi tidak semua diberi pelatihan. Ada yang setelah diberi pelatihan, kemudian diberi insentif dana. Nah, insentif inilah saya kira yang sangat dibutuhkan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, program Kartu Prakerja juga bukan solusi atas tingginya pengangguran akibat pandemi. “Saya kira bukan solusi juga. Mengatasi pengangguran itu, harus dibantu stimulus pada perusahaan yang mau bangkrut. Dengan begitu, perusahaan yang dibantu setidaknya masih bisa bernapas sehingga tidak memilih opsi merumahkan ataupun PHK,” ungkapnya.
Adapun maksud pemerintah memberikan Kartu Prakerja dalam rangka menumbuhkan minat sebagai wiraswasta, dinilainya belum tepat dalam kondisi seperti ini. “Kalau kondisi seperti ini saya kira tidak tepat. Karena hampir semua masyarakat dipastikan menahan konsumsinya,” katanya.
Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah, dalam masa pandemi Covid-19 ini program Kartu Prakerja jelas tidak akan bisa menjadi solusi menekan angka pengangguran apalagi menciptakan wirausaha. (Baca juga: PSBB Jilid II ala Anies Kantongi Dukungan dari Kadin)
"Pemerintah berasumsi pelatihan ini efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. Namun sejatinya, permintaan terhadap tenaga kerja menurun akibat pandemi maka penyerapan tenaga kerja tetap tidak terjadi," ujar Piter.
Apalagi, tambah dia, hingga saat ini masyarakat juga bisa pahami belum ada bukti pelatihan yang diselenggarakan dengan bantuan Kartu Prakerja benar-benar efektif meningkatkan kualitas tenaga kerja. "Belum ada bukti pelatihan prakerja berdampak efektif," ujarnya.
Pengamat ekonomi Nailul Huda menilai jumlah 22 juta yang mendaftar Kartu Prakerja artinya banyak sekali yang butuh bantuan insentif masa pandemi ini. "Jadi bila hanya bisa bantu 25% dari total yang membutuhkan, harusnya pemerintah malu ya," ujar Nailul.
Lebih baik, menurutnya, bantuan diberikan semuanya melalui jalur bantuan tunai saja. Karena bila pemerintah mendorong wirausaha tapi kondisinya sekarang permintaan konsumsi masyarakat yang sedang turun, artinya tetap berat. "Karena sama saja siapa yang mau beli nanti?" ujarnya.
Ketua Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menilai Kartu Prakerja sangat tidak tepat sasaran terlebih pelatihan dilakukan secara daring tidak akan banyak meningkatkan keahlian. "Kartu Prakerja itu seharusnya diprioritaskan bagi orang-orang yang akan masuk dunia kerja atau orang yang baru lulus sekolah bukan buat buruh yang ter-PHK. Kalau dilihat dari kurikulum pelatihan melalui online, itu juga banyak yang kurang tepat,” tegasnya. (Lihat videonya: Peran Ki Gede Sala dalam Berdirinya Kota Solo)
Menurut dia, saat ini banyak buruh yang ter-PHK atau dirumahkan sehingga seharusnya pemerintah fokus untuk memberikan insentif langsung pada buruh yang ter-PHK atau yang dirumahkan dan tidak diupah.
Meski dinilai belum tepat, ilmu yang didapatkan peserta dalam pelatihan tersebut diharapkan bisa bermanfaat dalam menumbuhkan jiwa wirausaha. Jadi dalam program Kartu Prakerja ini, pemerintah tidak hanya memberikan bantuan berupa uang tunai, tetapi ada manfaat lain yang didapat peserta untuk bekal hidupnya kelak.
Namun, yang harus jadi perhatian pemerintah adalah bagaimana program Kartu Prakerja yang semi-bansos ini tidak tumpang tindih dengan program yang lain sehingga tidak terjadi adanya satu orang menerima dua program bansos yang berbeda. Butuh data yang akurat dan tentu saja ketelitian dari pemerintah. Ini pastinya tidak mudah. (Ichsan Amin/Hafid Fuad/Oktiani Endarwati)
(ysw)