Kualitas Udara Memburuk, Pertamina Ajak Warga Tangsel Isi Bensin Pertamax

Kamis, 17 September 2020 - 13:07 WIB
loading...
Kualitas Udara Memburuk, Pertamina Ajak Warga Tangsel Isi Bensin Pertamax
Pertamina ajak warga Tangsel menggunakan Pertamax. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - PT. Pertamina (Persero) menggelar Program Langit Biru di Tangerang Selatan untuk mendukung penerapan udara yang lebih bersih. Dalam Program Langit Biru yang digelar mulai tanggal 13 September 2020 hingga 12 November 2020, Pertamina mengajak masyarakat Tangsel menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang lebih berkualitas, seperti Pertamax Series dan Dex Series. Dengan penggunaan BBM lebih berkualitas, diharapkan emisi gas buang kendaraan lebih sedikit dan polusi udara dapat berkurang.

Berdasar pantauan IQAir.com pada 13 September 2020 pukul 21.08 WIB, indeks kualitas udara Tangerang Selatan mencapai 163 dalam kondisi tidak sehat dan tercatat sebagai udara terburuk kedua di Indonesia setelah Kota Bandung. Sehari sebelumnya, kondisi udara Tangerang Selatan tercatat sebagai udara paling buruk di Indonesia dengan indeks kualitas udara mencapai 182 atau tidak sehat. Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dede Ahdi menilai, kondisi udara di Tangerang Selatan makin buruk. Dengan tingkat kualitas berbahaya, perlu segera melakukan perbaikan.

"Tindakan yang bisa diambil mengimbau warga Tangsel untuk berhati-hati dalam beraktvitas yang menambah sumber polusi udara; menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan hingga mengurangi sumber-sumber pencemaran di wilayah Tangerang Selatan," ujarnya, melalui keterangan resmi, di Jakarta, Kamis (17/9/2020).



Walhi menilai selama ini Pemkot Tangerang Selatan lalai menjalankan Peraturan Daerah Kota Tanggerang Selatan Nomor 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama dalam hal melakukan pencegahan kerusakan lingkungan hidup, antara lain lalai dalam melakukan inventarisasi sumber pencemar, pemantauan kualitas udara, pengujian emisi gas buang, dan lalai dalam penataan penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara dari sumber bergerak maupun tidak bergerak.

Sementara itu, Badan Tenaga Nuklir Nasional atau BATAN, dalam penelitian soal polusi udara, BATAN telah mengambil sampel beberapa kota, seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar.

Dari belasan kota yang diteliti itu, BATAN mencatat bahwa konsentrasi timbal Pb tertinggi ada di Surabaya, Tangerang dan Jakarta. Kandungan timbal Pb dari polusi udara di ketiga daerah itu tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lain seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, Pekanbaru, Medan, Palangka Raya, Balikpapan, Makassar, Manado, Ambon, Jayapura, Mataram dan Denpasar. Padahal, berbagai riset lembaga internasional menunjukkan bahwa polutan timbal (Pb) bukan hanya berdampak buruk pada kesehatan manusia saja, tapi juga dapat mempengaruhi kecerdasan anak-anak.

Peneliti Senior BATAN Muhayatun Susanto mengatakan, selama ini pemantauan kualitas udara biasanya dilakukan terhadap CO, SO2, Nox, O3 dan PM10 (partikulat yang berukuran kurang dari 10 mikrometer) sebagai dasar untuk menghitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Padahal di udara juga terdapat partikulat yang berukuran kurang dari 2,5 mikrometer, yang dikenal dengan PM-2,5.

Polutan partikulat PM-2,5 dinilai lebih berbahaya karena ukurannya yang kecil sehingga mampu menembus bagian terdalam dari paru-paru. Sebagai ilustrasi, ukuran PM-2,5 sebanding dengan sekitar 1/30 dari diameter rambut manusia yang pada umumnya berukuran 50-70 mikrometer. Sedangkan PM-10 sebanding dengan 1/7 dari diameter rambut.

Salah satu parameter penting yang menjadi fokus riset BATAN adalah pemantauan pencemaran logam berat, khususnya timbal (Pb) pada PM-2,5. Logam Pb yang terdapat di udara jika terhisap dan terakumulasi hingga 10 ug/dL pada seorang anak, dapat mengakibatkan menurunnya tingkat intelegensia, learning disability, mengalami gejala anemia, hambatan dalam pertumbuhan, perkembangan kognitif buruk, sistem kekebalan tubuh yang lemah dan gejala autis.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3796 seconds (0.1#10.140)